Mohon tunggu...
Anggi Purwaningsih
Anggi Purwaningsih Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah pesan untuk masa depan

Anda akan menjadi cerdas dengan membaca dan Anda akan dikenang dalam sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Saya Cantik?

10 Desember 2019   13:30 Diperbarui: 10 Desember 2019   13:33 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kecantikan dan wanita menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kemanapun seorang wanita melangkah, riasan make-up selalu melekat di wajahnya. Setiap wanita pasti ingin tampil cantik di hadapan setiap orang. Tindakan ini tentunya bukan tanpa maksud dan tujuan. Mulai dari sekedar ingin merawat diri bahkan sampai menarik perhatian lawan jenis. Seorang wanita juga ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar atas kecantikan fisiknya.

BMI Research, sebuah Lembaga survei independen, pernah mengadakan riset di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Sebanyak 300 orang perempuan dengan rentang umur 18-64 tahun menjadi respondennya. Hasilnya menyebutkan bahwa hanya 1 dari 10 orang yang menyebut dirinya cantik. (CNN Indonesia, 2015).

Dari survei tersebut tampak permasalahan yang banyak dialami wanita pada umumnya adalah merasa dirinya tidak cantik. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan perawatan fisik seperti memakai skincare bahkan ada yang sengaja "membentuk" tubuh seperti operasi pemotongan rahang, pinggul dan sebagainya.

Fenomena ini mendorong dilakukannya penelitian sosiologi mengenai presepsi kecantikan pada Mahasiwi Ekstensi FKM Universitas Indonesia 2019. 9 dari 10 partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini mengatakan bahwa definisi cantik adalah wanita yang bersikap baik dan berwawasan luas, tidak ada tolak ukur pasti untuk menilai kecantikan dari segi fisik. Hanya 1 partisipan yang mengatakan bahwa cantik adalah wanita yang berkulit putih, tinggi dan berwajah menarik seperti di model iklan.

Semua partisipan ini juga mengaku melakukan perawatan fisik baik menggunakan skincare maupun make-up. Perawatan fisik tersebut dimaksud untuk menjaga kesehatan tubuh. Biaya perawatan yang mereka keluarkan pun bervariasi mulai dari Rp. 100.000,00 sampai yang tertinggi Rp. 500.000,00 setiap bulannya.

Untuk masalah pertemanan, 10 partisipan mengaku tidak memandang fisik. Mereka lebih memilih berteman karena rasa nyaman. Sedangkan pandangan tentang pasangan hidup, menurut mereka fisik bukanlah hal yang utama. Mereka mengaku bahwa kesan pertama laki-laki memandang wanita memang karena fisiknya. Tetapi untuk menjalin hubungan yang serius mereka harus saling memahami sikap dan karakter masing-masing.

10 partisipan ini sendiri  tidak menjadikan fisik sebagai tolak ukur mencari pasangan hidup. Menurut mereka aspek seperti ketaatan beragama, sikap yang baik dan ekonomi yang mapan jauh lebih penting. Fisik hanya menjadi nilai tambah bukan prioritas.

Partisipan juga diberikan pertanyaan mengenai figur wanita yang mewakili kecantikan versi mereka. Kebanyakan partisipan menyebutkan nama publik figur seperti Maudy Ayunda, Tasya Kamila, Nadine Candrawinata, Anna Hatehaway , Citra Kirana dan Raisa. Ada juga yang menyebutkan nama tokoh Angkie Yudistia. Seorang partisipan bahkan menjawab bahwa ibunya adalah figur wanita cantik di matanya.

9 dari 10 partisipan mengatakan bahwa sejatinya inner beauty itu lebih penting dibandingkan kecantikan fisik (outer beauty). Kecantikan yang sejati dinilai dari sikap dan hati. Menurut mereka, kecantikan fisik akan memudar seiring berjalan waktu tetapi tidak dengan kecantikan hati.

Ada beberapa hal yang membuat partisipan memilih lebih memprioritaskan inner beauty. Hal pertama adalah karena dalam usia dewasa muda, perkembangan moral sudah lebih matang dibandingkan fase sebelumnya yaitu masa remaja. Usia remaja merupakan saat seseorang menemukan identitas jati dirinya, terutama bentuk fisik. Pada usia ini, remaja cenderung mengindetifikasi cantik sebagai penampilan fisik yang menarik karena standar kecantikan lingkungannya memang demikian. Seiring bertambah dewasa, presepsi tersebut bisa berubah karena faktor lain

Hal kedua adalah adanya jawaban normatif, yaitu jawaban yang disebabkan oleh nilai -- nilai yang berkembang di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun