Mohon tunggu...
Anisa Cantika Putri
Anisa Cantika Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Money

Meredam Ekspetasi Inflasi Tinggi dengan Kenaikan Suku Bunga

13 Desember 2022   18:29 Diperbarui: 13 Desember 2022   19:08 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam perkonomian inflasi merupakan suatu hal yang selalu menjadi bayang -- bayang menakutkan. Inflasi sendiri merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu, salah satu faktor yang mendorong kenaikan bunga acuan Bank Indonesia adalah ekspektasi kenaikan inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada awal September 2022. 

Ekspektasi itu terbukti ketika Badan Pusat Statistik pada 3 Oktober 2022 melaporkan bahwa tingkat inflasi pada September 2022 sebesar 5,95%. Angka inflasi ini lebih tinggi dari tingkat inflasi pada bulan sebelumnya yaitu sebesar 4,69%.

Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak bisa membebaskan diri dari pengaruh perekonomian dunia yang dinamis dan sarat dengan berbagai persoalan. 

Dalam terminologi ekonomi, kebijakan ini disebut sebagai counter-cyclical policy yaitu kebijakan moneter yang bertujuan menahan laju perkembangan variabel ekonomi yang sedang menuju titik ekstrem. 

Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan kegiatan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pemerintah sebelumnya telah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5%-5,3% dan pertumbuhan kredit sebesar 9%-11% pada 2022.

Inflasi tinggi yang melanda di berbagai negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga, meski terpuruknya perekonomian menjadi taruhannya. Maklum saja, jika inflasi sampai mendarah daging, maka dampaknya akan jauh lebih buruk ketimbang resesi. Selain pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat kenaikan suku bunga acuan dapat meredam ekspetasi inflasi tinggi yang dirasakan oleh para pelaku ekonomi.

Baru -- baru ini menurut salah satu pengamat ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono PhD beliau mengatakan bahwa kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia merupakan langkah untuk meredam ekspektasi inflasi yang tinggi (overshoting) akibat tekanan dari sektor eksternal. Kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia merupakan langkah dalam menekan laju inflasi dan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. 

Hal ini merupakan tangggapan dari fakta bahwa Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunganya sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen pada rapat Dewan Gubernur pada Oktober 2022 dan kenaikan tersebut tidak dapat dihindari.

Langkah Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan ini nantinya akan menjadi langkah awal untuk memastikan inflasi kembali ke titik sasaran di semester pertama pada tahun 2023 yang mana di tahun semester pertama pada bulan september tahun 2022 saat ini inflasi di luar sasaran yaitu sebesar 5,95. Kebijakan ini juga bertujuan untuk memitigasi risiko infalsi yang ekspetasi inflasi yang tinggi. Inflasi ini terjadi juga karna kenaikan harga Bahan Bakar Minyak non subsidi dan inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food di saat gejolak harga energi dan pangan global terjadi.

Sejauh ini inflasi domestik tidak terpengaruh atau tidak mengalami penurunan disaat adanya penekanan dari internal hal ini dapat dilihat dari dampak langsung dan tidak langsung dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang terjadi di masyarakat serta aspek produksi dan konsumsi yang masih terus menerus meningkat hari demi hari.

Selain itu adanya isu terbaru yang sedang memanas saat ini yaitu resesi globlal yang diperkirakan akan terjadi di tahun yang akan datang yakni tahun 2023, yang semakin hari isu ini semakin berhembus kencang dan semakin membuat pesimisme para pelaku ekonomi semakin menjadi bertambah kuat. 

Beberapa hal yang menyebkan isu ini semakin kuat diantaranya adalah adanya tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan juga ledakan kenaikan harga barang komoditas yang terjadi akibat dari adanya konflik geopolitik yang terjadi di rusia dan ukraina yang mana ini merupakan penyebab utama peningkatan inflasi global.

Pengetatan moneter yang terjadi di sejumlah negara di dunia  yang bertujuan untuk meredam inflasi yang terlalu tinggi saat ini menyebabkan perekonomian dunia menjadi kaku, sehingga hal ini membuat para pelaku ekonomi berekspetasi dan berspekulasi bahwa isu stagflasi bisa menjadi kenyataan yang mana ini menjadi bayang bayang yang menakutkan bagi para pelaku ekonomi saat ini.

Selain itu juga disisi nilai tukar rupiah terdapat permasalahan yang terjadi seperti melemahnya nilai tukar rupiah,  potensi dari pengetatan moneter yang terjadi di sejumlah negara di dunia saat ini serta dampak dari sejumlah faktor risiko, baik dari sisi kondisi makroekonomi domestik maupun gejolak eksternal, tetap perlu diwaspadai.   karena pada bulan oktober ini nilai rupiah melemah atu jatuh di atas Rp. 15.000 akibat derasnya Capital Outflow sebagai imbas dari suku bunga luar negeri yang saat ini sedang bergejolak.

Di Amerika Serikat dan Eropa yang biasanya mencatat inflasi lebih rendah dari Indonesia, kini nyaris menyentuh 10%. Beberapa negara lain juga menyentuh inflasi dua digit. Inflasi tinggi ini karena bank sentral tidak bisa menjaga ekspektasi inflasi. Nantinya tanda tanda inflasi inti ini akan terus memanas kedepannya, dan kenaikan suku bunga lanjutn masih bisa dilanjutkan.

Kebijakan Bank Indonesia dalam menaikkan suku bunga ini juga tentunya memiliki alasan yang mendasar yaitu untuk melindungi aset, terutama aset rupiah agar dipandang menarik bagi investor portofolio asing. Serta pastinya Bank Indonesia sudah memperkirakan dan menghitung agar tidak menggerus dan mendistorsi target laju pertumbuhan ekonomi pasca pandemi.

Meskipun perlu di ingat bahwa nanti pada waktunya suku bunga kredit akan naik mengikuti pergerakan suku bunga acuan. Ini kemudian berpotensi akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang. Dan juga bisa saja pertumbuhan kredit akan menurun di saat suku bunga sudah mulai merangkak tinggi. Kita perlu yakin bahwa kebijakan suku bunga Bank Indonesia ke depan akan terukur sehingga tidak akan ada dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Jadi sebaiknya Bank Indonesia dalam kebijakannya menaikkan suku bunga  di naikkan secara bertahap, dan bila memang kedepannya inflasi makin tinggi, suku bunga bisa dinaikkan sedikit -- sedikit, jangan seperti negara negara lain yang menaikkan suku bunga acuan secara signifikan, karena itu nantinya bisa mengganggu dan menghambat pertumbuhan perekonomian. Perkiraan suku bunga acuan bisa naik sekitas 100 bps hingga 150 bps hingga akhir tahun 2022 ini.

Selain itu, arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia ke depan juga akan bergantung dengan kebijakan dari The Fed. Sejauh ini, ekspektasi suku bunga The Fed bisa naik sebesar 100 bps hingga akhir tahun. 

Sejauh ini, momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia masih baik. Dengan langkah yang diambil pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjangkar inflasi, diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tahun 2022 untuk tumbuh minimal 5,2% secara tahunan serta diharapkan ke depannya Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.

Oleh karena itu Bank Indonesia sendiri mau tidak mau harus menaikkan suku bunga sampai mencapai taraf tertentu yang bertujuan untuk menekan inflasi, stabilisasi nilai tukar rupiah serta guna menjaga rupiah agar tetap terlihat menarik. Walaupun nantinya Bank Indonesia dengan kebijakan moneter menaikkan suku bunga  ini tidak bisa untuk membendung Capital Outflow sepenuhnya, tetapi setidaknya Bank Indonesia memberikan Kebijkan yang jelas untuk menjaga ekspetasi para pelaku ekonomi.

Meskipun demikian, kebijakan suku bunga tetap harus dinamis, terukur, dan mampu menstimulasi perekonomian agar sektor riil dapat bergerak. Ibarat rem dan gas, menaikkan dan menurunkan suku bunga harus dilakukan agar stabilitas ekonomi terjaga sehingga target pertumbuhan ekonomi tercapai. Selain itu, tujuan perekonomian yang sejatinya adalah menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial dapat diwujudkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun