Mohon tunggu...
Anindita Adhiwijayanti
Anindita Adhiwijayanti Mohon Tunggu... profesional -

Bad writer but need and wish to be a great one.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Berbagi Kebaikan di TransJakarta? Hmm..

19 Januari 2015   16:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:49 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14212963881020826744

TransJakarta, dikenal dengan kelambanannya dalam bekerja. Tidak salah bila para penumpang sudah tidak peduli lagi dengan apa yang mereka lakukan di dalam bus. Ya, ketidak manusiaanlah yang terjadi. Pada saat saya awal naik TJ (TransJakarta), saya melihat begitu banyak orang yang peduli dengan orang lain, khususnya pada orang tua, yang membawa anak atau barang banyak, dan perempuan. Saya merasa bahwa saya belajar banyak selama menaiki TJ, namun setelah sekian lama tidak menaiki TJ, dan kembali tergantung padanya, semuanya seperti terombang ambing!

Memang sudah dipisahkan bagian depan menjadi khusus wanita, seperti juga yang diterapkan di dalam kereta, hal ini terlihat baik untuk para wanita yang suka enggan naik kendaraan umum karena takut terjadinya tindakan 'penggerepean' atau sebagainya, namun menurut saya ini malah membuat sebagian laki-laki tersinggung. Saya sendiri sebagai perempuan berpikir "Kita kan sudah emansipasi wanita, tapi kok wanita diperlakukan berbeda. Ini butuh emansipasi laki-laki namanya." Bukan begitu? Kalau bukan, maafkan kekonyolan saya.

Kini di TJ tidak lagi ada orang yang langsung berdiri untuk memberi duduk para manula maupun ibu2 ribet (membawa anak, barang, atau sibuk-dengan-gadget-yang-bikin-lainnya-ribet-sendiri), padahal orang-orang ini lebih membutuhkan duduk. Saya sendiri tahu apa yang ada di benak mereka, "Ah gila. Gue udah capek berdiri satu jam disuruh ngasih orang tempat duduk. Ntar juga ada orang lain yang ngasih. Udah pura2 tidur aja"

Ketika ada petugas yang menyuruh mereka berdiri, orang pura2 tidur biasanya pake earphone, jadi kupingnya budeg. Yang menyerah pun mereka yang menengok secara reflek karena dipanggil (walau hanya beberapa petugas yang juga peduli akan hal ini)

Saya pun lelah, siapapun lelah menunggu TJ yang tidak jelas kapan datangnya, yang membuat kita juga tidak jelas dalam membuat rencana. Mungkin karena ini juga orang Indonesia menjadi bangsa ngaret, karena semuanya dipenuhi dengan ketidakpastian. Sungguh mengerikan bila hal ini terus berlanjut sampai bertahun-tahun mendatang. Karena kita tidak memikirkan betapa banyak waktu produktif yang terbuang untuk menunggu TJ! Sangat jarang, mereka yang terlihat membaca buku untuk menambah pengetahuan atau hiburan. Biasanya sibuk mendengarkan musik atau malah tidur! Ih, pemalas sekali ya orang Indonesia itu.

Untungnya beberapa anak muda masa kini (yang pikirannya lurus), tidak melakukan hal ini dan menyadari kalau ngaret itu butuk (padahal mereka juga terpengaruh dunia barat (namun yang positif untungnya)). TJ terlambat juga sering dimanfaatkan sebagai alasan bagi banyak orang (namun kemudian menjadi kebohongan dan stereotype publik)

"Saya sudah satu jam menunggu busway, saya sekarang baru jalan dari tempat saya."

Hmm.. kayaknya si mba tadi baru dateng deh.. Kepadatan layaknya pepes di TJ membuat saya iseng mengintip para pelaku penuduhan.

"Sudah lama, penuh lagi! Nyerah gue ama busway!"

Tapi besokannya balik lagi.. ;)

Hal-hal inilah yang membuat orang yang belum pernah naik TJ berpikir kalau sangat tidak nyaman menggunakan TJ, padahal itu tidak benar bila bus tidak terlambat dan penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun