Penolakan demi penolakan terhadap keputusan DPR untuk membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, baik dari elemen buruh, Ormas, Akademisi, dan elemen masyarakat lainnya.
Di sisi lain, DPR terus menjalankan keputusan tersebut, meskipun saat ini Indonesia sedang menghadapi wabah Covid-19. Secara logika, memang tidak dibenarkan ketika suatu lembaga yang memiliki tanggung jawab atas berbagai program hanya fokus pada satu program saja. DPR sebagai lembaga legislatif selain bertanggung jawab untuk mengawasi program-program pemerintah juga memiliki tugas untuk menyelesaikan program lainnya, termasuk membahas RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020.
Meskipun saat ini, Indonesia dihadapkan pada meluasnya kasus wabah Covid-19, namun alasan tersebut tidak dapat dibenarkan untuk mengesampingkan program prioritas lainnya. Pasalnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan salah satu program prioritas yang ke depan akan mampu memperbaiki perekonomian Indonesia melalui penciptaan iklim investasi yang lebih baik.
Penolakan beberapa elemen masyarakat atas pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan menjadi hambatan dalam pembahasan RUU tersebut. Padahal, seluruh elemen masyarakat seharusnya terlibat dalam pembahasan RUU ini, baik pihak yang pro maupun kontra harus berperan aktif dalam pembahasan RUU tersebut. Semua pihak seharusnya menyadari bahwa pembahasan RUU tidak akan mampu diselesaikan dalam satu atau dua bulan saja.
Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan memakan waktu yang cukup lama, apalagi kondisi sosial ekonomi yang masih tidak stabil akibat wabah Covid-19. Pertemuan atau rapat-rapat di DPR pun menjadi terbatas. DPR juga pasti menyadari akan hal ini, oleh karena itu DPR mengundang elemen buruh, akademisi, dana elemen masyarakat lainnya untuk turut memberikan kritik dan saran dalam pembahasan RUU tersebut. Namun, undangan ini justru mendapat respon negatif terutama dari elemen buruh.
Seharusnya elemen masyarakat yang diundang DPR untuk ikut melakukan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbangga diri dan melanjutkan perjuangannya melalui forum diskusi yang disediakan DPR, terutama tokoh buruh yang selama ini mengaku memperjuangkan hak buruh yang justru memilih untuk tidak merespon undangan tersebut.
Apa yang sebenarnya terjadi?, Apakah para tokoh buruh ini sudah tidak peduli dengan nasib anggotanya?, tentu tidak. Oleh karena itu, saya menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat yang terlibat maupun dilibatkan oleh DPR dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini untuk merespon positif dan mendukung DPR dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Sebelum RUU ini disahkan menjadi UU masih terbuka lebar untuk merubah atau menyempurnakan pasal-pasal yang ada di dalamnya. Dengan demikian, diharapkan UU yang akan dihasilkan nantinya akan mampu mewadahi seluruh aspirasi masyarakat.