Mohon tunggu...
Anisah Nabilah
Anisah Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student, Faculty of Social and Political Science, University of Indonesia

Learn.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Kristen Gray dalam Sudut Pandang Orientalisme

18 April 2021   16:51 Diperbarui: 18 April 2021   17:23 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Orientalisme menurut Edward Said merupakan sebuah paham yang merevolusi studi tentang Timur dan membantu menciptakan bidang studi baru seperti teori pasca-kolonial serta mempengaruhi berbagai disiplin ilmu seperti sejarah, antropologi, ilmu politik, dan lainnya. 

Menurutnya, argumen utama dari orientalisme sendiri adalah terkait cara kita memperoleh suatu pengetahuan yang dalam hal ini tentang Timur secara tidak murni atau objektif melainkan hasil akhir dari suatu proses yang mencerminkan kepentingan tertentu. Dalam wawancaranya, Edward Said membahas terkait beberapa poin tentang orientalisme diantaranya pengulangan gambaran Timur yang abadi, orientalisme dan kekaisaran, orientalisme di Amerika, dan beberapa lainnya. Namun, pada bahasan ini, penulis memfokuskan pada poin pertama yakni pengulangan gambaran timur yang abadi di wilayah Barat.

Repertory of Orientalism atau pengulangan orientalisme merupakan salah satu poin yang dibahas oleh Edward Said dalam wawancaranya. Hal tersebut Said jelaskan terkait adanya suatu gambaran tentang Timur yang dinilai abadi dimana seolah-olah Timur tidak berkembang atau tidak mengalami kemajuan. Tentunya gambaran tersebut berbanding terbalik dengan keadaan Barat dan menjadi salah satu masalah orientalisme yang menciptakan citra di luar sejarah. 

Gambaran terkait Timur yang seperti abadi tersebut diketahui melalui deskripsi orang Arab oleh para ahli yang bahkan hidup di abad yang berbeda namun memberikan penggambaran kurang lebih mengatakan hal yang sama. Oleh karena itu, pengulangan orientalisme pada gambaran Timur yang dinilai tidak berkembang, tidak lebih maju dari Barat atau inferior tersebut seperti terus direkontruksikan dari waktu ke waktu sehingga kerapkali berbanding terbalik dengan fakta sejarah.

Berkaitan dengan hal tersebut, menilik pada kondisi yang beberapa waktu lalu sempat menghangat dan mengundang keramaian di media sosial yakni kasus dari warga negara asing, Kristen Gray, di Bali. Awal mula kasus ini naik di media sosial akibat thread yang Ia buat untuk mengajak warga negara asing lainnya tinggal di Bali di tengah-tengah pandemi saat ini pada 17 Januari 2021. 

Dalam cuitannya tersebut, Kristen Gray mengatakan bahwa tinggal di Bali sangat menguntungkan dengan biaya hidup yang lebih murah, nyaman, dan ramah bagi komunitas LGBTQ+. Juga, Ia menyatakan bahwa dapat merekomendasikan agen yang mempermudah akses untuk masuk dan tinggal di Bali. Selain itu, Ia juga menjual e-book yang berisi ajakan untuk tinggal di Bali serta jasa konsultasi. Cuitan tersebut kemudian viral dan mengundang amarah dari netizen Indonesia karena merupakan bentuk pelanggaran terhadap regulasi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah Indonesia, keimigrasian, serta pajak penghasilan dari hasil bisnis e-book dan jasa konsultasi tersebut.

Keterkaitannya dengan repertory of orientalisme adalah terkait pengalaman subjektif dari Kristen Gray di Bali yang disebarkan melalui cuitan di media sosial sehingga berpotensi untuk membangun pandangan terkait Bali yang mana dari sisi Orientalisme, Kristen Gray merupakan masyarat Barat dan Bali merupakan bagian dari wilayah Timur. 

Pengalaman tersebut dijadikan bisnis ajakan kepada orang asing untuk tinggal di Bali dengan rekomendasi akses yang mempermudah untuk masuk ke Bali di tengah pandemi menunjukkan sikap Kristen Gray yang memandang rendah regulasi yang berlaku di Bali dimana Ia menjamin bahwa masuk ke Bali adalah hal yang mudah dengan akses yang dimilikinya. 

Kemudian, pandangannya bahwa Bali adalah wilayah ramah terhadap LGBTQ+ juga menunjukkan minimnya rasa menghargai kebudayaan dan adat istiadat di Bali Indonesia yang mana dari jumlah populasi di Indonesia hanya 9% yang tidak mempermasalahkan keberadaan komunitas tersebut. Selain itu, bisnis penjualan e-book dan jasa konsultasi yang dia lakukan di Bali juga melanggar regulasi terkait pajak penghasilan yang mana Ia tidak membayarkannya karena visa yang Ia miliki adalah visa kunjungan atau liburan bukan bekerja serta telah overstay.

Berdasarkan penjelasan di atas, cuitan dari Kristen Gray yang kemudian disebarkan melalui media sosial dapat membangun kembali pandangan tentang Bali. Pandangan tersebut berupa gambaran bahwa Bali merupakan wilayah yang minim keketatan regulasi, mudah dimasuki oleh orang asing, serta menerima budaya yang dibawa dari luar seperti LGBTQ+ yang sebetulnya kontra sekali dengan kebudayaan di Indonesia termasuk Bali. Sehingga pandangan yang disebarkan tersebut akan berulang dalam pemikiran orang-orang Barat tentang Bali dan dapat menjadi stigma.

Referensi : 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun