Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Perempuan Pemanjat Kelapa

7 Desember 2018   05:44 Diperbarui: 7 Desember 2018   05:53 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Panggil Mbak saja, pliis yah, tolong hapus foto saya."

" Emh, gini ya mbak, saya cuma melaksanakan pekerjaan, saya sedang meliput kegiatan tadi, seru lomba tujuh belasan, gambar itu untuk ilustrasi, ini saya tunjukin yah, mbak boleh pilih yang berkenan, sebetulnya untuk ukuran berita saya mau pakai yang paling dramatis, tapi khusus  buat mbak,  biar gak nangis, pilih saja, nanti yang lain saya hapus." Kamera di ranselnya dikeluarkan, berpindah ke tanganku.

Pantesan, jadi Jagat atau Jek, lelaki gondrong berwajah seperti Iwan Fals itu wartawan. Satu persatu gambar kulihat, lucu- lucu,  mulai saat aku menoleh, menimpuki dia dengan macam macam barang, sampai ketika aku melorot, menerjang orang-orang  dibawahku hingga terjengkang. Aku tersenyum, kupilih saat melemparkan barang ke bawah, yang tak terlihat wajahku.

"Baiklah mbak, tapi yang lain ku simpan yah, mbak terlalu manis untuk dilupakan!"
Hlah.

*****
Pertemuan itu adalah permulaan  aku mengenalnya. Hari-hariku berlalu dengan chat bersamanya jelang tidur, sekedar  menyapa saja, bertanya sedang apa, sudah makan apa  belum, sama siapa di rumah, pipis dulu sebelum tidur biar gak ngompol,  sampai ucapan selamat tidur.
Hingga suatu saat hari yang kukhawatirkan itu datang. Dia ada tugas meliput lagi kegiatan karnaval di daerahku.

" Mbak, aku besok mampir , pagi-pagi sekali, mau minta sarapan, jangan berangkat manjat kelapa dulu ya?"

" Oh, kau mau ke rumah? Baiklah, kan kubuatkan sarapan untukmu, kau suka kubuatkan apa? "

" Apa saja asal dari tangan mbak, aku suka yang buat, bukan yang dibuat, okey,  tunggu saya."

Aku selalu menjawab dengan emo tertawa kalau dia sudah menjurus ke sana, kupikir hanya bercanda saja. Dia tahu aku sudah bukan gadis lagi, lebih tua jauh malah, tak mungkin dia suka padaku, meski hari-hari ku tanpa jeda chat dengan dia selalu.

Hari itu tetiba aku jadi genit, bangun tidur ku terus mandi, biasanya manjat kelapa dulu, mematut diri di depan cermin, belum ada kerutan kok, hanya sehelai uban yang kalau kututup jilbab tak kelihatan. 

Memoleskan bedak tipis, lipstik juga, " duhmanisnya" kupuji diriku sendiri di depan cermin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun