Mohon tunggu...
D4U
D4U Mohon Tunggu... Mahasiswa - In Neverland With The Elf

Hanya sebuah pena yang sedan mencari tintanya. selamat datang, terima kasih sudah meluangkan waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diam Menghilang Lalu Meninggal: Siapa yang Salah?

5 November 2021   09:06 Diperbarui: 5 November 2021   09:10 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Banyak sekali!" Mata Djapar terbuka lebar. Wajahnya heran juga terkejut. "Besok akan ku bawakan bendi milik Tuan Samad."

"Tidak usah. Aku dan Ulil bisa mengangkutnya sendiri."

"Mau sampai kapan? Lebaran monyet? Rumahmu dan rumah Tuan Samad jaraknya cukup jauh. Sedangkan sekali perjalanan kamu hanya mampu membawa empat. Sudah! Jangan banyak membantah. Apa salahnya jika ku bawakan bendi? Jangan siksa kedua kakimu ini. " Ada kekehan kecil di sana. Tangan kanannya memeluk leherku kuat. Menarikku memberi tanda agar aku berjalan lebih cepat sedikit.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kediaman Tuan Samad. Apalagi jika berbincang dengan Dajapar. Waktu terbilang sangat singkat. Kami berdua seolah tidak pernah kehabisan topik untuk dibahas. Mulai dari hal sepele sampai hal yang rumit sekalipun. Terkadang, manusia serumit Djapar juga memiliki pertanyaan yang sulit dinalar oleh manusia berpendidikan di kota sana. Apalagi jika manusia kampung tak berpendidikan seperti aku yang ia beri pertanyaan. Bisa rontok rambut ini.

"Tunggu sebentar. Ku panggilkan Tuan Samad." Djapar berlari kedalam. Meninggalkan aku yang masih sibuk menurunkan dua karung goni berisi seni kaca buatanku. Ku biarkan Ulil memakan rumput liar yang terdapat di pekarangan rumah Tuan Samad. Rasa-rasanya, beliau tidak akan marah jika Ulil sedikit membantu merapihkan pekarangan.

***

Derap langkahku menyusuri  jalan. Sedikit terburu-buru karena bangun kesiangan. Badanku terasa lelah. Belum lagi ada urusan mendadak yang harus aku selesaikan tadi malam. 

Tubuhku seperti remuk. Untung saja Djapar menunaikan janjinya. Membawakan ku sebuah bendi milik keluarga Tuan Samad pagi buta tadi. Tepat saat matahari berada diujung tombak. 

Lengkap dengan kudanya pula. Jadi, Ulil bisa bersantai ria hari ini. Menikmati rumput segar di ladang milik juragan Dahlan. Bukan hanya seni kacaku yang dapat diangkut. Akupun juga diangkutnya.

Seperti biasa, aku melewati pasar desa. Hiruk-pikuk keramaian pasar bisa ku rasakan. Mulai dari penjual yang menawarkan dagangannya kepada semua orang yang melintas, perdebatan antara penjual dan pembeli. Bahkan ada juga ibu-ibu yang memilih sayur sembari bergosip. Belum lagi bau-bauan yang campur aduk. Mulai dari bau buah-buahan segar sampai ikan laut yang amis. Semua berbaur menjadi satu. Dan ramainya pasar membuat bendi yang kunaiki harus berhenti sejenak untuk mengantri.

Dapat ku dengar pembicaraan ibu-ibu di sampingku. Membicarakan ditemukannya mayat pemuda di dekat sungai perbatasan desa. Sangat mengenaskan katanya. Kakinya hilang satu dan bagian otaknya juga hilang. Karena pemuda itu bukan dari keturunan orang berada, masyarakat sekitar melaksanakan proses pemakaman dengan keikhlasan. Kejadian ini sering terjadi. Bukan dalam kurun waktu setiap hari atau setiap bulan. Penemuan mayat ini terjadi setelah aku melihat Djapar dan anak buahnya melaksanakan tugas sebagai seorang jagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun