Mohon tunggu...
Anggita Ivagi
Anggita Ivagi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 🧟‍♀️

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rinjani Side Story

25 Oktober 2021   19:39 Diperbarui: 25 Oktober 2021   19:59 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rinjani, biasa disebut Jani oleh orang-orang. Perempuan kuat dalam menghadapi kerasnya hidup. Rasa tak adil dari semesta untuknya selalu meletak dalam pikiran Rinjani. Lika liku yang menukik dalam hidup, sudah terasa datar dimata Rinjani akibat terlalu sering ia rasakan. Mungkin banyak orang yang meganggap Rinjani terlalu lebay akan musibah-musibah yang didatangkan kepadanya. Setiap Rinjani mendengar kata seperti itu, ia hanya bisa tersenyum dibibir dan tertawa dihati. Rinjani mati rasa sejak ia lahir.


Oktober musim penghujan, dinginnya embun pagi di Jakarta kala itu Rinjani mengeluarkan tangisan pertama kali. Haru, bahagia, senang tercampur aduk pada dua orang yang berjuang untuk Rinjani. Dingin kala itu menjadi tak terasa dan derasnya suara hujan diabaikan oleh ibu dan ayah ketika melihat senyum dan tangisan Rinjani. Rinjani dilahirkan sangat mudah dan tidak menyusahkan orang tuanya. Kakak lelaki Rinjani yang berumur 5 tahun selalu menggenggam erat tangan mungil Rinjani.


Sembilan bulan mengandung bagi ibu Rinjani tak mudah dijalani. Makan seketemunya, tidak minum susu hamil, dan untungnya ibu tidak mengidam hal yang aneh-aneh. Sempat terpikir akan kesehatan Rinjani dikandungan karena selama mengandung, ibu tidak banyak makan makanan bergizi.  Ibu sangat bangga akan Rinjani yang tangguh. Menurut ibu, Rinjani adalah anak paling hebat. Lahir dalam keadaan ayah sedang bangkrut dan tak memiliki pekerjaan kala itu sangat membuat ibu sedih setiap hari ulang tahun Rinjani karena selalu teringat akan hal-hal yang dilewati oleh Rinjani sejauh ini.


Rinjani memiliki sifat pemberani seperti ayah. Ketika itu diumur 8 tahun Rinjani membela kakak lelakinya bernama Jojo yang dibully oleh teman-temannya. Rinjani bahkan hampir memukul pembully jika kakaknya tidak memisahkan Rinjani. Sempat-sempatnya kakak Rinjani tersenyum kala itu. Rinjani ingat, kakaknya mengatakan "Yang dikatakan teman-teman kakak memang seperti itu faktanya. Kakak penyakitan dan tidak sempurna dibanding dengan manusia lain."


Hati Rinjani hancur mendengarnya. Matanya berkaca-kaca karena tidak menyangka kakaknya membenarkan orang lain mengatakan seperti itu. Lalu Rinjani berkata, "Kak Jo! Kakak gak boleh seperti itu! Kakak sempura, kakak pinter! Kakak tidak bodoh! Jani mohon kak, kakak jangan beranggapan seperti itu, Jani gak suka."
Sore kala itu amat hangat bagi Rinjani. Ia ingin marah kepada Tuhan. Kenapa harus Rinjani yang megalami ini semua. Lahir ketika keadaan keuangan orang tua susah, melihat kakaknya sering merasakan sakit dan empat kali tertinggal kelas. Ia ingin marah, tapi Rinjani tidak bisa melakukan apa-apa.


Setahun berlalu, Rinjani merasa hidupnya semakin tidak bahagia. Kakaknya sakit semakin parah. Kaki Jojo lumpuh. Terpaksa harus berhenti disekolahnya pada kelas 4 SD. Rinjani hanya bisa menangis kepada Tuhan dan berdoa agar Jojo bisa berjalan dan bermain dengan Rinjani seperti dulu.
"Dek sini kakak mau bilang sesuatu," Kak Jojo memanggil Rinjani.


Rinjani mendekat dan duduk disamping Jojo dan memasang ekspresi yang serius dan siap untuk mendengarkan.


"Kamu harus semangat sekolah ya. Maaf kakak gak bikin adek bangga punya kakak kaya kak Jojo yang sering bikin adek susah." Jojo menepuk pundak Rinjani dan tersenyum sambil matanya berkaca-kaca.


Tangis Rinjani pecah. Rinjani menggeleng dan berkata, "Kakak sama sekali gak bikin aku kesusahan. Kakak tetap kakak terhebat buat aku. Kakak gak boleh sedih, adek janji rajin sekolah," Jojo tersenyum bangga melihat semangat Rinjani. Jojo berdoa dalam hatinya supaya takdir Rinjani tidak sepertinya.


Sebulan kemudian, kondisi Jojo semakin menurun. Orang tua Rinjani tidak memiliki banyak uang untuk membawa Jojo ke rumah sakit untuk berobat. Pada masa itu, belum ada fasilitas kesehatan dari pemerintah. Jojo semakin lemah karena memiliki penyakit pada paru-paru nya yang ia derita dari lahir. Jojo tak sadarkan diri dam mau tak mau, orang tua Rinjani meminjam uang untuk membawa Jojo kerumah sakit. Rinjani kala itu pulang sekolah dan membuka pintu tidak melihat siapa-siapa di rumahnya. Ia pikir, mungkin orang tuanya membawa Jojo jalan-jalan karena suntuk. Tetapi pikiran tersebut langsung hilang setelah mendengar bunyi suara masjid.
"Inna Lillahi wa inna ilaihi rai'un, telah berpulang ke rahmatullah Joandra bin Jefri atau biasa kita sebut Jojo anak dari bapak Jefri dan ibu Rina. Mari kita doakan semoga almarhum diterima amal ibadahnya dan ditempatkan di sisi Allah."


Tangis Rinjani pecah saat itu juga. Dadanya sakit dan amat sesak. Rinjani terjatuh ke lantai dengan masih memakai seragam sekolahnya dan tas yang masih berada dipunggungnya. Sosok yang membuat dirinya berani, sosok yang sangat ia banggakan dan sosok yang menurut Rinjani sangat kuat sudah tenang disisi Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun