Mohon tunggu...
Anggraini Dwi Fitri Nurjanah
Anggraini Dwi Fitri Nurjanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencapaian menjadi pengacara

Hobi buat konten , Jalan Jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelaksanaan Fardhu Kifayah terhadap Jenazah Janin

24 Mei 2022   21:30 Diperbarui: 24 Mei 2022   21:56 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PELAKSANAAN FARDHU KIFAYAH TERHADAP JENAZAH JANIN


Fardhu kifayah terhadap jenazah merupakan salah satu status dari suatu kegiatan dalam Islam yang wajib dilakukan. Akan tetapi, jika kewajiban itu dilaksanakan oleh kaum muslimin, maka kewajiban bagi orang lain tidak sah, dalam arti orang yang tidak melaksanakan kewajiban itu tidak berdosa, tetapi tidak mendapat pahala.

Misalnya: Kegiatan yang tergolong fardhu kifayah seperti shalat jenazah muslim, mempelajari ilmu-ilmu tertentu. Kata fardhu dan wajib dalam pembahasan ushul fiqh terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagian besar ulama berpendapat bahwa fardhu adalah sinonim dari kata wajib yang memiliki arti yang sama dengan semua masalah dan keadaan kecuali dalam satu hal yaitu dalam perkara. dari haji. 

Dalam hal ini tidak wajib dengan fardhu, karena dalam hukum haji ada haji dan rukun atau fardhu haji. Ketinggalan fardhu atau rukun haji menyebabkan batalnya haji, tetapi ditinggalkan tidak menyebabkan batalnya haji, hanya ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sebagai ganti kewajiban yang tersisa.

Ulama Hanafi membedakannya, yaitu:

a. Fardhu bila ditunjukkan dengan dalil qathi b. Wajib adalah ketika argumen yang valid ditampilkan

Ulama Hanafiyah tidak menganggap wajib identik dengan fardhu secara syar'i, meskipun ada sifat lughawi yang identik dengan beberapa maknanya. Selain itu, para ulama Hanafi sepakat dengan mayoritas ulama dalam hal harus melakukan keduanya. Fardhu menurut Hanafiyah adalah tuntutan untuk melakukan sesuatu dalam bentuk yang pasti dan tuntutan itu ditentukan dengan dalil qathi dan tidak mengandung keraguan.

Adapun yang wajib adalah tuntutan untuk mengerjakannya yang ditetapkan dengan dalil zanni, dalam hal ini seperti hadits Nabi yang berbunyi: dari Ubadah bin Shomit ia berkata, Rasulullah bersabda: Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah, (HR Bukhari dan Muslim) Oleh karena itu, orang yang tertinggal membaca Al-Fatihah tidak membatalkan shalatnya, hanya karena meninggalkan suatu kewajiban maka ia berdosa. 

Yang bisa membatalkan shalat adalah tidak membaca ayat-ayat Al-Qur'an dalam shalat, baik surat al-Fatihah maupun ayat-ayat lainnya. Karena membaca ayat Al-Qur'an hukumnya fardhu karena ditentukan oleh dalil qathi, yaitu firman Allah QS. al-Muzammil ayat 20:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau setengah malam atau sepertiga malam dan (juga) sekelompok orang yang bersama kamu. . dan Allah menentukan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak pernah dapat menentukan batas-batas waktu itu, 

Maka Dia memudahkan bagimu, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian dari karunia Allah; dan yang lainnya berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan dirikan shalat, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun