Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haru Biru Buku

9 Januari 2019   19:37 Diperbarui: 9 Januari 2019   19:42 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lian Gaisi. doc.pri

"Semoga Salikahnya sudah aku terima sebelum OP nanti ya Bun." Sahabat jauh bernama Lian Gaisi menuliskan chat seperti ketika memesan buku Salikah padaku. Terkaget aku membacanya. OP adalah sebuah singkatan yang menyesakkan dada. Menggiringku pada kedukaan mendalam, mengingat lagi kenangan. Memori saat mendampingi belahan hati sebelum dia meregang nyawa, meninggalkan dunia.

"OP? Apa itu? Jangan bilang operasi ya?" Bergetar tanganku kala menulis balasan untuknya, seketika ada riak menggenang di sudut dua bola mata.

" Iya bunda, Insha Allah aku mau Operasi, jadwal belum tahu kapan, cuma besok kan terakhir obat yang aku minum nih, jadi kalau tidak Senin ya Selasa. Kontrol sekaligus persiapannya."

Ya Allah, air mata ini menderas, tak bisa kutahan lagi. Lian pernah mengakui sakitnya padaku. Ada masalah dengan kepalanya. 3 kali terkena benturan, tulang hidungpun bengkok, harus dibetulkan, sebelum berakibat fatal.

Hasil CT scan menyatakan dia harus operasi, aku tak tahu apakah kepalanya atau hidungnya dahulu yang akan dioperasi. Secara spesifik dia tidak mengakui, tak berani bertanya detil. Aku hanya mengirimkan do a untuknya, agar segera membaik kesehatannya, bisa melewati meja operasi dengan sempurna.

Lian menginginkan buku Salikah untuk dibaca saat penantiannya menunggu jadwal operasi tiba. Ketika kutanya mengapa, dia menerangkan ingin membaca spirit Rabiah Adawiyah dalam buku Salikah. Sufi wanita yang mempersembahkan sisa hidupnya hanya dengan mencintai Tuhannnya. Allah Subhaanahu Wata 'ala. Ini di luar dugaanku, ternyata sebuah buku, bisa begitu diinginkan seseorang yang sedang memperjuangkan kehidupan.

Segera kuhubungi pihak penerbit,  kuminta segera mengirimkan buku itu padanya. Aku berdo'a semoga tak ada kendala, Gorontalo itu nun jauh di pulau Sulawesi,  khawatir tentu ada, apalagi mendengar kabar berita tentang saat itu  gempa. Pintaku pada Tuhan teriring do'a untuk kesehatannya, kukulumkan dari bibir ini, memintakan pula pada penghuni negeri Somplak agar turut mendo'akan.

Ya, do'a. Bagiku do' a adalah senjata yang bisa  mewujudkan apa saja. Kita tidak tahu dari mulut siapa do'a ini akan diterima. Kupintakan pada banyak orang, agar makin besar peluang do'a dikabulkan.

Puji syukurku pada Tuhan, buku itu sampai sebelum operasi dilaksanakan. Dia mengaku telah menerima buku itu sembari menunjukkan foto dirinya. Mengenakan masker, secara itu harus. Sebisa mungkin tidak dilepaskan, dengan alasan kesehatan.

"Pagi bundaku sayang, SALIKAH sudah  sampai dipelukanku sekarang." Itu adalah chat pertama dari beberapa pemesan buku Salikah, yang kisahnya pernah kutayangkan di Kompasiana ini pula.

Keharuan ini menyeruak untuk dua hal. Pertama, untuk Lian tentunya, pengakuannya dengan nuansa gembira bahwa buku sudah dalam pelukan membuatku mengingat akan kesehatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun