Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerca

22 Desember 2020   13:12 Diperbarui: 22 Desember 2020   13:25 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih kulantunkan senandung sholawat dengan lirih. Sembari menimang seorang bayi yang baru kulahirkan tiga minggu yang lalu. Mataku tak berhenti berkutat menatap wajah mungilnya. Berharap ia segera terlelap dalam dekapan bundanya yang mencoba menenangkan.


Ini bukan pertama kalinya aku ditinggal pergi suami merantau. Tapi hari ini, ketika kata pamit datang dari mulut suamiku aku merasa sedikit keberatan. Tak ada sepatah katapun terucap dari bibirku saat ia menciumi wajah anak lelakinya juga wajahku. Aku hanya menatap kosong lalu mengikuti langkah kakinya yang mulai pergi meninggalkan rumah. Aku berhenti saat sampai teras depan, sementara suamiku telah menuju ke arah pantura yang tak pernah sepi oleh laju kendaraan. Ya, rumah kami memang tepat berada di sisi jalan pantura. Tatapku masih tetap kosong. Sambil kutimang-timang buah hati pertamaku dan suami. Ini pertama kalinya, aku ditinggal ke rantau sementara di sisi ada teman kecil yang menemani setelah sebelumnya aku selalu ditinggal sepi sendiri.


Dua hari tepat setelah kepulanganku dari rumah sakit untuk melahirkan anak pertamaku, aku mendapat masalah yang cukup besar menurutku selama aku berumah tangga. Memang, usia pernikahanku baru menginjak satu tahun, masih tergolong muda. Seperti yang suamiku katakan padaku malam itu, ketika aku menangis tersedu setelah menceritakan apa yang membuatku mendiamkannya selama beberapa hari. Katanya, ini baru ujian kecil. Di depan masih ada yang lebih berat. Tenang dan bersabarlah, karena ujian memang akan selalu datang kemudian berlalu setelah penyelesaian.


Sekali lagi, aku mengingatnya. Berbagai makian ditujukan padaku. Sementara aku hanya diam menangis tak membalas. Aku hanya sempat dua kali menegur setelah kemudian dibalas dengan bertubi makian berkepanjangan. Bukankah wajar jika aku marah, kemudian menegur? Sebab seorang wanita yang ternyata adalah tetanggaku sendiri telah merayu suamiku untuk tidur bersamanya. Ya, aku memang pendatang. Setelah menikah aku ikut tinggal di tempat suami. Aku tak paham banyak orang meski sudah setahun berada di tempat yang tak pernah henti dari bising suara laju kereta ini.


Masalah menjadi beruntun, ketika salah seorang memberikan komentar pada postingan makian wanita itu kepadaku. Aku tahu dia. Seseorang yang kupilih jasanya untuk mengabadikan acara pernikahanku setahun silam. Seperti wanita itu, ia pun berujar makian dalam komentarnya yang tertuju padaku juga suami. Dia menyebut yang terjadi adalah karma sebab kami tak mau membayar sewa video shootingnya, berikut cacian kasar yang ia lontarkan. Lalu apa memang aku tak hendak membayar? Tidak! Sebab sejak sebelum acara aku sudah hendak membayar tapi dia menolak. Pun saat tengah acara dan selesai acara, aku berkali hendak membayarnya tapi dia terus menolak. Hingga pada suatu hari dia memberi kabar padaku bahwa video sudah jadi. Saat itu aku dalam keadaan tak lagi ada cukup uang untuk membayar karena uang tersebut sudah kugunakan untuk keperluan lain. Bagaimana tidak, efek pandemi menyebabkan aku dan suami sedikit kepayahan dalam mencari penghasilan. Saat itupun aku memberi tahu lelaki itu serta meminta maaf dan meminta senggang waktu untuk membayar. Barangnya pun tak kuminta dahulu. Aku memintanya untuk sementara waktu disimpan sebelum aku sudah ada uang. Memang, salahku karena terlalu lama tak segera membayar. Pikirku barangkali lelaki itu mau memahami. Bukankah dulu saat aku hendak membayar dia seolah lelaki dermawan yang memberikan keringanan agar aku tak secepat kilat membayar jasanya? Tetapi tidak. Setelah saat aku dan suami sudah merencanakan pembayaran yang lama tertunda itu, aku harus mendengar lelaki itu mencaciku dan juga suami terlebih dahulu. Salahkukah? Kurasa tidak sepenuhnya. Karena dari awal pun aku tak berniat sama sekali untuk berhutang. Penolakannya lah yang membuat pada akhirnya semua menjadi seperti hutang. Padahal barangnya pun aku tak pernah pegang, tak pernah tahu seperti apa karena belum ia berikan. Bahkan hingga kini, saat aku dan suami hendak membayar, seperti tak ada keniatan darinya. Dari sejak kudengar cacian darinya, aku dan suami hendak membayar hari itu juga tapi tak ada kejelasan. Bahkan yang kukecewakan adalah dia mengatakan entah flashdisknya masih ada atau tidak. Begitukah cara kerjanya? Tak menyimpan barang yang jelas-jelas sudah kuamanatkan untuk menyimpannya dulu sebelum aku bisa membayar? Lalu benar sepenuhnya salahkukah? Sebab aku terlalu lama tak segera membayar? Sementara aku tidak hanya sekali memberi kabar dan meminta maaf untuk meminta kesenggangan waktu. Ya, barangkali memang sepenuhnya salahku. Salahku karena aku orang miskin seperti yang lelaki itu lontarkan di komentar postingan Facebook wanita jalang yang tak punya etika itu.

Sepoi angin seperti menjadi sahabat bagiku sekarang. Aku menjadi terbiasa berdiri atau duduk du teras depan rumah sembari menggendong malaikat kecilku. Bersenandung lirih, menikmati sejuk sepoinya. Berikut riuh laju kendaraan, kutatap dalam tatapan yang sedikit kosong. Aku memang sudah merasa sedikit lega, sebab wanita jalang itu sudah kalah telak. Saat dia terus menjelekkan dan terus mencaciku, kubalas balik dengan ketegasan. Bukankah dia sendiri yang membesar-besarkan masalah dengan memposting makian yang dia lontarkan kepadaku? Sementara aku hanya menegur secara pribadi itupun hanya sekali. Dan teguran kedua kalinya adalah ketika aku melihat dia tak henti-hentinya membuat postingan makian di Facebook untukku.


Aku sempat kecewa dengan suamiku, karena ia terlihat santai melihat aku sebagai istrinya mendapat perkataan kasar bertubi. Dan, aku tak menyangka bahwa ia kemudian justru mendatangi langsung rumah wanita jalang itu untuk menegur secara langsung meski hasilnya nihil. Wanita itu tak mau menampakkan diri. Sebab itulah kemudian dia barangkali malu sendiri. Dia menghapus semua postingan makiannya, setelah aku berkomentar cukup tegas.


"Jangan sok tahu kamu mbak, aku tak berniat berhutang sama si tukang video itu. Dianya saja yang tiap hendak dibayar selalu bilang nanti, nanti dan nanti. Ini buktinya kalau kamu tidak percaya!" sembari kulampirkan bukti screenshoot chatinganku dengan si tukang video di aplikasi WhatsApp.


"Dan, yang ngajak ribut itu siapa? Aku atau kamu? Bukankah kamu yang dari kemaren-kemaren koar-koar di Facebook. Sedangkan aku diam! Giliran didatangi rumahnya gak mau nongol!" lanjutku kemudian.


Bagaimana aku tak marah, sedangkan dia selalu memancing amarah. Dia membalikkan fakta dengan mengatakan bahwa akulah yang hanya berani berkoar-koar di sosmed. Padahal dia sendiri yang seperti itu. Sedangkan aku tidak sama sekali! Aku hanya menegur, itu pun lewat pesan pribadi dan dengan kata-kata sopan. Atau memang dia tak bisa membedakan antara makna dari koar-koar dan teguran?  Tapi tak masalah, yang penting dia sudah kalah telak. Dan aku pun tahu bahwa ternyata di sini dia memang sudah tak asing menjadi bahan gunjingan karena perilakunya yang buruk. Aku tak ingin membesar-besarkan masalah. Aku ingin mood-ku selalu dalam keadaan baik. Aku masih dalam keadaan nifas. Aku tengah menyusui anakku. Aku harus fokus untuk dan demi anakku. Hanya satu yang masih mengambang, hutang yang sama sekali tak kuinginkan keberadaannya! Dan itu masih membuat koyak pikiran.


Sudah hari kedua aku tanpa keberadaan suami di sisi. Tidak seperti kepergian sebelum-sebelumnya. Aku begitu dalam merindukannya. Bahkan sejak kemarin saat ia baru melangkahkan kaki untuk pergi. Semangat berjuang, demi aku dan anakmu, sayang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun