Entah ini gelas yang ke berapa. Rasanya belum ingin diri ini berhenti menikmati setiap teguknya. Hari beranjak malam ketika aku mulai duduk disudut warung minum langgananku, jika tak boleh disebut cafe karena tampilannya yang sederhana. Tempat favoritku ada disudut ini. Cahaya lampunya yang temaram dan persis didekat jendela yang menghadap ke jalan raya. Membuat aku bisa leluasa menikmati lalu lalang orang tanpa khawatir ketahuan.Â
Masih terngiang teguran dari kerabat yang dekat ibuku, "mau jadi apa kamu, jika kamu bergaul dengan mereka?, mereka itu tidak baik untukmu." Â Ahhh, tahu apa mereka tentang teman-teman kerjaku. Tahu apa mereka tentang kebaikan atau keburukan orang, sedang mereka sendiri entah masuk yang baik atau buruk, siapa juga yang tahu. Aku merasa lelah mendengarkan komentar-komentar yang kadang lebih melukai dari sebilah belati. Mereka selalu saja lupa, jika mereka juga pernah melakukan hal yang salah. Tapi apa dayaku?. Bagi mereka aku tetap anak kecil yang tak berhak protes atau menentukan sendiri langkah hidupnya.
Malam semakin larut. Aku semakin terbenam dalam kegelisahan yang berkepanjangan. Aku merasa berhak untuk menentukan sendiri pilihan hidupku, terlepas itu baik atau tidak. Benar atau salah. Bukankah aku sudah dewasa? Aku juga ingin bahagia dengan caraku bukan cara mereka. Aku siap menanggung semua resiko yang paling buruk sekalipun, asalkan aku bisa mencicipi rasanya bahagia. Setidaknya aku tidak merugikan orang lain atau merepotkan mereka. Biar saja mereka bicara dan tidak terima.
Sesapan kopi terakhir. Aku memutuskan untuk pulang ke kost. Hari ini sangat melelahkan bagiku. Untung warung minum ini sangat baik padaku, selalu mengerti saat aku sedang suntuk dan ingin sendiri seperti saat ini. Setelah membayar, aku bergegas pergi, ingin segera sampai dikamar kostku diseberang jalan dan merebahkan tubuh ringkihku agar esok tak lagi ada penat yang tersisa lagi.