Mohon tunggu...
anita putri
anita putri Mohon Tunggu... Musisi - swasta

seorang yang sangat menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Saling Rukun dalam Perbedaan

23 Desember 2017   13:03 Diperbarui: 23 Desember 2017   13:06 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
toleransi - kompasiana.com

Tuhan menciptakan manusia saling berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak hanya secara fisik, tapi juga segala hal yang melekat didalamnya. Termasuk diantaranya adat istiadat, agama, bahasa dan segala jenis latar belakang lainnya. Bahkan, orang yang kembar identik pun, pasti akan ada perbedaannya. Karena itulah, Tuhan menganjurkan kepada kita semua, untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Apa tujuannya? Agar kita bisa saling mengerti. Mungkin, tetangga kita sama-sama dari Jawa, tapi belum tentu dia seorang muslim. Bisa jadi dia seorang non muslim. Hal itu bisa diketahui jika ada interaksi satu dengan yang lainnya. Jika kita tahu tetangga kita non muslim, maka kita juga harus saling menghormati ketika mereka sedang ibadah, ketika mereka sedang merayakan hari keagamaan, ataupun aktifitas lainnya.

Hidup rukun di bumi Indonesia, semestinya bukanlah hal yang susah. Kenapa? Karena budaya negeri ini sudah ada tradisi hidup saling rukun. Tak heran jika tradisi gotong royong, saling membantu ketika membutuhkan, saling menghormati antar sesama, bisa kita lihat dalam kehidupan masyarakat. Sayangnya, kearifan lokal ini mulai terkikis oleh budaya modernisasi. Tidak sedikit generasi yang memilih menjadi individualis, lebih senang mengurung diri tapi merasa peling benar sendiri. Bahkan tak jarang mereka juga suka menyalahkan orang lain. Keberadaan mereka ini tidak sedikit yang terpengaruh oleh provokasi radikalisme di media sosial. Akibat dari semua ini, kerukunan antar generasi muda tidak lagi terlihat.

Ingat, kita hidup di Indonesia, bukan di luar negeri yang acuh tak acuh. Saling menyapa dan tersenyum merupakan tradisi yang diajarkan para orang tua dan nenek moyang. Jadilah pribadi yang ramah, bukan pribadi yang mudah marah. Karena jika kita lebih suka memelihara amarah dalam diri, tentu kita akan menjadi pribadi yang tidak logis, pribadi yang tidak terbuka dan obyektif. Karena amarah telah menutup logika. Lagi-lagi, akibat amarah ini akan menyebabkan kerukunan antar umat sulit diwujudkan. Semua orang sibuk mencari perbedaan. Dan orang yang berbeda dianggap sebagai pihak yang salah. Sungguh sangat ironis. Hidup di negeri yang sangat toleran, yang sangat menghargai perbedaan, tapi masih saja ada pihak yang mempersoalkan perbedaan. Keberadaan kelompok radikal ini tentu harus diluruskan, agar tidak terus menyebarkan provokasi.

Untuk bisa hidup rukun, sebenarnya bukanlah yang sulit jika kita memang bisa bersikap terbuka, dan tidak memelihara amarah dalam diri. Jika amarah itu masih saja ada, akan sulit kita bisa hidup berdampingan dengan orang lain. Mari lepaskan amarah itu. Tidak ada gunanya memelihara sifat buruk, yang tidak dianjurkan oleh agama apapun. Mari pelihara pesan damai, yang bisa menjauhkan yang dekat dan berdampingan dalam harmoni. Sekali lagi, Indonesia bukanlah negara konflik, yang selalu diisi kebencian ataupun caci maki. Indonesia adalah negara toleran, yang harus diisi keramahan, kepedulian antar sesama, saling menghormati dan tolong menolong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun