Pembangunan Ibu Kota Nusantara atau yang bisa dikenal dengan sebutan IKN adalah proyek ambisius yang diharapkan akan membawa Indonesia menuju era modernisasi yang lebih maju. Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dengan tujuan menciptakan pusat pemerintahan yang lebih efisien, mengurangi beban Pulau Jawa, dan mendorong pemerataan ekonomi nasional. Akan tetapi, akhir-akhir ini kerap ramai diperbincangkan mengenai berita pemblokiran anggaran sebesar Rp 14 triliun rupiah oleh Kementrian Keuangan yang sebelumnya dialokasikan untuk pembangunan IKN. Pertanyaannya, apakah pada kondisi ini akan membuat Ibu Kota Nusantara (IKN) akan gagal melangkah menuju tahap 'Lepas Landas' dalam pembanguan ekonomi yang telah dijelaskan dalam teori pertumbuhan Rostow?.
Pemblokiran anggaran proyek IKN oleh Kementrian Keuangan terjadi karena adanya upaya untuk menjaga keseimbangan fiskal negara. Dari total awal anggaran sebesar Rp 29 triliun rupiah yang akan dialokasikan untuk Kementrian PUPR, setengahnya diblokir, sehingga perencanaan proyek IKN ini harus disesuaikan dengan kondisi dana yang ada. Banyak nya pihak yang mempertanyakan apakah proyek ini masih layak untuk dilanjutkan dan menjadi prioritas di tengah tantangan ekonomi yang terjadi saat ini. Beberapa DPR menilai bahwa anggaran seharusnya dialihkan untuk kebutuhan yang mendesak seperti kesehatan, pendidikan, dan infastruktur yang mendasar. Tak hanya itu, kurangnya transparansi dalam pembangunan proyek ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang efektivitas dan manfaat jangka panjangnya.
Jika dikaitkan dengan teori pertumbuhan Rostow, pembangunan Ibu Kota Nusantara bisa diartikan sebagai bagian dari tahap 'Prakondisi Lepas Landas', yakni tahap di mana investasi besar dalam infrastruktur akan menjadi prasyarat utama untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Akan tetapi, dengan adanya pemblokiran anggaran ini akan menghambat transisi ke tahap 'Lepas Landas' yang ditandai dengan lonjakan pertumbuhan ekonomi dan ekspansi industri.
Walt Whitman Rostow mengklasifikasi pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahap, dimulai dari masyarakat tradisional yang masih bergantung dengan sektor agraris dan dengan produktivitas yang rendah, sehingga tahap konsumsi tinggi di mana masyarakat menikmati kesejahteraan dan tingkat konsumsi yang meningkat. Sebelum adanya proyek IKN, masyarakat sekitar di Kalimantan Timur masih banyak yang bergantung pada sektor perkebunan dan pertambangan sebagai penggerak ekonomi nya. Dengan adanya pembangunan ibu kota baru, diharapkan ekonomi di wilayah Provinsi Kalimantan Timur bisa memasuki tahap 'Prakondisi Lepas Landas', di mana investasi besar dalam infrasuktur dapat menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu, jika pemblokiran anggaran ini tidak segera diatasi, kemungkinan besar proyek IKN akan mengalami stagnan dan gagal untuk mencapai tahap pertumbuhan yang lebih tinggi.
Dengan adanya pemblokiran anggaran ini juga akan berpotensi menunda pembangunan infrastruktur utama yang ada di IKN, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik yang seharusnya akan menjadi fondasi kota baru. Jika dari infrastruktr yang tertunda tersebut, maka daya tarik IKN sebagai pusat investasi juga akan berkurang, yang pada akhirnya akan membuat proyek ini akan kehilangan kesempatan. Selain itu, ketidakpastian dalam aliran pendanaan juga dapat menurunkan kepercayaan investor swasta terhadap kelangsungan proyek. Meskipun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berusaha mencari investor untuk membantu pembangunan, pemblokiran anggaran ini bisa menjadi sinyal negatif bagi calon investor. Jika mereka merasa bahwa proyek ini tidak mendapat dukungan penuh dari pemerintah, maka kemungkinan besar mereka akan memilih untuk menunda atau mengurungkan niat investasi mereka.Â
Meskipun pembangunan IKN sedang mengalami masalah yang cukup krusial, pemerintah masih menunjukkan komitmennya untuk melanjutkan proyek ini. Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui anggaran sebesar Rp 48,8 triliun rupiah untuk pembangunan infrastruktur IKN pada periode 2025-2028 yang menunjukkan bahwa proyek ini akan tetap menjadi prioritas dalam jangka panjang. Tak hanya itu, Otorita IKN masih terus mencari solusi agar proyek ini tetap berjalan, salah satunya adalah dengan menyiapkan groundbreaking untuk proyek senilai Rp 6,9 triliun rupiah yang melibatkan BUMN dan sektor swasta. Dengan adanya keterlibatan yang lebih banyak, diharapkan pembangunan IKN ini tidak bergantung pada anggaran negara saja. Transparansi dan pertanggungjawaban juga menjadi salah satu kunci dalam menjaga keberlangsungan proyek ini. Pemerintah juga perlu lebih terbuka dalam menjelaskan rencana anggaran, investasi, serta dampak ekonomi jangka panjang yang bisa dihasilkan dalam pembangunan IKN. Jika masyarakat dan investor memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang manfaat proyek ini, maka kemungkinan besar dukungan terhadap IKN juga akan meingkat. Selain itu, pembangunan IKN bisa dilakukan secara bertahap dengan fokus yang pada infrastruktur yang sekiranya paling mendesak terlebih dahulu. Dengan ini, proyek bisa tetap berjalan tanpa membebani anggaran dana negara secara berlebihan dalam satu waktu. Prioritas utama bisa diberikan pada infastrukur dasar seperti jalan utama, pasokan air bersih, dan sistem kelistrikan, sebelum melangkah ke tahap pembangunan gedung-gedung pemerintahan dan pusat bisnis lainnya. Pemerintah juga dapat mempercepat masuknya investasi swasta dengan memberikan insentif yang menarik bagi para investor, seperti memberikan keringanan pajak, kepastian hukum, dan regulasi yang mendukung. Jika sektor swasta lebih aktif berpartisipasi dalam pembangunan proyek ini, maka ketergantungan pada APBN bisa dikurangi, dan proyek IKN tetap bisa berjalan meskipun ada keterbatasan anggaran negara.
Pemblokiran anggaran sebesar Rp 14 triliun rupiah untuk proyek pembangunan IKN ini menimbulkan masalah serius bagi keberlangsungan pembangunan ibu kota baru. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan dan kondisi fiskal negara serta kebutuhan pembangunan lain yang dianggap lebih mendesak. Akan tetapi, di sisi lain, penundaan proyek ini juga bisa berdampak negatif terhadap kepercayaan investor, pertumbuhan ekonomi lokal, dan potensi Indonesia untuk naik ke tahap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.Â
Jika dikaitkan dengan teori pertumbuhan pembangunan ekonomi Rostow, proyek IKN saat ini berada pada tahap 'Prakondisi Lepas Ladas', di mana investasi besar dalam infrastruktur seharusnya mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Tetapi, dengan adanya pemblokiran anggaran ini, akan ada risiko bahwa proyek ini tidak bisa mencapau tahap 'Lepas Landas', yang seharusnya ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan. Di sisi lain, pemerintah juga masih memiliki opsi untuk menjaga keberlangsungan proyek ini, salah satunya adalah dengan mencari sumber pendanaan alternatif, meningkatkan transparansi, serta melakukan pembangunan secara bertahap. Jika strategi ini nantinya akan berhasil, diterapkan, maka Indonesia masih memliki peluang untuk membawa proyek IKN Ini ke tahap pertumbuhan ekonomi yang lebih maju. Keberhasilan atau kegagalan proyek pembangunan IKN ini nantinya akan bergantung pada keputusan yang akan diambil dalam waktu dekat. Jika langkah-langkah strategi tidak segera dilakukan, maka bisa jadi kemungkinan bahwa proyek ini saja mandek dan kehilangan momentum, yang pada akhirnya akan menghambat upaya Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Setelah membahas teori pertumbuhan Rostow dan tantangan finansial yang dihadapi proyek IKN, ada satu pertanyaan besar yang masih menggantung: Jika proyek ini tetap berjalan, apakah IKN benar-benar akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau justru akan berakhir sebagai kota hantu?
Dalam beberapa kasus, proyek pembangunan ibu kota baru yang ambisius bisa gagal mencapai tujuannya. Salah satu contoh yang sering disebut adalah Naypyidaw di Myanmar. Kota ini dibangun dengan infrastruktur megah, tetapi hingga kini masih jauh dari kata ramai. Aktivitas ekonomi dan populasi tidak berkembang sesuai harapan, sehingga kota tersebut justru menjadi simbol kegagalan dalam pemindahan ibu kota.
Bagaimana dengan IKN? Apakah proyek ini bisa mengalami nasib serupa?