Mohon tunggu...
anie puji
anie puji Mohon Tunggu... Guru - Mengembangkan hobby menulis, berbagi informasi dan pengetahuan lewat kompasiana

Aktifitas sebagai guru, hobby menulis sejak kecil, suka menulis di media sosial juga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pandemi, Peluang atau Musibah?

17 Desember 2020   23:49 Diperbarui: 17 Desember 2020   23:52 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
belajar berkebun, menanan dengan menggunakan media pot dari gelas bekas (Dokpri)

Pertanyaan ini cukup menggelitik dan membawa perubahan besar pada diri saya. Jujur pada awal datangnya pandemi covid membuat saya bingung, emosi, dan tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah. Sekolah buka tutup sehari dua hari masuk, lima hari libur karena kebijakan yang sering berubah-ubah tak menentu. Hari ini zona merah besok kuning besuknya lagi hijau, ah kayak lampu bangjo aja. 

Alhamdulillah dari pertanyaan Prof Fatah:"Pandemi musibah atau peluang ?" dalam pengantar sebuah seminar di IAIN Kudus beberapa bulan silam, telah mengubah pola pikir saya dalam menghadapi pandemi ini. Beliau menyampaikan panjang lebar bagaimana menghadapi musibah ini menjadi sebuah peluang besar, bagi orang-orang yang mau berfikir positif. Sebagaimana diingatkan dalam AlQur'an Surat Ar-Ra'd, ayat 11 sebagai berikut:   

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Kita semua tahu bahwa dengan adanya pandemi sekolah ditutup atau istilah kerennya pembelajaran daring. Hampir setahun dunia pendidikan kita terpuruk, masyarakat/wali murid resah gelisah uring-uringan, guru tugasnya makin menggunung, yayasan kalang-kabut menutup biaya operasional karena banyak siswa yang nunggak sementara gaji guru harus tetap dibayarkan/dikeluarkan. 

Intinya tidak ada yang diuntungkan dalam hal ini seperti mengurai benang kusut Ternyata kondisi ini merupakan peluang besar bagi para konglomerat untuk berbisnis di dunia pendidikan, mempersiapkan pendidikan bertaraf internasional. 

Dan menurut Bapak Profesor, lembaga pendidikan yang tak sanggup menghadapi tantangan jaman, tidak kreatif, inovatif, maka akan tergilas dan akhirnya tumbang satu demi satu dan  diambil alih oleh para konglomerat tersebut. Pernyataan ini telah membuka cakrawala baru bagi saya selaku pendidik dan sekaligus pengelola lembaga pendidikan.

Saya bangkit, semangat dan mengatur strategi baru menyelamatkan anak bangsa generasi muda meski dengan biaya seadanya, karena saya memang bukan kategori konglomerat yang kaya raya. 

Bagaimana menghadapi kondisi agar pendidikan tetap jalan diperlukan terobosan baru dan pemikiran jitu. Pantang berpangku tangan, apalagi mengharap bantuan meminta-minta turun ke jalan.  Informasi himbauan dan tata-cara pembelajaran menghadapi pandemi saya pelajari. 

Dan pada saat menjelang tahun ajaran baru 13 Juli 2020 kami duduk bersama bermusyawarah dengan wali murid, apa dan bagaimana yang diinginkan para wali murid terkait dengan pembelajaran. 

Dari pertemuan tersebut ternyata tidak ada satupun yang menginginkan pembelajaran daring, semua sepakat agar anak-anak tetap belajar di sekolah, meskipun waktunya sebentar, dengan berbagai alasan:

a. Hafalan ngaji, doa dan sebagainya semakin luntur karena lama tidak diasah di sekolah sementara kalau dibimbing orang tua susah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun