Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soal Rezeki

11 Juni 2020   14:41 Diperbarui: 11 Juni 2020   14:43 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rezeki itu...
Kata orang rezeki itu bukan soal uang yang banyak. Keluarga yang sehat, bahagia, dan rukun. Anak yang menyenangkan. Teman-teman yang baik. Itu juga rezeki.  Saya setuju.

Rezeki itu min haisu la yahtasib, dari sudut yang tak disangka-sangka. Ini juga bener banget. Saya mengalami dalam banyak momen.
Banyak teman pun yang mengalami mendapatkan rezeki yang tak pernah disangkanya di momen-momen kritis. Padahal secara hitungan sudah kritis krisis di tepi jurang.

Ada yang bilang itu karena sebab akibat. Ada kasualitas sehingga kita mendapat apa yang memang harus didapat. Aksi mendapat balasan reaksi. Ada yang bilang ini soal kuasa Yang Maha Kuasa. Siapun diliputiNya. Wamaa min daabbatin fil ardhi illaa 'alallaahi rizquhaa.

Jelasnya, tiap orang pasti punya pengalaman menarik soal ini. Mendapatkan banyak rezeki tak disangka tak diduga.

Ada yang bilang kata-kata itu doa. Jadi berkata-katalah yang baik. Berharap yang baik-baik, berprasangka yang baik-baik akan nasib di masa depan. Jangan mendahului takdir, kata Arai di Laskar Pelangi atau Sang Pemimpi. Ini banyak benarnya.

Suatu saat. Seorang teman berceloteh. Tahun depan saya ingin keluar negeri. Saya mengaminkan. Ia menguatkan kata-kata tersebut dengan doa. Submit abstrak untuk ikut conference. Ternyata lulus. Dan berangkatlah dia ke Belgia. Foto dengan bendera PSS Sleman yang sangat dia banggakan.

Tahun selanjutnya dia bilang. Saya mau ke negara asia, mungkin Jepang. Ia lanjutkan kata-katanya dengan perbuatan. Submit proposal ke Sumitomo. Dan tahun selanjutnya ia penelitian ke Jepang. Duh manjur benar kata-katanya. Itu rezekinya.

Saya ikut celoteh. Mas, tahun depan saya pun ingin ke Jepang. Saya submit proposal sumitomo. Gagal. Tapi inilah cara Yang Maha Memberi rezeki bekerja. Suatu sore, seorang senior yang sedang berada di Australia WA. Gi, kamu mau ke Jepang. Gratis. Kamu studi literatur 2 minggu di sana dan presentasi. Saya jawab tanpa pikir panjang. Mau, Mas.

Oke nanti ada professor yang email. Ketika saya bergelantungan di Transjakarta, masuklah email penawaran dari seorang profesor dari Kyoto University menawari saya study selama dua minggu. Gratis semuanya. Siapa yang tidak mau. Hanya satu wa, satu email membuat saya berangkat ke Jepang. Mewujudkan celoteh saya di saat mengobrol dengan senior. Ini rezeki.

Ada perantara, orang-orang baik yang memberi kita kesempatan mendapatkan peluang-peluang terbaik. Dan mereka pun, biasanya, mendapatkan kesempatan-kesempatan terbaik dari orang lain. Pintu kebaikan akan selalu terbuka bagi mereka. Lapis-lapis kebaikan tercurahkan.

Orang-orang jenis ini, para perantara kebaikan, selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan dari beragam penjuru mata angin. Hidupnya waluya, waktu perlu aya (ada). Senang melihat orang lain tumbuh berkembang. Berprogres menjadi lebih baik. Hidup untuk  berbagi bukan lagi jargon. Tapi tindakan keseharian.

Siapa punya pengalaman soal ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun