Mohon tunggu...
anita putri
anita putri Mohon Tunggu... Musisi - swasta

seorang yang sangat menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan sebagai Takdir Bangsa

19 November 2020   05:51 Diperbarui: 19 November 2020   06:03 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungki kita sudah bosan dengan hasil beberapa survey yang menunjukkan soal intoleransi di lingkungan sekolah. Intoleransi ini tidak saja di lingkungan sekolah swasta saja tetapi juga sekolah negeri.

Intoleransi ini tidak saja pada cara berpakaian tetapi juga dalam perlakuan sekolah terhadap siswa  dan hak-haknya Mungkin kita ingat bagaimana sekolah di Jawa Barat yang menganulir pemilihan ketua OSIS yang terpilih dengan jumlah suara hanya karena dia berkeyakinan non-muslim.

Jika dilihat hasilhasil survey itu sejajar dengan perlakuan sekolah terhadap calon ketua OSIS yang dianulir itu. Survey yang dilakukan baik dari CSIS, beberapa perguruan tinggi, beberapa ormas seperti NU dan komunitas atau beberapa media menunjukkan hal sama yaitu bahwa sekolah amat tidak kondusif dengan perbedaan. Guru menekankan perbedaan agama sebagai sesuatu pembeda dalam pergaulan dan hak sebagai seorang siswa.

Bahkan dalam beberapa survey menunjukkan bahwa beberapa siswa terpengaruh pada ajaran itu sehingga nyaris tidak mengenal toleransi secara empatif. Sehingga dengan ringan hati dia memberikan label berbeda bagi murid atau siswa yang punya keyakinan berbeda, semisal ungkapan A si Cina atau B si Kristen dan lain sebagainya.

Dalam survey diungkapkan bahwa ini tidak saja tercermin pada sekolah-sekolah dasar dan menengah tapi juga di perguruan tinggi. Bahkan pada beberapa universitas, kegiatan ekstra kulikuler sangat gencar mengenalkan intoleransi kepada mahasiswa yang baru  ikut kegiatan ekskul tersebut.

Penanaman jiwa kebinekaan dan wawasan ideologi kebangsaan yang seharusnya dimiliki oleh sekolah dan perguruan tinggi nyaris kurang bahkan tidak ditemukan. Padahal di setiap dinding ruang kelas terpampang lambang burung garuda diantara kepala negara dan wakilnya. Pada dada burung garuda sendiri terdapat pancasila yang di dalamnya memuat intisari nilai-nilai bangsa kita.

Intisari nilai-nilai kebangsaan kita haruslah dipahami oleh setiap warga Indonesia karena nilai-nilai itu menunjukkan profil kebangsaan kita. Kita adalah bangsa yang majemuk dengan berbagai perbedaan, dan perbedaan itu ada karena suatu proses panjang. Agama mayoritas yang dianut bangsa Indoensia sendiri sejatinya bukanlah agama asli kita, dan nyaris semua agama yang diakui oleh negara adalah agama yang datangnya dari luar Indonesia.

Karena itu mungkin kita bisa saling mengingatkan. Jika kita dekat dengan komunitas pendidik mungkin kita bisa mendengar apa saja yang mereka ajarkan dan kemudian mengingatkan. Kita tidak hanya bisa membebankan ini kepada kementrian yang berwenang karena banyaknya tugas yang harus diemban.

Kepada para orangtua juga hendaknya pluralism bisa menjadi sesuatu yang bisa diajarkan di setiap rumah. Mungkin tetangga kita ada yang beragama non muslim atau bahkan menganut aliran kepercayaan, itu semua harus kita hormati sebagai takdir kebangsaan kita Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun