Mohon tunggu...
Anggi RezaHasanah
Anggi RezaHasanah Mohon Tunggu... Lainnya - Anggi Reza Hasanah

Mahasiswa UIN RADEN INTAN LAMPUNG

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mempertegas Karakter Industri Keuangan Syariah di Tengah COVID-19

13 Mei 2020   16:32 Diperbarui: 13 Mei 2020   16:48 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy


COVID-19 adalah wabah yang sedang melanda belahan dunia pada saat ini. Diketahui, asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok. Ditemukan pada akhir Desember tahun 2019 hingga sampai saat ini sudah dipastikan terdapat 29 negara yang telah terjangkit virus satu ini, salah satunya yaitu Negara Indonesia. ( Data WHO, 15 februari 2020).

Kebijakan telah dikeluarkan oleh beberapa negara untuk melakukan pengendalian pada virus COVID-19, yaitu dengan cara Social Distancing. Social Distancing (jarak sosial) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan pengendalian infeksi atau virus yang ditetapkan oleh pejabat kesehatan masyarakat untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit yang sangat menular. Baru-baru ini telah dirujuk oleh Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) sebagai salah satu strategi terbaik dalam mencegah penyebaran virus corona (COVID-19) karena sampai saat ini belum ditemukan obat serta vaksin dari COVID-19.

CDC mendefinisikan jarak sosial seperti tetap berada pada zona tidak berkumpul dengan siapapun, menghindari pertemuan massal serta menjaga jarak (sekitar 6 kaki) dari yang lain jika itu memungkinkan untuk diterapkan. Oleh karena itu Social Distancing atau jarak sosial memiliki rekomendasi yang wajib untuk dipatuhi yaitu seperti melarang untuk bepergian baik di dalam negeri ataupun ke luar negeri, melarang acara pertemuan public, melarang perjalanan yang berkaitan dengan bisnis ke konferensi dan segala apapun yang berhubungan dengan interaksi sosial yang menuju pada suatu perkumpulan massa atau banyak orang.

CDC percaya bahwa COVID-19 menyebar dengan mudah ke seluruh lapisan masyarakat, oleh karena itu CDC merekomendasikan untuk menerapkan Sosial Distancing atau jarak sosial  sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk membantu menghentikan penyebaran virus di masyarakat. Jika individu mengurangi kontak sosial dengan individu lain, maka hal tersebut akan mengurangi terjadinya hal-hal yang berpotensi pada penyebaran virus di masyarakat.

Beberapa contoh yang telah dilakukan untuk mengurangi kontak sosial di masyarakat yaitu seperti perusahaan menetapkan kebijakan untuk kerja dari rumah, pusat pendidikan meliburkan segala akktivitasnya atau melakukan pembelajaran melalui daring (online), liga olahraga professional menangguhkan musim mereka, ditutupnya tempat umum seperti bioskop, tempat wisata bahkan pertemuan konferensi industry teknologi, music dan film South by Southwest (SXSW) pun dibatalkan karena wabah virus corona. 

Pembatalan diumumkan pada konferensi pers jumat siang pada 6 maret 2020, dimana Walikota Steve Adler menambahkan bahwa ia telah menyatakan status bencana lokal di Austin sebagai akibat dari penyebaran virus yang terus menerus. (Sumber : berita dirujuk dari web TEMPO.CO pada 20 maret 2020, pukul 10.13 WIB).


Oleh karena itu Sosial Distancing atau jarak sosial dinilai menjadi cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghindari penyebaran virus corona, tetapi hal tersebut memberikan dampak besar dalam kehidupan masyarakat seperti dibidang ekonomi dengan focus masalah di bidang industry khususnya di perekonomian keuangan syariah di Indonesia.

Segala aktivitas industri menjadi terhambat ketika munculnya wabah virus corona yang berasal dari China, virus corona menyebabkan kepanikan di China dan menimbulkan korban jiwa sampai ribuan penduduk China. Akibatnya adalah banyak perusahaan kecil, menengah maupun besar yang akhirnya terpaksa menutup usahanya untuk sementara, tidak hanya perusahaan yang tutup, ribuan tempat usaha makanan dan minuman pun juga terpaksa tutup. 

Perekonomian China pun menjadi terguncang di awal tahun 2020, hal ini dikarenakan selama ini perekonomian China didukug dari sector usaha kecil dan menengah, sekitar 30 usaha kecil dan menengah menyumbang lebih dari 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China. Selain itu, bursa saham Shanghai juga sempat menurun mencapai 9% yang merupakan penurunan terparah sejak bulan Agustus 2015 (merdeka.com, 18 Februari 2020).


Dengan melihat kondisi perekonomian China saat ini, banyak analisis yang memprediksi pertumbuhan ekonomi China menurun mendekati angka 5% ditahun 2020, industry yang sangat terkena dampaknya adalah industry manufaktur dan pariwisata, seperti yang kita ketahui kota Wuhan adalah tempat awal dimana virus corona muncul, Wuhan adalah pusat industry otomotif di China hingga mencapai 1,6% (katadata.co.id, 7 februari 2020).


Menurut Kristalina Georgieva (Direktur pelaksana IMF) dengan adanya wabah virus corona, diperkirakan akan terjadi perlambatan ekonomi global (katadata.co.id, 5 februari 2020). Oleh karena itu hal tersebut juga akan berdampak pada perekonomian keuangan syariah di Indonesia, karena covid-19 telah menyerang segala sistem kesehatan publik. 

Efek tersebut berdampak pada sektor riil yaitu penawaran terhadap tenaga kerja menjadi terganggu, karena banyak penduduk yang sakit, suplai barang dan jasa pun menjadi kacau, serta system keuangan pun otomatis terusik. Sistem keuangan pun otomatis terusik. Banyak bisnis tidak beroperasi meningkatkan gagal bayar pembiayaan bank. Investor pasar modal terbang ke aset yang lebih aman (flight to safety). Entah emas atau surat berharga Amerika Serikat. Nilai tukar sekarat dan cadangan devisa terkuras.


Pertama, perlu dipahami bahwa krisis Covid-19 dapat menghantam setiap negara dengan kadar yang sama. Pada krisis keuangan global, negara pusat keuangan Syariah seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah tidak memiliki konektivitas produk keuangan yang tinggi dengan Amerika Serikat. Jadi efek krisisnya lebih rendah. Namun kali ini, efek negatif ke perekonomian negara-negara episentrum industri keuangan Syariah bisa jadi lebih tinggi karena sistem kesehatan publik mereka yang relatif lemah.


Dari 57 negara Organisasi Konferensi Islam (OIC) hanya Oman (8) yang berada di 25 besar sistem kesehatan publik terbaik WHO. Indonesia sendiri berada di peringkat 92, di antara Lebanon (91) dan Iran (93). Dengan asumsi tingkat keparahan wabah yang sama, beban mayoritas negara OIC untuk mengatasi wabah Covid-19 lebih berat. 

Ruang fiskal dan moneter untuk intervensi stimulus ekonomi pun terbatas. Konsekuensinya, proses recovery industri syariah mungkin akan lebih lambat. Kedua, pariwisata halal adalah primadona baru industri Syariah di tengah kebutuhan negara-negara produsen minyak mendiversifikasi ekonomi mereka. Indonesia juga salah satu yang gencar mempromosikan pariwisata halal. Tetapi justru industri ini lah yang paling terkena imbas pandemi Covid-19.


Covid-19 juga memengaruhi seluruh lini produk perbankan dari pembiayaan standar konsumsi hingga perdagangan derivatif. Secara global bahkan perbankan syariah saat ini berada dalam posisi kurang menguntungkan. Perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia membuat "surplus" yang ditempatkan di perbankan syariah semakin kecil. Telah menjadi rahasia umum bahwa petrodollar adalah bagian tak terpisahakan dari kelahiran perbankan Syariah.


Namun sebenarnya industry syariah dapat saja memanfaatkan keadaan ini yaitu tidak hanya menampilkan label halalnya saja, tetapi juga dengan tegas membangun sebuah karakter yang dibangun atas empat pilar yang sebelumnya sudah ada yaitu pemenuhan hukum Tuhan (legal), kebutuhan diri (self-interest), kesejahteraan sosial (social-interest), dan kesinambungan lingkungan (ecological-interest). Tetapi pembangunan industri "halal" seringkali hanya berfokus pada pilar pertama dan melupakan kesetimbangan tiga pilar yang lain. Masa krisis adalah waktu yang paling tepat untuk memunculkan karakter di atas, karena di momen ini lah manusia menunjukan sifat aslinya.


Sebuah realita di Inggris Raya dapat menjadi contoh sederhana. Hand sanitizer dan masker adalah dua produk yang sangat langka di masa pandemi Covid-19, sebagaimana juga terjadi di negara lain. Suatu waktu di kota tempat saya tinggal, Durham, saya menelusuri beberapa supermarket untuk mencari produk tersebut. Durham terkenal dengan sebutan kota pensiunan. Selain mahasiswa sebagian besar penduduknya telah berusia lanjut. Beberapa kali saya menyaksikan kesedihan dan kekecewaan para penduduk senior karena tidak mendapatkan barang yang mereka cari. 

Padahal untuk berjalan saja mereka kepayahan. Mereka pun masuk kategori yang paling rentan dalam wabah Covid-19. Masyarakat Inggris Raya dengan histori panjang peradabannya yang glamor pun tak sanggup menahan panic buying. Demi memproteksi diri sendiri dari serangan wabah Covid-19. Lebih parah lagi, banyak pemilik modal yang melakukan price gouging. Meningkatkan harga barang yang sangat dibutuhkan di waktu bencana atau krisis. Hand sanitizer yang biasa dibanderol tidak lebih dari 1 poundsterling (Rp 18.000), kini ini meroket 3.000 persen menjadi 30 poundsterling (Rp 540.000). 

Sementara di bagian Inggris Raya yang lain, sebuah toko kelontong di Scotland membagikan paket berisi hand sanitizer, hand wash, dan masker kepada para pensiunan di komunitas sekitar secara gratis. Asiyah and Jawad Javed mengorbankan uang 2.000 poundsterling (Rp 36 juta) yang seyogianya akan mereka gunakan untuk liburan di musim panas (self-interest) untuk komunitas mereka (social and ecological-interest). 

Walaupun pandemi Covid-19 lebih sistemik dan multi dimensi dibandingkan krisis keuangan 2008, industri syariah masih berpeluang mengaplikasikan petuah Jenderal Sun Tzu. Musibah ini dapat menjadi momentum pembuktian kedua, bahwa ekonomi syariah dapat menghadirkan keadilan dalam berekonomi melalui keseimbangan antara legal, self-interest, social-interest, dan ecological-interest. Momen ini tepat untuk menunjukan empat karakter yang membedakan ekonomi Syariah dengan selainnya tersebut. Sebagaimana Denis Leary katakan, "crisis doesn't create character; it reveals it."

Nama                : Anggi Reza Hasanah            
NPM                  : 1851030114
Kelas                 : D Akuntansi Syariah
Mata Kuliah   : Manajemen Keuangan Syariah
Dosen                : Dr. Muhammad Iqbal Fasa, M. E.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun