Penggerak utama ceritanya yaitu Gurutta (ulama masyhur di Makassar yang bertutur dan berperilaku lembut), Ambo Uleng (kelasi kapal yang sedang patah hati), Kapten Phillips (nakhoda Blitar Holland yang baik hati dan egaliter), Daeng Andipati (pengusaha kaya), Anna & Elsa (Anak Daeng Andipati yang cerdas dan periang), Bonda Upe (mantan pelacur di Batavia yang hijrah menjadi guru ngaji), dan Sergeant Lucas (serdadu Belanda yang bengis). Mereka berada dalam satu kapal selama berbulan-bulan.
Sebagai novel best seller, peraih buku Islam terbaik kategori fiksi dewasa Islamic Book Award 2015, Tere Liye berhasil memasukkan konflik keagamaan, konflik batin, dan konflik kebangsaan. Dia membuka fakta jika tak semua orang Belanda menyetujui Hindia Belanda terus-menerus berada dalam penjajahan. Meski begitu, banyak juga pihak Belanda yang penuh curiga pada inlander (pribumi), termasuk pada ulama-ulama yang saat itu bergelora semangatnya agar Indonesia lekas merdeka.
Jika dibandingkan pada masa itu dengan masa sekarang, sungguh beruntung para pribumi yang hidup di zaman Indonesia telah merdeka. Sebagai yang bukan dari kalangan konglomerat/bangsawan, aku tak bisa membayangkan jika hidup di masa Indonesia belum merdeka. Aku pasti tak bisa bebas beraktivitas seperti sekarang. Tiap hari diawasi oleh serdadu-serdadu Belanda yang kejam. Mungkin juga tak bisa mengenyam pendidikan.
Setelah merdeka 1945, apa benar Indonesia sudah bebas dari penjajahan dan intaian serdadu-serdadu Belanda? Atau mungkin ada serdadu-serdadu lain yang tak kasat mata?