Slow Living = Malas-malasan?
Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, konsep slow living makin populer. Berbeda dengan malas-malasan, slow living merupakan gaya hidup yang lebih sadar, tenang, dan berfokus pada kualitas daripada kuantitas. Alih-alih terburu-buru menyelesaikan banyak hal dalam waktu singkat, slow living memungkinkan manusia memperlambat ritme hidup agar lebih seimbang dan bahagia. Hidup menjadi lebih sederhana dan bermakna.
Slow Living di Klaten
Menelisik makna slow living, kota-kota besar tentunya langsung tereliminasi jika ingin menerapkan gaya hidup ini. Untuk hidup tenang dan berkualitas, rasanya tidak cocok jika masih harus bergulat dengan polusi, kemacetan, gaya hidup, dan biaya hidup yang makin gila-gilaan di kota besar. Jika sudah yakin ingin menerapkan slow living, Anda dapat memasukkan Klaten sebagai salah satu opsi. Ada banyak faktor yang membuat Klaten sesuai sebagai pilihan tempat tinggal yang nyaman, aman, dan damai.
- Kuliner Ramah Kantong
Klaten terkenal dengan sotonya, baik soto ayam atau soto sapi. Pagi, siang, bahkan malam, warung-warung soto tersebar di penjuru Klaten. Harganya pun tergolong murah, mulai dari Rp4.500/porsi. Sebagai pelengkap, Anda bisa menambahkan aneka gorengan yang biasanya dibanderol dengan harga Rp1.000 saja. Boleh juga ditambahkan aneka sate dan kerupuk yang biasanya tersedia di meja warung makan. Dengan biaya kurang dari Rp10.000, Anda sudah bisa mengenyangkan perut.
Selain soto, kuliner lain yang mudah dijumpai di Klaten adalah nasi kucing yang dapat ditemukan di berbagai angkringan. Di Klaten, angkringan biasanya buka mulai siang hingga malam hari. Ada juga yang buka pagi hari meski tidak terlalu banyak. Nasi kucing di angkringan biasanya dihargai Rp3.000/porsi. Isinya beragam, mulai dari sambal belut, sambal teri, dan lain sebagainya. Dengan budget seadanya sudah bisa mengenyangkan perut sekaligus nongkrong berjam-jam dengan teman. Hal yang sulit didapat di kota-kota besar. Selain kuliner di atas, tentunya masih banyak pilihan kuliner nikmat lainnya yang juga murah meriah dan tidak menguras kantong.
- Anti Macet-Macet Klub
Salah satu persoalan paling mengesalkan saat tinggal di kota besar tentunya adalah kemacetan. Transportasi publik dan pribadi tumpah ruah memenuhi jalanan. Ditambah suara klakson bersahutan yang membuat suasana makin riuh dan mencekam bagi pengguna jalan. Di Klaten, semua itu jarang terjadi. Pertama, Klaten tidak memiliki transportasi publik yang beroperasi dalam kota. Hampir seluruh warga Klaten menggunakan transportasi pribadi untuk bepergian, seperti sepeda, motor, dan mobil. Jumlah kendaraan di Klaten juga tidak sebanyak di kota besar sehingga jalan raya tampak lengang meskipun di jam-jam krusial, seperti pagi dan sore hari.
Suara klakson bersahutan hampir jarang terjadi di Klaten. Selain karena tidak adanya sumber kemacetan, kemungkinan juga karena budaya pakewuh yang masih menjadi prinsip hidup orang Jawa. Sebisa mungkin tidak saling ganggu, apalagi membuat keributan. Kalau ada mecet, paling-paling karena bangjo (lampu merah) atau perlintasan kereta api. Itu pun relatif tertib tanpa diwarnai suara klakson dan gerutuan, seperti yang kerap terjadi di kota besar.
- Healing Nggak Perlu Jauh dan Mahal
Di Klaten, kalau mau healing tidak perlu jauh-jauh ke keluar kota. Anda bisa ngopi di kedai kopi dengan pemandangan sawah yang asri, tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. Banyak sekali warung-warung dengan posisi strategis yang menyajikan view berlatar alam, salah satunya Gunung Merapi. Letaknya pun tidak jauh dari pusat kota.
Kalau ingin wisata air, cukup ke daerah Polanharjo yang terkenal dengan umbulnya. Umbul merupakan mata air yang muncur dari dalam tanah secara alami. Daerah ini juga yang membuat Klaten mendapat julukan sebagai daerah 1.001 umbul. Jaraknya kurang lebih hanya 30 menit dari pusat kota. Di daerah ini, ada banyak pilihan kolam renang alami yang cocok dijadikan destinasi wisata bersama keluarga. Tarif masuknya pun relatif murah, mulai dari Rp3.000 saja. Berwisata bersama keluarga di umbul selain menyenangkan juga menenangkan karena tidak perlu menghabiskan banyak uang.
- Warganya Guyub dan Ramah
Di kota-kota besar, individualisme menjadi hal yang tidak terhindarkan. Kebanyakan orang sebisa mungkin tidak mencampuri urusan orang lain dengan dalih privasi. Hal tersebut tidak berlaku di Klaten. Tetangga bikin hajatan? Wajib rewang (membantu persiapan acara). Tetangga sakit? Sudah pasti berangkat tilikan (menjenguk). Selain itu, sebagian besar ibu-ibu di Klaten masih aktif dalam kegiatan dasawisma atau PKK sehingga masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitar dapat diselesaikan bersama. Tradisi ini menyebabkan diskriminasi sosial hampir sulit ditemukan. Tidak peduli kaya atau miskin, asalkan guyub dengan tetangga, tentu diakui dan diperlakukan setara.
Yang menarik, masyarakat Klaten memiliki tradisi "piring terbang" dalam acara pernikahan. Di kota besar, seperti Jakarta, umumnya hidangan pernikahan disajikan secara prasmanan. Tamu undangan mengambil sendiri hidangan yang ingin dinikmati. Sementara, dalam tradisi "piring terbang", tamu cukup duduk manis menunggu makanan disajikan, mulai dari makanan pembuka yang terdiri dari kue dan minuman, sup matahari sebagai makanan khas saat pernikahan, makanan utama berupa nasi dan lauk-pauk, hingga makanan penutup berupa buah atau es krim.
Biasanya, makanan-makanan tersebut dihidangkan oleh anak-anak muda yang merupakan teman atau tetangga pemilik hajat, atau bisa juga dari pemuda karang taruna setempat. Mereka membantu terselenggaranya acara sebagai wujud kepedulian dan keharmonisan masyarakat. Tradisi ini juga amat memuliakan tamu undangan. Tamu tidak perlu mengantre atau rebutan makanan, seperti yang umum terjadi pada acara pernikahan di kota-kota besar.
Keramahan warga Klaten juga dapat dilihat dari perilaku sebagian besar warganya yang murah senyum dan sapa saat bertemu. Baik kepada pendatang maupun warga asli, bahasanya halus dan sopan. Toleransi antar-umat beragama pun tidak perlu disangsikan. Saat bulan puasa, tidak heran jika warung tetap buka seperti biasa, bukan karena tidak menghormati yang berpuasa, tapi yang berpuasa juga menghormati umat beragama lain. Tidak ada ribut-ribut apalagi saling memaksakan kehendak. Sebaliknya, masyarakat non-muslim juga bersikap ramah dan santun. Berbagi makanan saat bulan puasa atau momen lainnya menjadi wujud kedewasaan dan toleransi beragama.
- Klaten Punya Jam Operasional
Beberapa kota besar memiliki julukan "kota yang tidak pernah tidur" karena tetap sibuk dan ramai hingga larut malam. Hal ini amat berbanding terbalik dengan suasana di Klaten. Jangan heran bila di atas pukul delapan malam toko, restoran, bahkan warung sudah mulai tutup. Pengguna jalan juga makin sedikit. Biasanya, hanya angkiran dan mal yang terlihat masih "hidup", selebihnya sudah kembali ke peraduan.
Begitu pula yang terjadi saat akhir pekan. Bila di kota-kota besar, mal dan pusat keramaian dipadati pengunjung, di Klaten yang terjadi sebaliknya. Di Klaten hanya ada satu mal. Maka dari itu, mal yang ramai pun hanya satu. Selebihnya, warga Klaten lebih suka liburan ke kota tetangga, seperti Yogyakarta atau Solo. Alhasil, pada akhir pekan, jalanan di Klaten malah makin lengang dibandingkan dengan hari kerja. Toko, restoran, bahkan warung banyak yang tutup karena pemiliknya juga liburan. Kota yang memang dasarnya tidak sibuk, di akhir pekan makin damai dan tenang.
Berdasarkan gambaran di atas, Klaten jelas dapat digolongkan menjadi kota tujuan untuk menerapkan gaya hidup slow living. Klaten menawarkan lingkungan yang mendukung gaya hidup ini, mulai dari kuliner yang ramah kantong, suasana yang tenang dan bebas macet, hingga warganya yang guyub dan ramah.
Dalam dunia yang semakin sibuk dan penuh tekanan, memilih untuk memperlambat langkah bukan berarti tertinggal, tetapi justru memberi kesempatan untuk menikmati hidup dengan lebih sadar dan penuh rasa syukur. Slow living mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu ditemukan dalam kesibukan atau pencapaian besar, tetapi dalam momen-momen kecil yang sering kali terlewatkan.
Jadi, sudah siapkah Anda menjalani hidup dengan lebih tenang dan berkualitas? Yuk, #bertemudiklaten!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI