Mohon tunggu...
Anisa Delvia
Anisa Delvia Mohon Tunggu... Penulis - haiii

bantu tugas akuu yaa

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Mengulik Dampak Cyberbullying Terhadap Kesehatan Mental

11 April 2021   22:46 Diperbarui: 11 April 2021   23:38 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by : Anisa Delvia Hasnah 


Perkembangan internet banyak dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan orang lain yg umumnya dilakukan melalui sosial media. Dalam berkomunikasi itu sendiri perlu adanya etika untuk mewujudkan syarat yang ideal. Tidak mengungkapkan kasar, ramah & sopan merupakan komunikasi yang ideal. Selain itu, menduga orang lain sebagai manusia & menghargai orang lain merupakan etika dalam berkomunikasi. Dalam memakai sosial media, terdapat etika yg wajib dimengerti untuk mewujudkan syarat yg ideal, misalnya tidak membuat tulisan atau mengomentari sesuatu yang merugikan pihak tertentu dan tidak berbagi informasi yang tidak benar. Hal tersebut bahkan sudah terdapat larangannya secara formal yang mengatur bahwa dalam berkomunikasi & bersosial media harus ada etika.


Namun dalam kenyataannya, terdapat tindakan-tindakan mengungkapkan kasar atau melukai orang lain yang dikenal dengan cyberbullying. Cyberbullying (perundungan dunia maya) adalah bullying/perundungan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi pada media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel. Cyberbullying adalah perilaku berulang yang memiliki tujuan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Menurut hasil riset Polling Indonesia yang berhubungan dengan Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APJII), kurang lebih 49 % Warganet di Indonesia pernah sebagai sasaran bullying pada media sosial. Hal ini juga didukung oleh Sekjen APJII, Hanri Kasyfi yang menyampaikan bahwa hal tersebut dihasilkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada para pengguna internet pada Indonesia selama periode bulan Maret sampai 14 April 2019.


Hasil penelitian yang dimuat pada Jurnal of Medical Internet Research menyatakan bahwa yang sebagai korban bullying pada media sosial akan lebih berpeluang besar untuk menyakiti diri sendiri sampai melakukan bunuh diri. Seperti kasus meninggalnya Sulli, aktris dan penyanyi asal Korea Selatan baru-baru ini yang bunuh diri ditimbulkan oleh depresi akibat cyberbullying. Berdasarkan penyelidikan, Sulli seringkali menerima komentar negatif pada media sosial. Komentar negatif yang ada tersebut berkaitan dengan gaya busana, bentuk badan, sampai kehidupan pribadinya.

Menurut psikolog kenyataan cyberbullying lebih berbahaya dibandingkan dengan bullying fisik, lantaran tindakan ini terjadi selama 24 jam dan rerata tidak bisa diawasi oleh orang tua. Psikolog Katarina Ira Puspita yang tergabung pada Kasandra And Associates Psychological Practice menyampaikan tindakan cyberbullying adalah salah-satu pengaruh penggunaan teknologi informasi dan tindakan ini sangat berbahaya. “Bisa berdampak terhadap tindakan bunuh diri bagi si korban cyberbullying,” tuturnya.


Lantaran dianggap berbahaya, alasan cyberbullying yang bisa merenggut nyawa seorang yaitu mengalami gangguan emosional yang relatif parah sebagai akibatnya kasus yg diderita korban bullying ini juga menjadi cukup parah kerena gangguannya bisa menunjukkan keganjilan, misalnya kesulitan berteman sampai kesulitan untuk berkomunikasi. Lalu, tidak terdapat tempat buat berbagi sebagai akibatnya seorang yang mengalami bullying ini juga kerap kali tidak mampu berbagi permasalahan yang sedang dia alami, mereka lebih memilih buat menyimpannya seseorang diri. Perilaku mengurung diri dan tidak ingin berteman dengan siapapun juga didukung dengan minimnya perhatian dari keluaraga, sebagai akibatnya korban bullying beropini bahwa mengakhiri hidupnya merupakan jalan terbaik. Serta kurangnya pencerahan dari pelaku.


Cyber bullying dipercaya bisa membunuh seorang lantaran kurangnya pencerahan berdasarkan para pelaku, Mereka menduga bahwa bullying merupakan hal yang biasa. Menurut seorang Psikiater berdasarkan Turku University Finlandia sebaiknya para orangtua, guru, sampai anak remaja bisa mengetahui dan lebih tahu bahayanya berdasarkan kejahatan dalam dunia maya. Komentar yang negatif yang diberikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab masih dipercaya menjadi sesuatu yang lumrah, tanpa memikirkan para korban yang mendapat komentar-komentar negatif tersebut. apabila demikian, lantaran kurangnya kesadaran dari para pelaku membuat korban bullying memilih buat mengakhiri karena merasa depresi dengan segala komentar negatif yang dia terima.


Hidup terlalu berharga untuk terus diratapi dalam kesedihan. Jangan terlalu larut dalam komentar negatif yang dapat merusak hidup kamu. Maka yang harus dilakukan adalah stand up dan lawan siapapun yang menganggu kamu di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun