Mohon tunggu...
Cahyani Yusep
Cahyani Yusep Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ani

Sederhana dan suka mempelajari hal hal yang baru

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kaitan dari Wanita, Oleh Wanita, dan Untuk Wanita

4 Maret 2023   16:47 Diperbarui: 4 Maret 2023   16:50 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum apa kabar teman-teman semua disini? semoga dalam keadaan sehat wal'afiat, dilancarkan segala urusannya.

Hari ini, tidak secara sengaja saya sedang mengobrol dengan seorang ibu dan beliau cukup banyak bercerita di perjalanan kami ini.

Beliau seorang Single parent yang harus menafkahi dan mengurus 4 orang anak. Usia pernikahannya sudah 18 tahun,namun harus kandas karena ada bahasa kurang nyaman yang beliau dapatkan dari sang suami. Dari ceriata beliau ini, saya tergerak menggerakan jari jemari untuk menulis ini. Bukan bermaksud buruk,tapi sudah sangat banyak ternyata cerita seperti ini saya dengar. Tidak perlu bahas pribadi Ibu tersebut, namun mari sejenak kita merenung.

Walau saya wanita, saya pun terkadang merasa bahwa saya memiliki emosional yang harus sering dikelola. Sebagai wanita, kita harus banyak belajar lagi dan lagi. Ketika pertama kali memasuki profesi sebagai seorang istri, rasa canggung, rasa malu, dan rasa takut itu timbul. Mungkin tidak akan banyak wanita yang jujur dengan perasaannya kepada siapapun karena memang dilihat dari sisi malu, takut dihina, atau tidak mau bilang karena akan merasa tidak nyaman. Tapi ternyata jika banyak wanita yang tidak jujur dengan perasaannya yang merasa malu, canggung, atau tidak enak, Para Suami kebanyakan tidak tahu apa yang dirasakan oleh istrinya ketika itu. Ya memang begitu kodratnya. Pria tidak sepenuhnya mengerti apa yang wanita rasakan. 

Kemudian rasa tidak enak itu tidak dikelola wanita dengan baik, sehingga ada permasalahan yang menggantung, namun disertai dengan penyesuaian diri. Siapa yang menyesuaikan diri? kebanyakan Wanita juga yang menyesuaikan diri. Lucu memang Wanita itu. Dia yang merasa canggung, tidak enak, atau merasa tidak nyaman, tapi dia juga yang berusaha menyesuaikan diri. Disini bukan berarti Pria tidak menyesuaikan diri ya. Saya yakin, dimana pun pria berada, mereka akan mudah berbaur dan menyesuaikan diri tanpa harus melihat mimik wajah orang-orang disekitarnya. Tapi wanita itu berbeda, maka yang saya bahas disini adalah lebih ke sosok wanita.

Wanita harus bertarung dengan perasaannya, apalagi soal beradaptasi di lingkungan baru pernikahan, ada yang cepat atau ada yang lambat. Kenapa bisa cepat? Banyak faktor. Mungkin saja diantara mereka yang cepat beradaptasi dengan perasaannya adalah orang-orang yang secara Psikis sudah siap, dan mereima. Seperti sudah siap menerima segala hal baru yang akan membuatnya tidak nyaman karena ada dukungan dari orang-orang yang mencintai dia. Nah begitupun yang lambat, tentu dia kebanyakan adalah wanita yang syok dengan sesuatu yang seharusnya dia terima, dan mendapat dukungan dari orang-orang yang mencintai dia, namun ternyata hal itu tidak dia dapatkan. Akhirnya perasaan itu dia paksakan, sebuah permasalahan dalam perasaannya yang seharusnya dia selesaikan saat itu juga tidak selesai.

Perasaan yang belum selesai ini, kemudian di apresiasi dengan masalah baru sebagai sosok Ibu. Double Profesi nih, yang tadinya hanya sebagai istri, sekarang menjadi Istri dan juga Ibu. Masyaa Allah, sebuah anugrah yang indah ketika kita ditakdirkan sebagai seorang Ibu. Namun ternyata, masalah baru itu timbul ketika Wanita harus kurang tidur, kurang istirahat, mau makan susah, ke kamar mandi dinangisin anak karena anak kita sebucin itu loh sama kita. hehehe... 

Nah, perasaan yang tadi belum selesai itu, di tambahlah dengan kelelahan, rasa cemas, rasa khawatir kita sebagai seorang ibu. Usia 8 bulan kok giginya belum tumbuh, kok usia 1 tahun belum jalan, kok belum bisa ini itu, banyak lah kekhawatiran kita sebagai wanita. Belum lagi, ternyata bila wanita itu adalah Ibu Rumah Tangga, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. mulai dari mencuci baju, mencuci piring, beberes rumah,masak, belum lagi ketika anak nya tantrum uhhhhhhh itu rasanya mantap. Yang Ibu berkarir pun ada yang sepulang kerja bukannya istirahat, tapi langsung beberes dan cuci piring. Bersyukur jika para suami bisa membantu sedikit pekerjaan rumah. Misalkan sebelum berangkat kerja bisa cucikan piring habis sarapan, atau pas lagi libur sama-sama kerjakan pekerjaan rumah. Tapi Para suami tipe itu sudah sedikit. Ada? Jelas ada, tapi sedikit.

Dari sebagian tugas wanita sebagai seorang Istri dan Ibu itu, masih banyak yang mempertanyakan sebuah peranan wanita di dalam sebuah rumah tangga. Dari sekian banyak orang, bahkan kita sesama wanita, justru terkadang menyakiti hati sesama kaum kita ketika kita beranjak tua dan memiliki Anak Laki-laki usia dewasa. Kita yang pernah menjadi Istri dan Ibu, ketika kita merasa kesulitan dulu, justru malah menjadi pelaku utama dalam menyakiti wanita yang lain terutama standarisasi kita berdasarkan pengalaman sebelumnya. Ngerti kan Maksud saya?

 Jika anak-anak menunjukan kesan nakal, menunjukan perilaku buruk siapa yang dipertanyakan? Pasti Wanita. Siapa Ibunya, mengapa Ibu nya tidak bisa mendidik anaknya, mengapa sampai rumah berantakan, mengapa gak sempat masak, dan lain sebagainya. Bahkan beberapa kali saya melihat dan mendengar bahwa wanita harus memenuhi standar harus bisa ini dan itu, padahal hal itu kita dapatkan berdasarkan pengalaman orang lain dan menjalaninya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun