Mohon tunggu...
Anita Arumdati
Anita Arumdati Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai Negeri Sipil/Kabid Perluasan Akses Pembiayaan Alternatif

suka sketsa dan tulisan tentang motivasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Kotak Mimpi

10 September 2022   00:22 Diperbarui: 10 September 2022   00:30 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Daffa...merupakan anak pertama yang dipundaknya sudah disandangkan begitu besar harapan orang tua. 

Ketika Daffa memasuki usia 2 tahun, komunikasinya belum lancar, bahkan ketika anak-anak lain seusianya sudah pandai menyanyi cicak-cicak di dinding, Daffa masih belum dapat menyebutkan namanya dengan benar. Hal ini tentunya menimbulkan keresahan kami selaku orang tua, kami mulai mencari-cari kesalahan dari asupan makanan, lingkungan yang kurang mendukung, bahkan sampai overthinking dari membaca semua artikel anak sampai mempelajari sejarah garis keturunan . Tapi semua itu sia-sia, karena kami hanya kelelahan mengitari labirin yang tidak ada ujungnya. Sampai  kami putuskan untuk memasukkannya ke Playgroup, dengan tujuan agar berinteraksi dengan anak-anak seusianya guna memicu motoriknya untuk bicara.

Buah kesabaran kami menuai hasil, satu persatu kata mulai terdengar dari mulutnya dan itu semua berhasil membuat kami bahagia luar biasa seperti bisul menahun yang akhirnya pecah juga. Harapan kami begitu besar, ekspektasi kami terlalu tinggi, walaupun tidak pernah kami sampaikan sepertinya Daffa terbebani dengan hal itu.

Suatu saat, saya sengaja ijin dari kantor, ingin memantau perkembangan belajar di sekolah. Ketika satu-satu anak keluar dari sekolah, hanya Daffa yang masih tertahan di ruangan, rupanya ibu guru memperbolehkan muridnya untuk pulang, jika dapat menjawab pertanyaan dengan benar "Binatang apa yang dapat kita temukan di Kebun Binatang?". Saya pun mendadak kepo, karena sudah ada 5 murid yang keluar dari pintu..tanpa pikir panjang mencari-cari jendela atau celah pintu yang dapat melihat di dalam ruangan dan masih berharap Daffa bisa melihat ibunya melalui sudut jendela yang terbuka dan  membaca gerak bibir yang sedari tadi menyebutkan Gajah tanpa bersuara. Ketika tinggal 3 anak, keringatku pun makin menetes dengan deras.. antara gemes dan sedih, kenapa Daffa tidak ingat baru bulan kemarin kami ke kebun binatang untuk melihat gajah, harimau yang merupakan binatang yang berhasil menarik perhatian Daffa? Dan tiba-tiba Daffa pun mengangkat tangannya, seketika itu tulang-tulang kakiku terasa lemas karena tanpa disadari sudah jinjit selama 15 menit non stop. Dan apa yang keluar dari mulut kecilnya pun membuat aku ternganga dan merasa gagal sebagai seorang ibu.... capung bu guru. Ibu guru tersenyum dan bilang coba lagi.. akhirnya mereka diperbolehkan pulang karena sudah siang.  Ketika Daffa menghampiriku.. langsung ku peluk dan  kuciumi kedua pipinya yang chubby dan mulai menerima keadaan bahwa Daffa memanglah bukan anak yang suka berkompetisi apalagi ambisi. Sambil kami jalan menuju pulang, saya masih penasaran dengan jawaban capung yang terbersit di otaknya, kenapa kamu jawab capung nak ? tanyaku lembut walaupun dalam hati ingin ku berteriak kan ada Gajah, macan, singa, jerapah dll, kenapa sih mesti capung? Tanpa diduga Daffa menjawab, memang capung bukan binatang ya bu? kan waktu di kebun binatang kemarin Daffa tanya ke ibu, binatang yang seperti helikopter namanya apa? Ibu jawab capung. Tapi kenapa dia ada di kebun binatang, bu guru bilang salah ya? Akhirnya sepanjang jalan kami bicara berdua tentang konsep kebun binatang  dan hewan yang lazim diketahui orang dan dipelihara supaya menarik perhatian pengunjung dan semua ilmu kehidupan yang terlalu cepat Daffa dapatkan.

Ketika Masuk SD, nilai-nilai Daffa tergolong biasa, bahkan sering mendapat perhatian gurunya untuk ditingkatkan, karena Daffa lebih senang mencoret-coret bukunya dengan gambar dibanding menulis yang diperintahkan guru

Saya mulai dapat menerima seorang Daffa dengan keunikan dari cara berpikirnya. Tapi saya masih membebani Daffa dengan target-target capaian minimal yang wajib diraih.. hingga akhirnya setelah 9 tahun berlalu, tanpa sengaja saya menemukan secarik kertas yang telah diremas-remas dan dibuang di bawah tempat tidurnya. Ketika hendak kubuang, terbersit rasanya ingin ku buka kertas itu dan begitu kaget karena isinya bertuliskan Daffa bodoh, Daffa ga buat ibu bangga. Sampai saat ini mungkin Daffa sengaja menulis perasaan yang tidak dia suka dan meremas-remas kertas tersebut dan dibuang jauh-jauh, seperti ajaranku padanya karena sifat Daffa memang tidak terbuka, tapi entahlah yang jelas pola asuh saya yang keras dan terlalu membebani hidupnya telah begitu dalam melukai perasaannya. Daffa memang anak laki-laki pertama dan harapan penerus orang tua, tapi tidak adil baginya untuk tidak dapat memilih hal-hal yang disukainya. Hatinya menjadi rapuh, tidak berani bertindak, takut salah apalagi bercita-cita.

Sejak saat itu saya bertindak sebagai orang yang selalu ada di kubu Daffa, mempercayai dia sepenuhnya, meletakkan harapan saya semoga dia menjadi anak yang sholeh, bertanggungjawab rasanya sudah lebih dari cukup dan  selalu siap berargumentasi dengan dengan beban dan tuntutan guru di sekolah yang menuntut kesempurnaan.

Pernah pula saya menemukan selembar karton yang berisikan milestone pencapaian hidupnya kelak  yang gambar bukan ditulis bahwa dia ingin keliling dunia, mulai dari Kota Paris dan lanjut ke belahan dunia lainnya, dan saya pun terharu karena disetiap milestonenya ada foto dirinya bersama maket Icon Negara tersebut, seperti Maket Menara Eiffel yang sengaja dirakit supaya foto itu dapat diganti kalau Daffa benar-benar bisa sampai ke Paris. Waktu itu, seperti  kebiasaan saya yang sudah-sudah hanya bisa mengejudge dalam hati mengatakan "Tidak Mungkin" tanpa ada solusi yang jelas, bisanya drama..  sedih dan rasanya tidak mungkin karena tabungan kami terbatas. Namun Allah SWT  mendengar doa Daffa, dengan keajaiban semesta.. Daffa tidak hanya bisa pergi ke Paris saja, namun ke sebagian negara Eropa dengan cara backpacker mengingat keterbatasan kami. Tapi akhirnya Satu milestone Daffa sudah terlewati..... dan masih banyak milestone Daffa lainnya. Keberhasilan seseorang juga ada campur tangan Tuhan, kita tidak bisa dengan sombong mengandalkan otak dan fisik kita semata.

Kami mulai terbiasa untuk menerima dan mensupport apapun yang menjadi pilihannya, tidak semua manusia di bumi ini berprofesi sebagai dosen, dokter, ahli Fisika tapi pasti ada pilihan profesi yang sesuai dengan minat Daffa. 

Daffa remaja tumbuh dengan sosialisasi yang tinggi, ketika SMA Daffa menjadi Ketua OSIS. Daffa di SMA juga pernah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari seseorang yang menganggapnya bodoh, dan menurut saya itu adalah salah satu tindakan bullying. Kalau ditanya apakah dia juara kelas? Ibu sudah tidak mengenal juara kelas, Ibu hanya ingin kamu paham dengan apa yang kamu pelajari...itu yang selalu saya komunikasikan dengannya. Dari tongkat estafet yang dipercayakan kepadanya Daffa ternyata melesat jauh.. makin menunjukan jatidirinya..Daffa suka berorganisasi, Daffa suka seni, Daffa suka fashion, Daffa suka IT, dan suka fotografi... itulah kenapa dulu dia tidak pernah punya buku catatan tapi jadi buku gambar

Tidak ada lagi minder, takut salah, takut gagal, takut di bully... karena semua anak itu terlahir istimewa..begitu pula dengan Daffa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun