Hujan yang basah, menidurkan inginku dari bergembira tersebab datangnya. Tiada pengaruh apa-apa untuk tubuh utuhku.Kelopakku layu, batangku terkulai, daunku kehilangan warna hijaunya. Sekarat kata sejawat. Terbiar liar di hamparan keresahan.
Embun hanya menyapa sebentar, padahal ingin betul berlama ditimpa bulirnya. Dia menguap begitu saja tiap mentari menyapa. Diselingkuhinya aku untuk waktu hingga dia mau datang lagi.
Hanya duri-duri ini yang membuat orang peduli. Menjaganya dari tersentuh usap pun ucap. Agar tak lagi hadir rasa menyakiti. Padahal tajamku telah tumpul sempurna. Tiada daya, tak mungkin melukai. Karena aku telah menjadi mawar yang mati.
Anis Hidayatie, untuk Kompasiana untuk Sayyidi Abdullah, Riyadh
Ngroto 11/8/2020