Mohon tunggu...
Ani Haniatul Lailiah
Ani Haniatul Lailiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dimana ada keinginan disitu ada jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia

27 November 2021   18:35 Diperbarui: 27 November 2021   18:38 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MODERASI BERAGAMA DALAM KERAGAMAN INDONESIA

Ani Haniatul Lailiah

Mengapa moderasi beragama sangat penting dalam keragaman bangsa Indoneisa? Sebelum membahasnya lebih lanjut, ada baiknya kita memahami lebih dulu pengertian moderasi beragama itu senidiri.

Dikutip dari Intizar Journal, 2019, Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan "alwasathiyyah". Secara bahasa "al-wasathiyyah" berasal dari kata "wasath" Al-Asfahaniy mendefenisikan "wasathan" dengan "sawa'un" yaitu tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengan atau yang standar atau yang biasabiasa saja. Wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan garis kebenaran agama. Dalam melihat dan menyelesaikan satu persoalan, Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah tengah, dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama ataupun mazhab, Islam moderat mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama dan mazhab, sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin, tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis. Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia.

Masyarakat Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman, mencakup beraneka ragam etnis, bahasa, agama, budaya,dan status sosial. Keragaman dapat menjadi "integrating force" yang mengikat kemasyarakatan namun dapat menjadi penyebab terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan antar nilai- nilai hidup.

Indonesia sering berbuntut berbagai konflik. Konflik di masyarakat yang bersumber pada kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara- Bangsa Indonesia, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok.

Konflik berbasis kekerasan di Indonesia seringkali berakhir menjadi bencana kemanusiaan yang cenderung berkembang dan meluas baik dari jenis maupun pelakunya. Hal ini yang menjadikan proses penanganan konflik membutuhkan waktu lama dengan kerugian sosial, ekonomi, dan politik yang luar biasa. Berdasarkan masalah-masalah yang datang silih berganti ini, Indonesia bisa masuk dalam situasi darurat kompleks.

Konflik keagamaan di iIndonesia juga sering terjadi, Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia umumnya dipicu adanya sikap keberagamaan yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-masing menggunakan kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik. Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014 : 251) disebutnya sebagai dua fundamentalisme : pasar dan agama.

Di kutip dari jurnal Diklat Keagamaan, 2019, Dalam kontek fundamentalisme agama, maka untuk menghindari disharmoni perlu ditumbuhkan cara beragama yang moderat, atau cara ber-Islam yang inklusif atau sikap beragama yang terbuka, yang disebut sikap moderasi beragama.

Peran penyuluh agama dalam masyarakat juga sangat penting karena sebagian masyarakat masih memandang pentingnya sosok ideal sebagai figur atau patron dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu penyuluh agama memiliki potensi untuk didudukkan sebagai figur atau tokoh agama di masyarakat.

Menurut teori strukturisasi, eksistensi penyuluh agama dapat dilihat sebagai agen yang dapat membentuk struktur dalam masyarakat. Aktifitas para penyuluh agama melalui praktik atau tindakan yang berulangulang akan menjadi contoh atau sebagai aktor. Penyuluh agama sebagai agen akan mengembangkan kebiasaan sehari- hari yang tak hanya memberikan perasaan aman kepada aktor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan sosial mereka secara efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun