Telah kutitipkan setebar harap pada tatap yang senantiasa mendekap saujanamu, lelaki dengan bola berpendar yang bingkas menguar bulir-bulir pesona. Tajam, jantan mendalam. Hingga aku karam, tenggelam dalam kagum yang mengalir serupa jeram.
Menekuri jalan setapak bertulis jejak nama kita kemarin sore merupa memahat asa di antara ranting rasa yang mulai tumbuh tunas cinta. Dalam tawa, dalam kehangatan nan menumbuhkan rasa ingin selalu bersama, berdua.
Di sampingmu adalah hangatku karena desir baru mulai menjalari sekujur pori poriku. Disampingmu adalah maluku, karena kagum ini melebamkan wajahku. Disampingmu adalah jedaku, karena di tiap detiknya hanyalah detak-detak tak menentu, berisi riak-riak rindu yang selalu berderu. Isyarat ini, masihkah harus kujelaskan padamu?