Mohon tunggu...
Septina Anggreini
Septina Anggreini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Jambi

membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Penyelesaian Sangketa Kepulauan Spartly berdasarkan UNCLOS 1982?

16 Oktober 2022   20:34 Diperbarui: 23 Oktober 2022   11:56 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
id.theasianparent.com

Saat kita membicarakan laut pasti yang muncul pertama kali dibenak kita adalah laut itu tenang, laut itu pasti cantik dengan segala yang ada didalamnya. Tetapi setelah saya berkuliah dan mempelajari hukum laut internasional, baru saya mengetahui bahwa dilaut tidak hanya terkenal dengan keindahannya saja tetapi banyak sekali manfaat dari laut ini, terus apa hubungannya dengan laut internasional ? tentu saja ada hubungannya, namannya laut pasti memiliki air dan air itu pasti selalu mengalir dari danau, sungai sampai pada lautan bebas juga pasti saling berkesinambungan. Sebagai mahasiswa hukum mengharuskan kita tahu tentang apa saja yang diatur dalam laut, dalam laut Internasional dikenal dengan UNCLOS. Nah yang akan kita bahas kali ini adalah bagaimana sih caranya menyelesaikan perkara yang ada pada laut. 

Dilaut emang ada perkara?? Pasti ada, perkara di laut biasa dikenal dengan istilah sangketa, dimana pihak satu berselisi dengan pihak lainnya. Seperti judulnya kita akan membahas bagaimana sih penyelesaian perkara menurut UNCLOS 1982
Seperti yang tertera dalam kasus kepulauan spartly dimana letak kepulauan yang strategis dan sumber daya alam yang ada didalamnya, membuat negara - negara yang ada disekitar kepulauan spartly tersebut ingin memilikinya dengan mengajukan klaim namun dikarenakan batas - batas wilayah membuat adanya perselisihan, negara yang bersangkutan tersebut terdiri dari negara china, negara brunei darusalam, negara Vietnam, negara filiphina, negara Malaysia dan Taiwan.
Klaim penuh atas Kepulauan spartly dilakukan oleh Republik Rakyat China, Taiwan dan Vietnam, sedangkan  klaim parsial atau Sebagian dilakukan oleh Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam digambarkan sebagai upaya multilateral. Berdasarkan permintaan tersebut, negara-negara yang bersangkutan dapat mencapai kesepakatan dengan  peradilan internasional.


Namun, kita dapat mengetahui bahwa  pada tahun 1609 ahli kelautan Hugo de Groot mempresentasikan Prinsip Laut Terbuka dikenal dengan laut bebas. Di dalamnya ia berargumen bahwa laut lepas harus digunakan oleh semua orang, bukan dimiliki atau dikuasai, maka dari itu laut itu milik siapapun yang mau menggunakannya asal digunakan dengan cermat dan tidak boleh dicemari, jadi tiap-tiap negara bebas buat mengajukan klaim atas pulau tersebut asal tahu batas dalam penggunaannya. Dalam Hukum internasional, Convention on the Law of the Sea 1982 mengakui penyelesaian sengketa secara damai, dan  berbagai pengaturan telah dilakukan untuk menghindari keributan, sehingga negara wilayah memiliki kebebasan berekspresi. Ringkasnya, ada dua poin utama dalam penyelesaian sengketa kepemilikan Kepulauan Spratly berdasarkan UNCLOS III tahun 1982 Bab XV bagian 1 pasal 279 tentang kewajiban untuk menyelesaikan sangketa dengan damai. Berdasarkan konvensi hukum laut internasional tersebut menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa dengan cara damai merupakan penyelesaian sengketa yang pertama dan paling direkomendasikan dalam menyelesaikan sengketa laut internasional dikarenakan dengan adanya perdamaian dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada dilaut agar terciptanya dunia yang damai dan tentram. Kedua, upaya penyelesaian sengketa ini telah dilakukan melalui upaya bilateral dan multilateral sejak tahun 1970-an yaitu didukung dengan adanya perjanjian antar negara satu dengan negara lain yang membuat kesepakatan agar tidak terjadinya simpang siur antar negara dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada di kepulauan spartly. Beberapa kesepakatan telah dicapai, termasuk kerjasama pengelolaan  Kepulauan Spratly dan distribusi sumber daya alam melalui beberapa kesepakatan dalam perjanjian, namun perselisihan tersebut masih belum terselesaikan karena tidak ada kesepakatan kepemilikan pulau-pulau tersebut. dari hal ini kita dapat belajar dalam mempertahankan hak kita sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dan pentingnya bagi kita untuk menjaga kedaulatan yang ada dipulau kita agar tidak terjadi perselisihan ataupun sangketa seperti khasus diatas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun