Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara Hijab Alissa, Fikih, dan Hak Prerogatif Wanita

24 Januari 2020   06:15 Diperbarui: 24 Januari 2020   14:06 5803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alissa Wahid |Sumber: Kompas.com/Ambaranie Nadia

Keinginan mengubah harus melalui jalur hukum pula.

"Nah kalau dia mentang-mentang punya pandangan fikih atas syariat yang berbeda, mau ngotot, itu ndak bisa. Apalagi untuk soal yang masih debatable," ujarnya menambahkan.

Pendapatnya bisa menjadi counter atas cuitan Felix Siauw pada Sabtu (18/1).

"Nggak mau berhijab ya silakan aja, tapi ngomong 'hijab itu nggak wajib bagi Muslimah', itu pernyataan yang maksa banget, udah maksiat, maksa lagi."

Adu pendapat tentang hijab itu menimbulkan suasana gerah di mana-mana. Terutama ketika sedang dalam sebuah perkumpulan yang diisi orang berbeda. Tidak sama performa maupun busana padahal satu agama.

Saya, sebagai bagian dari perempuan yang meyakini hijab dan pakaian longgar adalah wajib untuk menutup aurat, sering menjadi sasaran pertanyaan dalam hal ini. Juga sahabat saya yang banyak bercadar.

Tak jarang pandangan sinis dihantarkan, menyangka kami sedang membangun eksklusifitas. Padahal sungguh kami hanya sedang berupaya dalam proses memperbaiki diri, sebagai pribadi, menjaga fitnah, sebagaimana tuntunan yang kami pelajari.

Bahwa sebagian kecil dari kami terlibat tindak kekerasan, - terorisme, anarkhi- itu betul. Tetapi apakah mereka yang tidak bercadar atau tidak berhijab bebas dari kasus demikian? Tidak pula. Tengok penjara wanita, banyak diantara para pembunuh itu telanjang rambutnya.

Sekali lagi cara berpakaian adalah pilihan, jangan sangkut pautkan dengan persoalan-persoalan lain yang tidak relevan. Tidak berhijab dianggap salah, bercadar dianggap sesat, lalu menjadi satu alasan memunculkan persoalan besar dalam kehidupan berbangsa.

Ujungnya, bisa saja muncul "perang saudara" atas nama membela kebeneran absurd ini. Ironi, padahal harusnya bisa menjadi ladang dakwah yang menyejukkan hati.

Anis Hidayatie, doc. pri
Anis Hidayatie, doc. pri
Tentang ini pesan sahabat saya Ustadz Ahmad El Zainul Hamdi, bisa menjadi bahan renungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun