Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senja dan Cerita Lainnya

12 Februari 2017   22:34 Diperbarui: 12 Februari 2017   22:59 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah sejak kapan saya menyukai senja. Senja selalu punya aura magis. Warnanya, suasananya, begitu membuat saya terpukau.

Di kampung-kampung menjelang senja pasti diramaikan dengan keramaian-keramaian dari masjid atau pun mushala. Shalawatan, puji-pujian, sampai adzan. Sakral dan magis. Di kampung suara-suara dari masjid atau mushola tersebut seringkali dikidungkan oleh anak-anak kecil, yang bahkan seringkali salah melafalkan sholawatnya.

Tak ada teriakan-teriakan, tak ada seruan-seruan paksaan. Yang terpanggil akan segera datang ke mushola atau masjid terdekat untuk berserah. Pasrah.

Kenapa saya ingin menulis senja? Beberapa hari ini saya khusu mencoba membaca buku Trilogi Insiden karya Seno Gumira Ajidarma (SGA). Buku ini dipinjamkan oleh rekan guru ketika saya masih mengajar di Al Izhar dulu, Pak Ken Kumbara Jagad. Sampai sekarang buku tersebut belum saya kembalikan. Maaf ya Pak.

Di luar konteks senja, satu hal yang saya sesali sampai saat ini adalah, sejak di sekolah menengah dulu, saya tak begitu banyak terpapar buku-buku sastra yang bagus. Bukan salah guru-guru saya, juga bukan salah kurikulum bahasa Indonesia. Ini murni salah sendiri. Mungkin karena saya terlalu serius membaca komik Conan. Entahlah. Yang jelas saya kenal banyak sastrawan Indonesia ketika saya kuliah dan mulai bekerja. Dari cari-cari sendiri atau dari teman. Sekarang sih mudah, tinggal cari informasi di internet dan cari bukunya (kalau lagi punya cukup uang, hehe).

Tapi juga menjadi amatan saya pribadi, pendidikan di Indonesia memang tak memberikan perhatian cukup tentang bagaimana menjadi pembaca yang baik, pembaca yang siap melahap dengan rakus beragam karya banyak penulis handal bangsa Indonesia juga dunia. Tak heran jika minat baca kita sangat memprihatinkan. Ada yang bilang, siswa di Indonesia satu tahun hanya membaca dua puluh tujuh halaman saja. Menyedihkan bukan?

Ada beberapa cerita yang saya dengar dan saya saksikan sendiri, ada guru yang hanya membaca buku paket saja. Dari tahun ke tahun yang ia baca ya buku paket itu. Bacaannya hanya berubah ketika buku paketnya direvisi karena pergantian kurikulum. Lalu  apa yang akan dibagikan kepada siswa jika itu terjadi? Hasil broadcast di whatsapp group? Entah.

Meski demikian, beberapa guru yang saya kenal mengenalkan buku-buku yang telah ia baca kepada para siswanya. saya pikir ini yang efektif dalam menularkan semangat membaca.

Ah kembali ke soal senja. Membaca karya SGA saya membaca beberapa tulisannya tentang senja:

Kutatap senja keemasan itu dengan perasaan rawan. Aku tidak mengerti mengapa hatiku selalu merasa rawan setiap kali senja tiba, senja ini membuat hatiku rawan. Apakah karena senja seperti sebuah perpisahan? Senja begitu cepat berubah, memberikan pesona yang menghanyutkan, sebentar, lantas meninggalkan bumi dalam kelam. Senja begitu indah, tapi begitu fana—apakah segala sesuatu dalam kehidupan ini memang hanya sementara? (prolog senja emas, 146).

Pada bagian lain ia menulis:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun