Mohon tunggu...
anita putri
anita putri Mohon Tunggu... Musisi - swasta

seorang yang sangat menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budayakan Narasi Positif

13 Juli 2019   11:48 Diperbarui: 13 Juli 2019   11:57 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nyaris sepuluh tahun ini kita disuguhkan narasi-narasi yang berkembang di media sosial. Narasi itu seringkali berisi kemarahan, rasa tidak puas terhadap keadaan negara sampai pada umpatan-umpatan. Narasi-narasi itu berkeliaran dengan bebas melalui media sosial yang kita gunakan, baik di twitter, facebook sampai instagram.

Celakanya media sosial itu tidak punya filter yang baik seperti media mainstream sehingga isinya sering melampaui kesantunan dan melanggar kepatutan sebagai sebuah konten yang dikonsumsi oleh warna masyarakat. 

Seseorang bisa memproduksi, sekaligus menyebarkannya tanpa beban kepada warga masyarakat lain, padahal bisa saja konten tersebut mengandung kebohongan dan meresahkan.

Contoh nyata soal ini kita bisa lihat pada kasus penyebaran hoax oleh Ratna Sarumpaet yang disebut oleh hakim menimbulkan keonarn. Bayangkan saja, isi konten yang diproduksi dan disebarkan oleh Ratna adalah berupa foto lebam dirinya usai operasi plastic tapi diklaim bahwa usai dianiaya oleh sekelompok pemuda di Bandar udara Husein Sastranegara Bandung. 

Klaim itu ternyata terbantah di persidangan karena banyak saksi ahli dan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa dia ternyata melakukan operasi plastic di salah satu klinik di Menteng.

Hal yang ayak disayangkan dari kasus ini adalah isu yang ditiupkan oleh Ratna berhimpitan dengan isu politik dalam hal ini kontestasi Presiden sehingga pendukung  salah satu kubu menyalahkan aparat keamanan yang dinilai lalai dalam menjaga keamanan warganya. 

Narasi-narasi yang dilontarkan pendukung kubu salah satu Capres itu sering mengandung makna menghakimi (prejudice). Pres=judice ini bisa saja diterima mentah-mentah oleh sekempok anggota masyarakat yang menaruh simpati pada Ratna dan Capres tersebut sehingga ujaran-ujaran kebencian kepada pihak lain diproduksi dan disebarkan kembai oleh warga masyarakat ini.

Ini tentu sebuah situasi yang seharusnya bisa dihindari karena seharusnyaa media sosial (non mainstream) diciptakan tidak untuk narasi-narasi jahat dan tidak membangun tetapi untuk hal positif dan mempersatukan.  Beberapa negara malah menerapkan denda yang cukup mahal untuk narasi dan konten yang bersifat rasis dan memecah belah.

Dari ilustrasi diatas kita bisa simpulkan bahwa di dunia nyata maupun di dunia maya, kita tak seharusnya berbicara soal kebencian dan narasi yang bisa menimbulkan perpecahan negara. 

Pilkada, Pilpres dan Pileg Indonesia sudah terlampaui dengan banyak kesalahan presepsi, maka seharusnya bisa kita hentikan dan kita memulai babak baru untuk meraih masa depan bangsa dengan rasa positif dn narasi-narasi yang membangun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun