Paman yang menuntunku dari belakang, Â sempat berteriak untuk tidak melompat. Â Tetapi, Â tidak ada pilihan lain. Â Seandainya, Â aku masih bertahan maka jurang terjal dan batu-batu besar yang tajam menanti tubuh ini untuk santapannya.
Seketika itu, ada sekelibat keheningan yang tenang dalam hatiku. Aku memajamkan mata, Â lalu berpikir jika Allah tidak menunjukkanku jalan ini. Â Mungkin saja, Â aku sudah...
Aku mengingat kejadian itu berulang kali,  sungguh Allah sayang padaku.  Seperti ucapan Ustadz Ebit Lew  "Allah selalu sayang kan hamba-Nya" itulah yang terlintas dibenakku saat kematian hampir menyelesaikan segalanya. Lalu aku teringat pada firman Allah
Saat itu pula, Â tubuhku gemetar hebat aku khawatir jika aku mati sekarang, sungguh amalanku sangat sedikit. Aku takut, Â sangat takut bukan pada kematian. Â Tetapi menjawab pertanyaan para malaikat saat dikubur, Â Aku takut tidak dapat menjawab pertanyaan nya. Sebagaimana yang tersebut dalam Hadist riwayat Tirmidzi berikut:
Aku takut, Â karena selama ini hidup dalam kesia-siaan. Â Aku takut, Â menjadi hamba yang buruk. Dan aku, Â masih sangat jauh dari-Mu ya Allah.
Segala peristiwa sungguh dalam pengawasan-Nya. Ia yang mengehendaki, Â jika tidak begini mungkin saja aku akan semakin jauh dari-Nya.
Sekelibat cahaya-Mu telah menolongku, Â meyakinkan hatiku saat aku segera melompat bahwa aku akan baik-baik saja. Â Meyakinkan hatiku, bahwa Allah bersamaku. Â Saat itu tiada tumpuan lain selain pada-Nya.
Inilah yang diberikan Allah Subhanahu wata'ala padaku, dan saat itu pula aku melihat cinta-Nya. Kasih-Nya, Â dan sayang-Nya. Â Aku tak perdulikan bagian tubuhku yang retak, Â dan sebagainya. Â Aku hanya mengkhawatirkan amalku.
Dan itulah sepenggal kisahku, yang hampir menjemput maut..