Mohon tunggu...
Humaniora

Semua Profesi adalah Sama

14 Maret 2018   18:55 Diperbarui: 14 Maret 2018   19:06 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

jika berbicara mengenai pengalaman hidup mungkin rasanya saya belum pantas untuk membicarakannya, sebab pengalaman saya tidak seberapa dibandingkan dengan orang kebanyakan. namun, saya rasa setiap orang punya pengalaman dan cerita kehidupan yang sudah pasti berbeda, untuk itu dalam hal ini sharingmungkin salah satu hal yang bagus karena tentunya disetiap kejadian memiliki sebuah pelajaran di dalamnya. seperti halnya diri saya,saya masih ingat dengan jelas kejadian ketika menginjak bangku sekolah dasar saya mengalami kesulitan untuk masalah berhitung dan disitu ibu sudah mengajari berulang-ulang namun hasilnya tetap sama. 

tentu hal tersebut terasa menjengkelkan dan itulah yang ibu saya rasakan, beliau kemudian membentak sembari berkata "gini lho, kan tadi sudah di bilang kalo ini sama ini hitungnya gini, ayo di coba lagi" sekali dua kali namun hasilnya tetap sama kemudian ibu juga melakukan hal yang sama, lalu sayapun menangis. saat saya menangis ibu berkata "gak bisa kok malah nangis, lihat si A sudah pintar tapi tetap mau belajar, kamu gak bisa gak mau belajar, bisanya cuman nangis saja, sudah sana tidur". 

kemudian saya mengikuti perintah ibu untuk tidur, kejadian seperti ini terus menerus terjadi ketika saya menemui kesulitan dan hambatan dalam mengerjakan suatu tugas. mengingat kejadian ini, saya melihat kepada diri saya ternyata dari pola asuh orang tua yang seperti itu ikut membentuk sifat dan karakter saya sekarang yang sampai saat ini sulit untuk saya rubah ataupun perbaiki. 

berangkat dari pengalaman ini saya mempunyai keinginan bahwa jangan sampai sifat atau karakter yang saya miliki saat ini nantinya akan menurun pada anak saya kelak, saya juga tidak ingin bahwa pola asuh yang salah semacam itu akan terus menerus dilakukan dalam mendidik anak. mungkin terlalu dini bagi saya untuk memikirkan tentang itu semua, tetapi bagi saya tidak ada salahnya jika mengantisipasi suatu hal lebih awal.

 ketika lulus dari  Sekolah Menengah Atas (SMA) dan masuk keperguruan tinggi saya mencoba banyak jalur dan dengan jurusan yang sama ketika jalur pertama di buka, namun tidak ada yang lolos. kemudian orang tua dan saya sudah di pusingkan dengan hal itu, sehingga pada kesempatan jalur terakhir (mandiri) saya mengatakan pada ibu "bagaimana ini bu, dari jalur  pertama sampai saat ini saya memilih jurusan tersebut tapi tidak lolos, apa saya harus ganti jurusan" kemudian ibu menjawab "terserah kamu nak, pilih jurusan yang menurut kamu memang itu menjadi keinginan dan juga pilihanmu".

 mendengar kata ibu, saya memutuskan untuk memilih jurusan Pendidikan Guru Raudlatul Athfal dengan alasan yang pertama saya menyukai anak kecil, dan kemudian alasan yang kedua adalah dalam jurusan tersebut saya berpikir bahwa keinginan saya untuk dapat mengerti sekaligus membenahi pola asuh orang terhadap anak akan saya dapatkan pengetahuan dari jurusan itu, dan terlebih lagi orang tua juga sudah memberikan kebebasan bagi saya untuk memilih sesuai dengan apa yang menjadi keinginan dan passion saya. alhasil alhamdulillah saya lolos masuk ke perguruan tinggi dengan jurusan tersebut. tidak hanya sampai disitu,

 setelah saya mengalami begitu banyak kegagalan dan ketika saya telah mendapatkan apa yang saya inginkan dan lolos ada banyak pihak terutama dalam kalangan keluarga seperti pakde dan bude saya yang mengatakan "kenapa kamu milih jurusan itu, kenapa gak jurusan ini saja", "kenapa milih jurusan itu, kan banyak jurusan lain" dan masih banyak lagi. mendengar hal tersebut rasa bahagiaku karena sudah dapat lolos masuk perguruan tinggi berubah menjadi hal yang menyedihkan dan mematahkan semangat saya.

 melihat hal tersebut saya kemudian berbicara kepada kedua orang tua berharap mereka bisa membangkitkan kembali semangat saya, setelah mendengar keluh kesah saya orang tua kemudian mengatakan "sudahlah anak, jangan terlalu di pikirkan omongan orang lain, lakukan apa yang menurutmu baik, dan buktikan bahwa kamu bisa".

 jujur ketika saya mendengar perkataan orang yang mempertanyakan tentang jurusan yang sudah saya pilih, hati saya terus mengatakan bahwa kalia semua tidak mengetahui  alasan mengapa saya memilih hal tersebut, dan sekalipun saya menjelaskan kepada mereka itu semua juga percuma

mereka tidak akan bisa memahami apa yang saya rasa dan yang saya mau. mungkin ketika mereka mendengar alasan saya, itu hanya menjadi hal yang sia-sia sebab mereka akan menertawakan hal itu dan kemudian berargumen semakin jauh tentang itu yang akan membuat telinga saya terganggu.

 saya tahu bahwa tiap orang memiliki hak untuk memberikan pendapat mereka namun jangan menghakiminya seperti itu. saya rasa apa yang telah saya pilih bukan sebuah kesalahan dan pilihan yang buruk sehingga orang lain dapat dengan bebas meremehkan dan merendahkannya begitu saja. ketika sudah aktif di perkuliahan saya mendapatkan pengetahuan ternyata untuk menjadi seorang pendidik anak usia dini merupakan hal yang tidak mudah dan tidak semua orang dapat serta mampu untuk melakukannya. seorang pendidik anak usia dini mungkin bisa jika harus mendidik anak dalam jenjang yang lebih tinggi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun