Mohon tunggu...
anita russian
anita russian Mohon Tunggu... Lainnya - Makhluk

Cari duit, secukupnya. Berbagi, jangan lupa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menerka Pikiran Para Pahlawan Penerima Bintang Kehormatan

18 Agustus 2020   19:13 Diperbarui: 18 Agustus 2020   19:17 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku agak penasaran dengan pemikiran Pak Presiden kali ini. Kok bisa-bisanya secara terang-terangan melekatkan bintang kepada para politisi papan atas yang kaya akan kontribusi? Justru penyematan apresiasi ini, seolah-olah menyatakan bahwa pelayanan mereka bisa dihitung padahal jelas sudah, tak terbilang.

Padahal aku yakin, dalam hati mereka membatin, berharap dengan sangat apabila Pak Presiden mampu menyembunyikan segala andil yang telah ditorehkan. Layaknya angin, terasa namun tak terlihat. Apabila daun bergerak atau jemuran berayun, angin pun tersenyum. Seperti itulah kira-kira kebahagiaan hakiki yang mereka nanti. Sing penting, apa yang mereka beri, terasa oleh rakyat meski orang kebanyakan ndak tau dari mana asal jasa itu.

Aku menduga, mereka malah menyayangkan pemberian gelar penghargaan tersebut. Lebih-lebih, pembubuhan itu dilaksanakan di dalam Istana dan dikelilingi kilatan lampu kamera dari berbagai media. Setelah itu, mereka pun memastikan bahwa wajahnya terpampang hingga ke pelosok bahkan luar negeri. Justru ini membuatnya malu. Malu karena seakan-akan mereka tak ikhlas mencurahkan segala tenaga dan pikiran untuk rakyatnya.

Di sisi lain, aku yang jelata percaya bahwa jika memang harus diberi wujud rupa, para pahlawan ini agaknya memilih untuk dilangsungkan di sebuah ruang terbuka yang jauh dari keramaian, erat dengan sunyi, dan kalau bisa di bawah terik matahari agar bisa lebih dekat dengan penderitaan warga. 

Lantaran mereka percaya, apa yang telah diperbuat, belumlah terasa oleh seluruh umat. Satu lagi, tentu tanpa kehadiran pewarta. Apabila perlu, hanya sang kepala negara dengan dirinya. Kira-kira dalam hening itulah harapan mereka dapat terwujud jika memang Pak Presiden tak sanggup membendung segala bakti yang diberi.

Dari perilaku mereka, aku tak ragu bahwa angannya bukanlah kilauan kencana, apalagi sekedar akselerasi posisi ataupun ambisi kekayaan duniawi. Di tengah nafas yang masih bergelora, mereka pun berandai, jika kelak waktunya tiba, saat jiwa dan raga harus terpisah hingga akhirnya menutup mata, besar harapannya untuk berbaring bersama rakya tanpa sekat. Jauh dari pengharapan agar bisa disemayamkan di taman makan pahlawan.

Ibarat bulan dan bintang, terlihat dekat namun tak terhitung jaraknya. Itulah perumpaan mereka terhadap jasa para pahlawan yang telah tewas sebelumnya. Mereka pun enggan memantaskan diri dengan derma pendahulunya karena capaian yang mereka torehkan ini bukanlah pengorbanan besar layaknya perintis kemerdekaan, mereka yang tewas di medan perang maupun para tokoh bertabur bintang.

Menurutnya, meski hingar bingar masyarakat memuliakan prestasi kinerjanya hingga Presiden mengutarakan segala sanjung atas segenap performa yang disangka luar biasa ini, mereka tetap menganggap bahwa ini hanyalah sebuah kewajiban. Tanggungjawab yang sudah sepatutnya harus dilakukan dan tidak perlu digadang-gadang. Oleh karena itu, mereka resah jika penghargaan ini justru membuatnya berjarak dengan bumi, dekat dengan langit hingga akhirnya bersenjangan dengan rakyat.

Pasalnya, mereka tak ingin menyia-nyiakan segala doa yang dihaturkan rakyat kepadanya. Sedikitnya lima kali dalam sehari, ratusan juta rakyat berkomat-kamit melontarkan doa atau setidaknya dalam sekali seminggu dihaturkan segala pujian untuk mereka. Sehingga tugas yang sudah semestinya dijalankan, berhasil dicapai. 

Oleh sebab itu, tak ada impian agar dianggap istimewa. Sesungguhnya apa yang diperbuat tentu tak akan terlaksana apabila tanpa dukungan rakyat. Sejatinya, rakyatlah yang mendorong mereka sampai mencapai titik ini. Jadi, tidaklah benar apabila mereka bercita-cita untuk disejajarkan dengan para pahlawan pendahulunya, yang memang penuh jasa. Itulah harapan yang mengembara dalam pikiran mereka, pahlawan yang menerima.

Lagi-lagi, anggapan para penerima tanda jasa rasanya tidak masuk dalam logika Presiden. Apalagi di tengah pandemi ini, tak banyak wakil rakyat dan para tokoh di luar pemerintahan yang mampu menunjukkan pencapaian seperti mereka. Biarlah penghormatan ini menjadi motivasi bagi para politisi lainnya agar bisa berlari, berkeringat, bahkan tak mengeluh apabila harus jatuh bangun demi memajukan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun