Selama ini, banyak diantara kita yang sudah terpapar paham radikalisme. Mereka selalu menyatakan pihak yang berbeda, sebagai pihak yang salah. Karena diposisikan sebagai pihak yang salah, masyarakat yang tidak terlalu heterogen, akan mudah terpecah akibat sentimen SARA ini. Mengingatkan untuk tidak mudah terprovokasi, harus terus dilakukan oleh semua pihak. Karena potensi perpecahan antar masyarakat berpotensi terjadi, jika tidak bisa saling mengendalikan. Wajar jika presiden Joko Widodo mengingatkan, agar polisi terus mewaspadai hal-hal yang berpotensi bisa memecah belah masyarakat, jelang pelaksanaan pilkada serentak pada 2018 dan pemilihan presiden pada 2019.
Tak dipungkiri, provokasi jihad yang salah masih saja bermunculan di tengah masyarakat. Provokasi yang sering dilakukan oleh kelompok radikal dan intoleran ini, selalu memaknai jihad sebagai perintah untuk berperang. Akibatnya, Indonesia yang damai dan tentram ini, selalu berusaha dijadikan sebagai daerah konflik. Ketika konflik terjadi, mereka dengan mudah masuk dan menyatakan ada alasan untuk melakukan jihad. Hal ini lah yang terjadi ketika konflik Poso dan Ambon terjadi beberapa tahun lalu.
Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi lagi. Keberagaman di Indonesia terbukti bisa hidup saling berdampingan, tanpa harus mempersoalkan perbedaan. Islam meski menjadi agama mayoritas, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Karena selain Islam, juga ada agama lain seperti katolik, protestan, hindu, budha, dan konghucu. Agama-agama tersebut diakui dalam undang-undang. Karena itulah mereka juga harus mendapatkan hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi yang mengatasnamakan agama mayoritas ataupun minoritas. Namun hal-hal semacan ini seringkali dilakukan oleh kelompok radikal, untuk memprovokasi masyarakat.
Lupakan jalan jihad dengan cara menebar kebencian dan teror. Karena semua itu jelas-jelas bertentangan dengan ajaran agama. Mari kita luruskan pemahaman jihad yang salah itu. Minimal mulai dari diri kita sendiri, lalu sebarluaskan ke masyarakat. Masyarakat juga mulai cerdas, dan membekali dirinya dengan informasi yang valid agar tidak mudah terprovokasi. Jangan juga menjadi pihak-pihak yang justru menebarkan kebencian. Karena hal itu bertentangan dengan jati diri kita sebagai masyarakat Indonesia, yang dikenal ramah, mudah membantu, dan saling menghargai.
Mari kita lakukan jihad yang benar untuk diri kita, keluarga kita dan negara kita. Sebagai pribadi, kita juga harus bertanggung jawab atas keluarga. Bekerja untuk keluarga itu masuk kategori jihad. Jangan tinggalkan keluarga kamu, hanya dengan alasan jihad yang salah. Selain itu, jihad untuk mengisi kemerdekaan dengan hal yang positif, juga penting dilakukan. Tidak peduli agamanya, membela negara harus dilakukan oleh semua pihak. Begitu juga dari pihak pemerintah, juga harus berjihad untuk kepentingan masyarakatnya. Semuanya sama-sama berjihad untuk kepentingan yang lebih baik.
Jangan lagi membela pada ketidakadilan. Mari kita bela kebenaran, demi keluarga,masyarakat, dan negara. Jangan juga mau menjadi generasi perusak, karena negara ini membutuhkan generasi yang cerdas, kreatif dan inovatif. Ancaman radikalisme dan terorisme memang tidak bisa dianggap remeh. Berbagai strategi harus disiapkan, agar tidak lagi banyak generasi penerus yang menjadi korban. Bukankah negeri ini lebih indah jika penuh dengan keberagaman? Karena keberagaman itu anugerah dari Tuhan, semestinya kita turut menjaganya.