Mohon tunggu...
Anggraeni Nur Khasanah
Anggraeni Nur Khasanah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Menulis untuk menginspirasi

Menulis unruk menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Satu Langkah Pembeda

30 November 2021   08:58 Diperbarui: 30 November 2021   09:15 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk terus berkembang. Cacian dan hinaan menjadi pemupuk semangat yang berkobar. Terus bergerak menciptakan perubahan. Membuka mata bahwa dunia luar tidak sekejam yang dibayangkan. Kita semua sama, hanya cara melangkah yang menjadi pembeda.

Kata semangat akan terus terucap oleh mulut para penderita tuna grahita. Mereka yang terus berjuang walau menderita cacat fisik karena kekurangan gizi. Mereka yang terus berjuang menghancurkan stigma negatif bahwa tuna grahita hanyalah orang yang mempunyai keterbelakangan mental saja, tanpa mempunyai kelebihan seperti manusia lain. Perasaan tersebut tidak hanya dirasakan oleh satu atau dua orang, tetapi ratusan orang tuna grahita yang tinggal di sebuah desa.

Siapa yang tidak kenal dengan julukan "Kampung Idiot". Sebuah kampung yang ada di Desa Karangpatihan Ponorogo. Dijuluki sebagai "Kampung Idiot" karena banyak penduduknya yang menderita Tuna grahita. Yang tinggal di desa tersebut kebanyakan berusia 40 hingga 60 tahun.

Menurut Bapak Eko, yang tinggal di Desa Karangpatihan dan sekarang menjabat sebagai Kepala Desa Karangpatihan mengatakan bahwa, "Dahulu memang warga di kampung idiot kurang paham pentingnya gizi yang cukup."

Dengan adanya rasa empati yang tinggi terhadap sesama, akhirnya di usia yang menginjak SMA, ia membantu Tuna Grahita itu dengan mencari bantuan bahan makanan pokok seberti beras dan pakaian.

Bisa dikatakan Bapak Eko inilah yang berjasa dalam penyejateraan warga tuna grahita. Bukti nyatanya pada tahun 2010 ia membentuk sebuah kelompok masyarakat yang dinamakan "Karangpatihan Bangkit" dengan tujuan menggali dan mencari formula bagaimana agar warga tuna grahita bisa dan mampu hidup mandiri. Pada 2013, ketika Bapak Eko resmi menjadi kepala desa, dibuatlah program pendapatan ekonomi dengan memegang konsep harian, triwulan dan tahunan. Program tersebut diwujudkan dengan pembentukan "Rumah Harapan". Tempat yang digunakan untuk melatih warga tuna grahita hidup mandiri dengan berwira usaha. Dan hasilnya bisa dilihat di tahun 2021 ini, para tuna grahita menghidupi dirinya dengan usaha masing-masing.

Membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membangkitkan roda perekonomian masyarakat tuna grahita. Usahalah yang akan berbicara mengenai keberhasilan. Rumah harapan yang di bangun dengan swadaya masyarakat pun nyatanya mampu dijadikan tempat membina dan melatih tuna grahita untuk berwira usaha. Dan akhirnya tuna grahita bisa menghidupi dirinya sendiri sampai sekarang.

Penghasilan teratur adalah konsep yang dipilih Bapak Eko dalam pembentukan "Rumah Harapan" . Untuk penghasilan harian, warga tuna grahita akan dibakali dengan membuat kerajinan dari kain perca dan juga batik. Kemudian untuk penghasilan bulanannya, mereka diberikan modal induk ayam kampung untuk beternak. Sementara untuk triwulannya diajarkan beternak lele dan tahunannya beternak kambing.

Dengan adanya produk yang dihasilkan "Rumah Harapan", Bapak Eko dan masyarakat Desa Karangpatihan pun berharap produk tersebut bisa dijual di pasaran, tidak hanya di Ponorogo tetapi juga di luar Ponorogo. Sehingga perekonomian warga tuna grahita bisa berkembang. Rumah harapan ini dapat mengubah segi pandang masyarakat tentang warga tuna grahita yang terkesan tidak bisa apa-apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun