Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Kuterka

16 Mei 2019   18:37 Diperbarui: 16 Mei 2019   18:49 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh : Ani Siti Rohani

Ini bukan pertama kalinya. Aku pasti tidak salah lihat. Lelaki itu, aku kenal betul bagaimana wajahnya, bentuk tubuhnya. Lalu bagaimana mungkin wanita anggun di hadapanku ini selalu mengelak bahwa yang kulihat bukan Mas Ardi, kakak kandungku sendiri.

"Kamu pasti salah lihat Rasti, Mas Ardi enggak mungkin begitu," ucapnya tak memandang sedikit pun raut kekhawatiranku.

"Mbak, sebenarnya apa yang terjadi? Ada apa dengan kalian? Aku yakin betul yang kulihat sore tadi atau kemarin-kemarin adalah Mas Ardi," balasku mencoba meyakinkan.

"Sudahlah Rasti. Kamu ini kan adiknya Mas Ardi, seharusnya kamu tahu kalau Mas Ardi tidak mungkin melakukan hal seperti itu," ucapnya dengan lembut, menggenggam jemariku.

Rasanya percuma bila kukatakan seribu kali pun Mbak Riana tidak akan percaya padaku. Aku sendiri tak pernah ingin mempercayai itu. Tapi dengan jelas aku melihat semua. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Bagaimana mungkin aku salah?

Seperti hari-hari kemarin, aku mengalah. Aku memutuskan pergi dan mencoba mempercayai bahwa aku yang salah mengenali. Tidak, barangkali aku bisa menemukan bukti yang lebih meyakinkan. Bagaimana bisa aku berbuat seperti ini? Mas Ardi itu kakak kandungmu, Rasti!

Mentari menenggelamkan diri. Gelap alam meninggalkan sunyi. Aku, masih dengan ketidakpercayaanku, masih dengan kecurigaanku menyusuri jalan mengusir kebingungan.

Pernikahan mereka sudah berlangsung selama kurang lebih 5 tahun. Aku iri dengan kebahagiaan mereka. Mereka pasangan yang sangat serasi. Mas Ardi lelaki yang baik, penyayang, perhatian. 

Mbak Riana wanita yang lembut, setia, baik, penurut. Ya, aku selalu iri padanya. Karena ia seorang wanita yang penyabar, penuh kasih sayang. Sedangkan aku, ah siapa lah aku. Hanya seorang wanita keras kepala yang sampai saat ini masih belum menemukan sosok suami yang mendampingi. Aku terlalu banyak memilih. Begitu ibuku sering menasihati.

Aku selalu ingin mendapatkan yang seperti ayah, seperti Mas Ardi yang setia hanya pada satu istri. Masa laluku barangkali telah menyisakan trauma yang berlebih. Dua kali aku gagal menikah karena calonku berpaling dengan wanita lain. Benar, barangkali memang mereka bukan jodohku makanya Tuhan selalu menggagalkan. Tapi karena itu pula aku selalu khawatir, selalu khawatir ditinggal pergi atau bahkan diduakan sekalipun aku telah menikah. Pikirku berlebihan. Padahal aku tahu betul tidak semua lelaki demikian.

Malam mulai ramai. Banyak penjual jajanan berkeliaran. Aku menikmati waktu dengan duduk di sebuah warung pecel yang ada di pinggir jalan. Memesan segelas teh hangat dan seporsi nasi beserta pecel lele lengkap dengan sayur mayur dam sambel. Menyenangkan bukan? Tapi sayangnya selalu sendiri. Sudah berapa usiaku, masih saja betah sendiri dan menatap iri kemesraan keluarga Mas Ardi dan istri.

"Nasi sama pecel ayamnya Bang, dua porsi ya."

Suara itu, wanita itu. Dia wanita yang sering kulihat bersama Mas Ardi. Aku tidak mungkin salah. Tatapanku tak berlalu darinya. Aku yakin dia tidak sendiri.

"Mas Ardi," lirihku.

Benar apa dugaanku. Dia datang bersama mas Ardi. Sebenarnya siapa wanita itu. Kenapa mereka sering sekali bersama. Bahkan terlihat begitu mesra! Begitukan kelakuan kakakku sekarang?
Oh Tuhan! Rasanya kepalaku ini akan segera pecah melihat kelakuan mereka yang semakin lama semakin begitu terlihat dekat dan mesra. Selera makanku hilang sudah.

"Bang, totalanku berapa?"

"Dua puluh lima ribu aja, Mbak."
Aku segera bergegas meninggalkan tempat itu. Rasanya muak sekali melihat Mas Ardi bermesraan dengan wanita lain di hadapanku. Baiklah, meski mereka tidak mengetahui keberadaanku.
Aku memutuskan kembali menemui Mbak Riana. Dia harus tahu. Tidak peduli jika itu membuat hubungan mereka renggang atau apa. Aku malu. Aku malu melihat kakakku berbuat seperti itu. Dan aku tahu bagaimana perasaan Mbak Riana jika tahu. Lebih cepat terungkap lebih baik.
"Mbak Ri, sudah kubilang aku tidak salah lihat. Aku melihatnya dengan jelas kali ini. 

Itu Mas Ardi!" ucapku sedikit emosi.

"Tidak Rasti, kamu pasti salah lihat," balasnya tak membalas tatapanku sama sekali.

"Kalau bukan, kenapa Mbak Ri menangis?" balasku.

"Ini urusanku dengan Mas Ardi. Kamu tidak perlu ikut campur Rasti!" ucapnya sedikit membentak.

Mata itu. Aku paham sekarang. Dia menyembunyikannya sekian lama ini. Aku yakin dia tahu hal itu bahkan mungkin sebelum aku tahu. Tapi apa alasannya?

"Jadi kenapa?" tanyaku lirih.

"Tidak apa-apa Rasti, kami baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir," balasnya dengan senyum sedikit terpaksa.

"Mas Ardi selingkuh, Mbak bilang gak apa-apa?" bentakku.

Aku. Siapa aku? Benar, tak seharusnya aku ikut campur urusan rumah tangga mereka. Tapi aku tidak terima. Mbak Riana terlalu baik untuk disakiti. Dan Mas Ardi, dia lelaki yang sekian lama ini kuanggap lelaki paling baik di dunia ini setelah ayah. Lalu kenapa?

"Rasti ...."

"Mas Ardi ...."

Ah, apa-apaan ini? Wanita itu, wanita itu berani benar datang ke rumah ini.

"Kenapa kamu bisa di sini Rasti?" tanyanya tanpa sedikit pun ada perasaan bersalah. 

Dan wanita itu, aku muak sekali melihatnya. Bagaimana bisa dia hadir di tengah kebahagiaan rumah tangga kakakku dan Mbak Riana?

"Kenapa tidak? Aku ini adikmu, Mas. Salah kalau aku berkunjung, heh?" balasku.

"Tentu saja tidak. Tapi ...,"

"Siapa dia?" tanyaku memotong kata-kata mas Ardi.

"Kami bisa menjelaskannya Rasti," balas mas Ardi.

Oh Tuhan! Rasanya seleraku untuk menikah mendadak benar-benar hilang dengan apa yang kulihat hari ini. Kenapa? Kenapa bisa seperti ini?

"Biar aku yang menjelaskannya, Mas," ucap Mbak Ri. Masih dengan senyum tulusnya yang selalu membuatku iri.

Aku melihat genangan di matanya. Aku yakin ini menyakitkan. Tapi apa yang sebenarnya mereka lakukan? Aku benar-benar tak habis pikir.

"Rasti, Mas Ardi tidak bersalah. Mas Ardi bahkan sangat, sangat menyayangiku," ucapnya menggenggam tanganku.

"Tapi kamu tahu sendiri kan, Mbak tidak bisa memberikan kebahagiaan untuknya."

"Kebahagiaan macam apa, Mbak? Kenapa Mbak bisa bicara begitu padahal aku tahu kalian saling mencintai," balasku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Aku tidak bisa hamil Rasti. Selama 5 tahun ini aku tidak pernah bisa hamil. Dan aku yang memaksa Mas Ardi untuk menikah lagi," balasnya menjelaskan.

"Apa? Hanya karena itu?" tanyaku.

"Jika kamu menikah dan mengalami apa yang Mbak alami kamu pasti akan mengerti, Rasti," balasnya.

"Tapi kenapa tidak bicara dengan ibu? Kenapa harus disembunyikan?" tanyaku lagi.

"Ibu tahu Rasti. Hanya kamu yang belum karena kami tahu kamu tidak akan menyukainya," balasnya.

"Maafkan aku, Rasti," lanjutnya kemudian memelukku.

Tuhan. Inikah yang namanya pernikahan? Kenapa begitu rumit sekali. Lantas bisakah aku melakukan ini jika ini terjadi padaku? Kenapa begitu lembut sekali hatimu, Mbak Ri? Kenapa? Sekali lagi aku iri denganmu.

"Maafkan aku, Mbak," ucapku mengeratkan pelukan.

"Menikahlah Rasti. Di dalam pernikahan tidak hanya akan selalu ada kebahagiaan. Pasti akan ada duka juga pengorbanan di dalamnya. Maka salah jika kamu tidak ingin menikah hanya karena takut kepedihan akan datang di dalamnya," ucapnya lembut.

Hari ini aku menemukan pelajaran berharga. Tentang cinta, pengorbanan, ketegaran, keikhlasan darinya. Sungguh malu sekali rasanya aku, ketika menganggap pernikahan adalah sebuah kesempurnaan hidup yang hanya akan diisi oleh kebahagiaan saja. Padahal tidak sama sekali. Karena hidup tak selamanya hanya ada bahagia,  juga tak hanya ada derita, tapi keduanya pastilah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun