Mohon tunggu...
Anita Rakhmi Shintasari
Anita Rakhmi Shintasari Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menebar manfaat

Sebagai seorang guru, membaca dan menulis menjadi aktivitas yang wajib dan menyenangkan tentunya. Bergabung di blog menjadi wahana untuk berlatih dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pamitlah Sebelum Melupakan

30 November 2021   04:37 Diperbarui: 30 November 2021   04:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hening. Sama seperti hatinya. Meskipun jalanan masih nampak hiruk pikuk kendaraan yang lewat tetapi ruangan itu terasa hening. Hatinya sedang gundah tak menentu. Ada banyak yang ditimbang dan ditanyakan. Antara kesadaran dan keinginan. Antara hasrat dan komitmen. Semua itu berputar-putar dalam benaknya. Seakan ada dua sisi yang sama-sama menekannya. Dia berharap akan segera menemukan jawaban dari semua tanya yang terus menyertainya. 

Dia tak bisa membohongi dirinya sendiri setelah apa yang dilalui sebulan terakhir ini. Dia tahu ada yang harus dibenahi dari caranya membangun komunikasi dan juga menjalin relasi, khususnya dengan orang-orang yang datang dari masa lalu. 

Mereka telah menggodanya, membuat dia tergelitik untuk menuruti kata hati yang keliru. Tetapi disisi lain dia merasakan keseruan dan irama yang berbeda dalam dirinya ketika berinteraksi dengan mereka. Dia tak memungkiri semua itu membuat dirinya senang. dan disaat bersamaan dirinya diliputi rasa bersalah yang tak berkesudahan.

Hening ketika dia menyapa hatinya. Bertanya apa yang akan dilakukannya, melanjutkan semua keseruan yang salah itu atau mencoba melangkah untuk meninggalkan semuanya? Dia terdiam cukup lama. Dia ingin semua berakhir dengan baik tak perlu ada yang terluka atau kecewa. 

Jika semua harus kembali tak saling menyapa, dia hanya berharap mereka berpamitan dan mengucap salam perpisahan. Untuk apa? dia hanya ingin menyimpannya dalam bingkai kenangan sebelum saling melupakan kembali. 

Berusaha menata hati. Memungut kepingan rasa yang mungkin tak akan pernah sama. Dia berharap mereka akan berpamitan sebelum benar-benar melupakannya. Meninggalkan semua kenangan yang penuh warna, yang pernah mengisi hari-hari sibuknya. Membuat dia tak sendiri. 

Membuat dia bersemangat dan penuh energi. Dia menghela nafas, menghembuskannya pelan, seakan ingin mengosongkan seluruh beban hatinya. Mengingatkan dirinya untuk tidak menoleh lagi ke belakang meski hanya sekedar menyapa.

Dibersihkannya meja yang penuh dengan kertas berserakan. Dipastikannya semua PC telah mati. Perlahan dia berjalan menuju pintu, melangkah keluar dan mengunci ruangan yang terasa hening dan senyap, meninggalkan ruangan terkunci itu seakan berpamitan pada masa lalu untuk tak menengoknya kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun