Mohon tunggu...
Ani Mulya Reza
Ani Mulya Reza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Untirta

Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktek Reformasi Birokrasi di Banten

30 November 2020   20:07 Diperbarui: 30 November 2020   20:15 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Ani Mulya Reza

Banten merupakan salah satu dari delapan provinsi yang muncul pada masa Reformasi sebagai hasil dari pelaksanaan salah satu agenda Reformasi, yakni otonomi daerah seluas-luasnya. Secara resmi provinsi ini lahir setelah dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Propinsi Banten dan termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010. Secara administratif, Banten terdiri dari empat kota dan empat kabupaten yang pernah tergabung dalam bagian dari provinsi Jawa Barat dan beribukota di Serang.

Sejak menjadi provinsi baru, Banten sudah dijabat oleh 4 gubernur yakni Djoko Munandar dari PPP (2002-2005), Ratu Atut Chosiyah dari Partai Golkar (2007-2014), Rano Karno dari PDIP (2015-2017) dan Wahidin Halim dari Partai Demokrat (2017-sekarang). Harapan masyarakat Banten terhadap para pemimpinnya cukup besar untuk membawa Banten menjadi salah satu provinsi maju di Indonesia, mengingat potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah ini serta keinginan menciptakan pemerintahan yang baik di mata masyarakat. Apalagi mengingat salah satu agenda Reformasi yang lain adalah pemerintahan yang bersih dari KKN (Clean Governance), diharapkan mampu terpenuhi juga oleh provinsi baru ini. Namun dalam prakteknya, beberapa kali gubernur yang menjabat terkena kasus yang berakhir di meja pengadilan.

Djoko Munandar, gubernur pertama hasil pemilihan DPRD Banten, ditetapkan sebagai tersangka korupsi atas kasus Dana Perumahan Daerah dengan kerugian negara sebesar Rp. 10 Miliar dan akhirnya dicopot sebagai gubernur Banten. Penggantinya, Ratu Atut Chosiyah, ternyata tidak bernasib lebih baik dari pada dirinya. Tanggal 17 Desember 2013, Ratu Atut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan korupsi alat kesehatan di Banten yang melibatkan adiknya Tubagus Chaeri Wardana sebagai tersangka utama. Ratu Atut juga ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyuapan yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Tanggal 13 Mei 2014, presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menonaktifkan Ratu Atut sebagai gubernur dan melantik Rano Karno sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Banten.

Harapan akan lahirnya pemerintahan yang bersih dari KKN menguat dalam pilkada Banten tahun 2017 seperti yang tercermin dalam visi dan misi masing-masing calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Wahidin Halim dan Andika Hazriamy yang diusung Partai Demokrat dan Rano Karno dan Embay Mulya Syarief yang diusung PDIP. Salah satu misi pasangan Wahidin Halim dan Andika Hazriamy adalah menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), sedangkan pasangan Rano Karno dan Embay Mulya Syarief membawa misi meningkatkan kinerja pemerintah daerah yang bersih dan berintegritas menuju tata kelola pemerintahan yang berkualitas. Pilgub Banten 2017 ini dimenangkan pasangan Wahidin Halim dan Andika Hazriamy dengan perolehan suara 50,95 %.  

Sebagai mantan walikota Tangerang yang menjabat selama sepuluh tahun (2003-2013), Wahidin Halim dinilai memiliki bekal dan pengalaman yang cukup untuk membawa kemajuan bagi provinsi Banten. Hal ini tercermin dari survey terkait persepsi masyarakat terhadap kinerja kepemimpinan Wahidin Halim di Provinsi Banten yang diadakan oleh lembaga Visi Research and Consulting (VISI). Menurut Ali Irfiani, Direktur Riset VISI, Wahidin Halim dinilai memiliki karakter kepemimpinan yang mengubah persepsi negative atas pemerintahan Banten sebelumnya. Masyarakat menilai kinerja Wahidin Halim sangat baik dalam hal kemudahan dalam pelayanan berbagai bidang, seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi dan hasil-hasil pertanian. Pada aspek pelayanan pemerintahan, sebanyak 53,8 % masarakat menilai sudah dalam kondisi sangat baik dan baik, sedangkan 31,2 % menjawab buruk dan sangat buruk.

Meskipun demikian bukan berarti tidak terdapat riak-riak yang mengganggu selama Wahidin Halim menjabat sebagai gubernur Banten. Dalam soal pelayanan publik, khususnya pembangunan jalan, ada kasus yang sempat mencuat ke publik. Diberitakan ada seorang warga di kabupaten Lebak yang ditandu menggunakan bambu dan sarung saat akan melahirkan untuk menuju ke rumah sakit. Gubernur Wahidin Halim sendiri menyatakan bahwa jalan yang dilalui bukan jalan kewenangan provinsi namun jalan desa yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Lebak. Satu sikap yang patut disayangkan mengingat harusnya ada koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Selain itu, ada masalah serius yang dihadapi Banten terkait kondisi perekonomian selama pandemi Covid-19. Banten menjadi provinsi kedua setelah DKI Jakarta yang mengalami kenaikan tingkat pengangguran terbuka. Sampai Agustus 2020, jumlah pengangguran di Banten mencapai 10,64 % atau sebanding 661 ribu orang atau mengalami kenaikan sebanyak 171 ribu orang. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Kepala BPS Banten, Adhi Wiriana adalah terjadinya kenaikan jumlah penduduk usia kerja dari 9,46 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 9,63 juta orang pada Agustus 2020.

Di sisi lain, Banten termasuk salah satu dari 18 provinsi yang tidak menaikkan UMP 2021. Besaran UMP 2021 Banten masih sama dengan tahun sebelumnya, yakni Rp. 2.460.968. Alasan Gubernur Banten untuk tidak menaikkan UMP karena dampak dari pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang mengeluh produksi tidak maksimal sehingga kenaikan UMP akan berdampak tidak baik. Disamping itu dari sisi para buruh, sudah ada bantuan dari pemerintah seperti Kartu Prakerja. Keputusan tidak menaikkan UMP Banten juga dianggap sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam Surat Edaran tersebut, Menteri Ida Fauziyah meminta kepada para gubernur di seluruh Indonesia untuk melakukan penyesuaian UMP tahun 2021 sama dengan UMP tahun 2020.

Keputusan tidak menaikkan UMP ini tentu saja berlawanan dengan keinginan buruh yang minta kenaikan upah sebanyak 8,51 % sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tentang Pengupahan. Pendapat ini disampaikan oleh Ahmad Saukani, Wakil Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten. Lebih lanjut, Saukani berpendapat jika gubernur Banten hanya mencari aman dengan berlindung pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah serta lebih memperhatikan kesulitan pengusaha daripada mempertimbangkan kesulitan yang dialami buruh.

Masalah-masalah ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah penting pada sisa kepemimpinan Wahidin Halim sebagai gubernur Banten yang menjabat sampai tahun 2022. Apalagi jika pada pemilu selanjutnya akan maju kembali untuk jabatan periode kedua.

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitasi Sultan Ageng Tirtayasa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun