Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengulas Mengenai Konsep Behaviorisme dalam Politik (Part III)

11 Maret 2015   23:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:47 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuasaan Sebagai Pengaruh II: Pengaruh Tak Langsung dan Reaksi yang Diharapkan

Masalah kedua adalah pandangan bahwa kekuasaan berelasi dengan pengaruh. Karena kekuasaan adalah kemampuan membuat pebedaan, maka dia kemudian dipandang sebagai pengaruh yang unsur utamanya adalah kausalitas dan intensionalitas.

Ada dua cara membedakan kekuasaan dan pengaruh: berdasarkan intensionalitas sebagai kausalitas sarana-tujuan, atau dalam kontinum koersi dan persetujuan. Kalau kekuasaan menurut Russel adalah produksi akibat-akibat yang direncanakan, yang dapat dibeda-bedakan berdasarkan cara-cara bagaimana mempengaruhi individu-individu, maka pengaruh adalah istilah yang lebih luas yang mencakup akibat-akibat yang tidak direncanakan.

Jika kekuasaan berarti manipulasi terhadap dunia sosial dengan tujuan tertentu, maka pengaruh adalah kategori yang luas yang mencakup setiap bentuk manipulasi dalam bentuk apa pun. Pengaruh adalah relasi kausal yang melahirkan perubahan pada perilaku orang lain, terlepas dari perubahan ini dimaksudkan atau tidak, baik nyata atau tersembunyi, langsung atau tidak.

Pengaruh atau akibat yang tidak direncanakan memunculkan masalah ketidaksadaran. A bisa saja membuat B melakukan sesuatu yang tidak akan dilakukannya jika A tidak ada, namun hubungan pengaruh ini tidak niscaya: A bisa saja tidak sadar akan pengaruhnya pada B, dan B pun bisa jadi tidak sadar kalau dia telah terpengaruh A. Relasi ini tidak niscaya karena intensi di balik sebuah akibat tidak bisa disamakan dengan apa yang membuat akibat terjadi (sebab).

Ajaran inti pluralisme adalah bahwa dalam demokrasi Barat tidak ada satu pun pusat kekuasaan yang mampu mendominasi masyarakat, namun terdapat begitu banyak pusat tempat di mana semua orang bisa berlomba memperoleh kekuasaan politik. Maka di sini pengaruh tak langsung dan reaksi yang diharapkan berperan penting dalam menjaga agar para pemimpin tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ada pada mereka.

Pengaruh tak langsung terjadi dalam situasi di mana tidak ada interaksi langsung antara warga dan pemimpin, di mana pemimpin dikenalikan oleh reaksi warga. Dengan demikian, sikap golput dalam politik sebenarnya bukan ancaman bagi demokrasi karena dia menjadi penjamin demokrasi. Karena poliarki adalah jaminan terbaik bagi integrasi sistem, karena kekuasaan di sini dipakai demi kebaikan bersama. Golput adalah cerminan tidak adanya konflik antara berbagai kepentingan.

Peran pengaruh tak langsung menunjukkan kalau representasi berperan penting dalam pembentukan respon dan reaksi, dan bukan hanya sekadar wakil dari apa pun yang dianggap sebagai kepentingan publik. Dahl mengatakan isu politik tidak dapat dikatakan ada jika dia tidak memancing perhatian sebagian besar strata politik dan keyakinan penduduk hanya relevan jika para profesional memang terlibat aktif dalam masalah publik.

Analisis kekuasaan kemudian terbelah dua. Pertama, kemampuan membuat perbedaan dikerucutkan menjadi soal pengambilan keputusan yang fungsinya adalah sebagai sebab yang akan menjelaskan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain, sementara perubahan ini sendiri diakibatkan oleh konflik kepentingan. Kedua, mendekati persoalan dengan cara ini akan mengalihkan analisis tentang kekuasaana ke lokasi yang legitim secara politik, di mana otoritas politik direduksi menjadi otoritas legitim, dan apa-apa yang termasuk ke dalam otoritas legitim ini akan dianggap sebagai yang sosial dan yang kultural, dan terpisah dari yang politik. Perkembangan paham Behaviorisme dikembangkan oleh tiga orang pemikir, Bachrach dan Baratz serta Lukes.

Catatan

Kekuasaan dalam paham kaum behaviorisme bisa hanya terbatas pada bagaimana memahami konflik-konflik kepentingan antar aktor politik, namun tidak menjelaskan bagaimana ketika konflik itu melibatkan banyak kepentingan (pluralisme). Kalau kekuasaan merupakan upaya yang disengaja dilakukan untuk mendominasi atau menghegemoni pihak-pihak lain, maka kekeuasaan dalam pembicaraan ini sangat tidak konstan. Oleh sebab itu, menarik untuk melihat menarik untuk melihat bagaimana proses-proses evolusi dari konflik-konflik kekuasaan. Dalam arti perubahan struktur kekuasaan dari yang mendominasi dan yang didominasi sebagaimana teori strukturasi Giddens.

Tetapi, yang menarik dalam paham behaviorisme adalah cara pandang ini masih tepat dipakai dalam konteks politik kekinian. Sebab, konsepsi behaviorisme sangat mengedepankan pentingnya konteks dalam perebutan sumber-sumber kekuasaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun