Tentunya dengan Pulau Jawa sebagai penyumbang terbesar karena kepadatan penduduknya yang lebih tinggi dibandingkan pulau lainnya (Irma Garnesia, Tirto.id).
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (B3), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan proyeksi volume sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga pada 2018 mencapai 66, 5 juta ton. Artinya, menurut Vivien, setiap orang menghasilkan 0,7 kg sampah per hari.
Bayangkan, betapa besar beban persampahan nasional.
Pada saat yang sama, kita masih mengalami masalah besar yakni infrastruktur pengolahan sampah belumlah memadai.
Masih menurut Vivien, untuk membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang bagus membutuhkan biaya sekitar 125 ribu per ton sampah.
Faktanya, pemerintah daerah umumnya hanya menyiapkan anggaran sebesar 30 juta. Tidak heran bila tidak semua daerah di Indonesia memiliki TPA dengan standar pemilahan dan pengolahan sampah yang representatif.
Perubahan Paradigma
Padahal permasalahan sampah tidak saja pada perihal produksi dan keterangkutannya, tetapi juga pada masalah pemilahannya.
Data BPS 2014 menunjukkan kesadaran masyarakat Indonesia dalam pemilahan sampah masih tergolong rendah. Perilaku tidak memilah sampah sebelum dibuang naik dari 76,31 persen pada 2013 menjadi 81,16 persen di 2014.
Maluku Utara adalah daerah dengan kesadaran memilah sampah terendah di Indonesia. Pada 2014, 91,82 persen rumah tangga menyatakan tidak memilah sampahnya sebelum dibuang.
Secara statistik, baru Provinsi Sulawesi Selatan yang masyarakatnya cukup tinggi dalam kesadaran memilah sampah. Sebanyak 31,88 persen rumah tangga yang sudah melakukan pemilahan sampah dan 68,11 persen belum memilah sampah.