"Penulis : Anggita Ayu Wibowo, Kamiliya Qurotuaini, Violin Maysahra Cinjana"
Yogyakarta telah lama dikenal sebagai kota budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, salah satunya melalui batik. Kain batik bukan hanya sekadar komoditas atau kerajinan, tetapi juga merupakan representasi dari filosofi hidup, simbol sejarah, dan ekspresi seni yang kompleks. Namun di balik keindahan selembar kain batik, tersembunyi persoalan besar yang jarang dibicarakan: tacit knowledge, atau pengetahuan yang tidak terdokumentasi secara tertulis dan hanya bisa diwariskan melalui praktik langsung, kini semakin sulit dipertahankan.
Salah satu bentuk tacit knowledge dalam membatik adalah kemampuan membaca intuisi dalam mencampur warna alami, teknik membatik tangan yang halus, hingga pemahaman filosofis di balik motif seperti parang, kawung, atau lereng. Pengetahuan ini tidak tertulis dalam buku atau SOP; ia hanya bisa diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengamatan, praktik, dan kedekatan emosional antara pembatik senior dan penerusnya. Sayangnya, seiring perubahan zaman dan pola pikir generasi muda, pewarisan pengetahuan ini makin jarang terjadi.
Gambar piramida menunjukkan bahwa 80% pengetahuan bersifat tacit, yakni tidak terdokumentasi dan hanya bisa diwariskan lewat praktik langsung. Ini sejalan dengan krisis membatik di Yogyakarta, di mana keterampilan intuitif dan pemahaman filosofis para pembatik senior terancam hilang karena kurangnya regenerasi dan dokumentasi. Tanpa pelestarian tacit knowledge ini, batik bisa kehilangan makna dan identitas budayanya. Tacit knowledge adalah jenis pengetahuan yang bersifat pribadi, intuitif, sulit diformulasikan, dan biasanya diperoleh melalui pengalaman langsung atau pembelajaran tidak formal. Pengetahuan ini melekat pada individu dan mencakup wawasan, nilai, keyakinan, serta keterampilan praktis yang tidak mudah ditransfer ke orang lain hanya melalui instruksi atau dokumentasi.
Krisis regenerasi ini nyata dan didukung data. Menurut Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), jumlah perajin batik nasional menurun drastis dari 151.565 orang pada 2020 menjadi hanya 37.914 orang pada 2023. Yogyakarta, sebagai salah satu pusat batik terbesar di Indonesia, juga ikut terdampak. Banyak pembatik senior di wilayah seperti Giriloyo dan Imogiri di Bantul mengaku kesulitan mencari penerus. Anak-anak mereka lebih memilih bekerja di kota, menjadi pegawai atau mencari peluang di sektor digital yang dianggap lebih menjanjikan secara ekonomi.
Masalah tidak berhenti di situ. Sebagian besar UMKM batik di Yogyakarta masih menjalankan usaha secara tradisional, tanpa dokumentasi tertulis mengenai proses produksi. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY menunjukkan bahwa hanya sekitar 18% UMKM batik yang memiliki prosedur standar atau dokumentasi teknis. Mayoritas lainnya bergantung sepenuhnya pada pengalaman individual pembatik senior yang perlahan mulai menua.
Lebih jauh lagi, kesenjangan cara belajar antara generasi tua dan muda memperparah keadaan. Generasi muda cenderung lebih terbiasa belajar melalui video, media sosial, atau pelatihan singkat yang berbasis visual dan digital. Sementara itu, pembatik senior terbiasa mengajarkan dengan cara lisan, observasi langsung, dan proses panjang yang membutuhkan kesabaran. Perbedaan ini menciptakan jurang komunikasi yang membuat transfer pengetahuan menjadi tidak efektif.
Meski demikian, berbagai pihak mulai mengambil langkah. Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM menggelar pelatihan bertajuk "Diversifikasi Produk Batik" pada Mei 2023. Sebanyak 20 UMKM batik dilibatkan untuk memperkaya pengetahuan desain sekaligus mendorong dokumentasi proses produksi secara sistematis. Di sisi lain, program Swarna Wastra dari LPDP juga mendukung digitalisasi pengetahuan batik melalui pelatihan video tutorial, khususnya di kelompok batik Kanthil Arum, Bantul. Program ini memungkinkan pengetahuan yang sebelumnya hanya ada di kepala para pembatik dituangkan dalam bentuk media digital yang bisa diakses generasi berikutnya.