Mohon tunggu...
Anindya Qonita
Anindya Qonita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ekonomi dalam suatu kebijakan akan selalu menarik untuk dibahas

Selanjutnya

Tutup

Money

DPR Harus Mampu Bahas RUU Cipta Kerja di Tengah Pandemi Covid-19

7 April 2020   23:03 Diperbarui: 7 April 2020   22:55 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah selama ini telah berupaya menjaga stabilitas perekonomian nasional Indonesia dalam masa pandemi Virus Corona Covid-19, salah satunya dengan tetap menjalankan tugas dan fungsi setiap perangkat negara seperti DPR untuk membahas beberapa RUU sesuai agenda Prolegnas yang ditetapkan, terutama terkait RUU Cipta Kerja. Kondisi tersebut memicu polemik besar karena disatu sisi langkah pembahasan RUU tersebut harus terus dilaksanakan dalam mematangkan materi RUU Cipta Kerja.

Sehingga tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan investasi, tetapi juga diharapkan dapat menjadi bagian dari transformasi ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19. Namun disisi lain, langkah DPR tersebut memicu konflik dan resistensi tinggi dari berbagai elemen masyarakat terutama sebagian kelompok serikat pekerja / Serikat buruh (SP/SB), sehingga akhir-akhir ini wacana publik, khususnya di media sosial penuh dengan ancaman aksi pengerahan massa buruh. Kondisi ini justru pada akhirnya berpotensi dapat mengancam stabilitas perekonomian dan keamanan nasional itu sendiri.

Sebenarnya sudah menjadi tugas dan wewenang DPR sebagaimana diamanatkan konstitusi untuk fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran. Dengan demikian DPR harus tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja, meskipun dalam masa darurat Covid-19 di Indonesia. Upaya menuntut penghentian pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja seharusnya tidak didasarkan pada kondisi pandemi, tetapi lebih menekankan pada materi dan proses penyusunan draft yang dinilai kontroversi dari RUU tersebut. 

Karena itu saat ini, DPR-RI diharapkan dapat lebih memastikan bahwa proses pembahasan di tingkat parlemen dapat berjalan secara transparan, dimana upaya tersebut harus disertai pembuatan skala prioritas materi yang akan dibahas sehingga dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan target yang ditetapkan.

Dengan demikian maka setiap langkah DPR-RI untuk tetap menjalankan tugas negara dan mendengarkan amanat rakyat selama masa pandemi Covid-19 perlu diapresiasi. Sementara pernyataan pers Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pimpinan Said Iqbal yang gencar mengkritisi DPR tidak dapat dijadikan acuan seluruh kelompok buruh karena hanya bersifat politik praktis semata sehingga sebagai aspirasi politik sah-sah saja, namun tidak ada keharusan diikuti DPR. 

Karena bagaimanapun jika dikaji dengan saksama maka RUU Cipta Kerja yang selama ini ditolak KSPI justru sebenarnya banyak memberikan manfaat bagi perekonomian nasional karena akan memperluas lapangan pekerjaan, memberikan pesangon, modal, dan latihan keterampilan kepada para pekerja yang terkena PHK, mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial, merepresentasikan kepentingan buruh dan pengusaha, meningkatkan jaminan sosial pekerja yang tidak dapat ditangguhkan oleh perusahaan, serta memperhatikan para pekerja sektor ekonomi kreatif.

Disisi lain, upaya pembahasan RUU Cipta Kerja yang tetap dilanjutkan oleh DPR pada masa darurat Covid-19 menimbulkan berbagai reaksi dan kontroversi terutama dari kelompok buruh / pekerja di Indonesia. Hal ini dikarenakan langkah pembahasan tersebut menciptakan persepsi bahwa DPR dan pemerintah memanfaatkan keadaan terbatasnya aktivitas masyarakat untuk menyampaikan aspirasi ataupun melaksanakan aksi unjuk rasa penolakan, bahkan proses pembahasan tersebut memunculkan berbagai isu negatif terkait ketidakpedulian pemerintah / DPR hingga adanya agenda "terselubung" dari kelompok tertentu. 

Isu provokatif tersebut memicu reaksi berbagai elemen masyarakat terutama buruh-buruh akar rumput yang berencana melakukan pengerahan massa secara besar-besaran untuk menolak proses pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR, sehingga berpotensi menimbulkan bentrok massa dengan aparat keamanan yang sedang menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di seluruh wilayah Indonesia. 

Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat semakin memicu gejolak sosial-ekonomi ditengah kekhawatiran dan kepanikan masyarakat dalam masa darurat Covid-19, sehingga sangat rentan disusupi kepentingan oknum atau kelompok tertentu yang bertujuan mendiskreditkan pemerintah serta menciptakan kerusuhan (chaos) yang pada akhirnya dapat mengancam ketahanan ekonomi dan stabilitas keamanan nasional.

Karena itu langkah Pemerintah dan DPR menerbitkan dan membahas Omnibus Law UU Cipta Kerja seharusnya dapat didukung semua pihak, terutama kalangan buruh karena berdasarkan hasil kajian hukum, analisa korelasi, hingga penyelenggaraan berbagai forum diskusi menunjukkan bahwa RUU tersebut memberikan manfaat besar bahkan bukan hanya di sector ketenagakejaan, namun juga dalam pengembangan tata kota untuk menunjang perekonomian negara dan masyarakat. 

Hal ini terlihat dari Paragraf 9 RUU cipta Kerja yang menerapkan aturan terkait Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang merumuskan pasal permukiman dan pengembangan / pembangunan kawasan perkotaan dengan mengintegrasikan pendekatan Lima Komponen Dasar Hak Bermukim (5 KDHB) dan lima Komponen Dasar Aset Komunitas (5 KDAK) dengan 12 Klaster Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun