Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Paradoks Pengembangan Ekowisata di Desa

29 Februari 2020   04:49 Diperbarui: 1 Maret 2020   02:09 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | (KOMPAS.COM/RONNY ADOLOF BUOL)

Kawan Saya bernama Fumiko Furukawa (Dosen dari Kobe University Jepang) yang pernah studi banding bersama mahasiswanya di Tongke-Tongke mengagumi keindahan kawasan ini---tetapi ia terkejut dan sangat terganggu dengan sampah plastik yang berseliweran.

Belum lagi adanya konflik kepentingan antara otoritas lokal (Kepala Desa) dan pihak Pemerintah Daerah Sinjai terkait pembagian pemasukan. Hal ini berakibat pada tidak adanya pengembangan serius di Tongke-Tongke yang berdampak positif pada masyarakat di sekitarnya.

Di Kabupaten sebelahnya yakni Bulukumba juga mulai tertarik mengembangkan wisata mangrove. Tepatnya di Desa Mannyampa Kecamatan Ujungloe Kabupaten Bulukumba---sebuah kawasan wisata baru bernama "Mangrove Luppung" juga diperkenalkan di awal tahun 2020.

Antusias warga sekitar cukup tinggi mengunjunginya, terutama untuk kepentingan swafoto dan mungkin melunasi rasa penasaran. Sayangnya, seperti banyak spot ekowisata di banyak tempat, Luppung juga diselimuti banyak kelemahan.

Merawat keberlanjutan

Di mana masalahnya?

Pertama, perencanaan pembangunan ekowisata di desa tidak memikirkan aspek keberlanjutannya.

Kedua, biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan destinasi ekowisata seringkali hanya terfokus pada penataan ruang tanpa memikirkan inovasi, kreativitas dan kekhasannya.

Misal, bagaimana menawarkan sesuatu yang sungguh otentik dan memukau, fasilitas yang ramah bagi pengunjung serta wisata ramah lingkungan---ini semua selalu absen dalam lanskap ekowisata di desa.

Di desa-desa lain di Indonesia, juga hampir mengalami hal yang sama. Seringkali karena latah-latahan melihat sepak terjang desa lain, sebuah destinasi ekowisata dibangun sekadar mengandalkan eksotika alam.

Tanpa perencanaan berkelanjutan dan manajemen yang baik, destinasi itu akan mati suri seiring waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun