Mohon tunggu...
Angger Wiji Rahayu
Angger Wiji Rahayu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bermimpi menjadi penulis. Karena dunia yang kita lihat hanyalah representasi. www.anggerwijirahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bagian 19: Janji dengan Sarah

15 Februari 2012   01:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:38 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak ayal lagi Robert akan mengunjungi Sarah. Sarah sepertinya tau hubungan kami dulu. Tapi aku tak ingin membuat keributan. Sarah mengenalkan Robert pada semua teman-teman ketika jam makan malam di resetoran hotel. Aku mengambil duduk bersama Dewi, Andi dan Bayu. Sepertinya Robert sedikit shock melihatku ada disana. Mungkin Robert tak pernah berfikir aku ada disana.

‘ini Sarah sayang, temannya Rara’, kata Sarah menyinggungku.

‘atau kalian sudah saling kenal’, lanjut Sarah yang menyerocos melihat Robert terpaku melihatku.

Tampang Robert sedikit kucel. Sepertinya dia harus bekerja keras setelah menikah dan Sarah hamil. Dari cerita yang kudengar, Sarah ngotot ingin punya rumah baru setelah menikah. Alhasil, Robert harus bekerja sampingan pula untuk memenuhi keinginan Sarah. Kata Rara Robert akhirnya membuka usaha franchise sebuah makanan di Bandung.

Mungkin pula, karena perjalanan Jakarta Lampung yang membuat Robert sedikit kucel. Aku tersenyum sebiasa mungkin kepada Robert dan Sarah. Robert mengulurkan tangannya dan aku membalas jabatan tanggannya. Sarah sepertinya kesal sekali kepada Robert karena bertemu denganku.

Sarah mengajak Robert duduk bersama kami. Aku tak mempermasalahkan. Sepertinya aku sudah mulai kuat. Mungkin pula karena ada Bayu disini dan aku yakin aku tidak sendirian kali ini. Robert kulihat juga kelimpungan, dan bingung mau melakukan apa. Tapi rasanya itu bukan Robert karena tidak mampu bersandiwara. Dia mampu memacari kami, mengatakan cinta aku, memaksaku datang setiap minggu selama tiga tahun, memperlakukan aku dengan lembut. Hingga membuat Sarah bertekuk lutut di hadapannya. Bukankah itu sandiwara yang hebat. Skenario yang ditulis oleh Robert sungguh membuat aku dan Sarah sebagai manusia yang ingin saling menyakiti.

‘sayang kita ambil salad dulu yuk’, ajak Sarah kepada Robert.

Mereka meminta izin mengambil salad menuju bufe. Aku masih tetap mengunyah omelete yang aku pesan tadi. Sesekali aku menghirup kopi susu yang aku racik tadi.

‘sepertinya Sarah ada masalah denganmu?’, bisik Bayu.

Andi sedang mengangkat telpon ponselnya, sehingga tak mempedulikan kami berdua.

‘masalah apa?’, ungkapku mencoba menyembunyikan perasaanku.

‘dari kemarin Sarah seakan ingin menikammu dalam kata-katanya’, lanjut Robert.

‘ah, itu biasa, mungkin karena Rara Bay’, ketusku.

‘itu kan temanmu, bukan kamu. Tapi kenapa dia yang sewot?’, kata Bau sewot.

‘biasalah perempuan, sering agak sensitif gitu deh’, kataku sembarangan.

Kami tertawa.

‘hai, apa sih yang diobrolin’, ucap Andi sehabis menutup telponnya.

‘tuh, kami liat perempuan disana, sepertinya sedang menggodaku’, kata Bayu gesit sambil menoleh kearah perempuan yang duduk didepan kami.

‘dasar lu, itukan pelayan cantik yang dibilang semua peserta tau’, seloroh Andi.

‘oh ya? Sejak kapan komunitas ini memperhatiakn kecantikan para pelayan?’, balas Bayu.

‘ah lu, makanya jangan serius aja. Masa ada perempuan secantik itu didiemin aja. Herannya ya, kenapa lagi dia mau jadi pelayan. Tapi aku rasa dia itu bukan pelayan’, seloroh Andi.

‘maksudmu?’, kataku bingung.

‘dari bentuk badannya, sepertinya dia sudah terlatih melakukan olahraga, dan dari bentuk rambutnya yang pendek serta wajahnya yang ayu tapi tegas, aku yakin dia seorang intel’, ungkap Andi seperti gaya detektif.

‘intel? Ngapain Ndi’, tanyaku lagi.

‘ini kan hotel berbintang Le, pertemuan-pertemuan penting bukan hanya oleh petinggi negara, tapi juga pengusaha diadakan disini. Pasti saja mereka sedang menyamar untuk mengawasi gerak-gerik tamu di hotel ini’, jelas Andi.

‘ah masa sih Ndi?’, aku semakin penasaran. Kulihat Sarah dan Robert sepertinya sedang meributkan sesuatu. Robert dan Sarah akhirnya pergi ke wastafel toilet hotel ini. Aku pikir pasti mereka sedang meributkan sesuatu.

‘kamu ini polos banget ya Le. Denger ya, teror bom sedang dimana-mana saat ini, apalagi dengan hotel-hotel milik Amerika. Tapi tenang Le, aak Andi akan selalu menjaga keselamatan Lea disini. Kalau nanti calon mertua Andi telpon, beri tau menantunya akan selalu menjagamu’, rayu Andi lebay.

Bayu tertawa ngikik sambil menjitak kepala Andi.

‘masih lu ye, sudah aku bilang Lea ini pacarnya Sandi tau’, ungkap Bayu.

‘ye, lu atau Sandi sih yang sewot. Kalo naksir juga kita bersaing deh. Lu, gua, siapa situ sepupu lu’, kata Andi sambil menatapku penuh harap.

Bayu menjitak kepala Andi lagi. Aku berusaha melerai.

‘sudah-sudah, haduh kalian ini kayak remaja saja’, leraiku.

Robert dan Sarah kembali kemeja kami. Sepertinya setelah pergulatan yang cukup alot di dalam toilet tadi.

Mereka makan salada yang diambil. Keadaan menjadi tegang, Andi yang biasanya ngocol juga akhirnya hanya menyenggol kakiku memberi isyarat agar kami segera berlalu dari meja ini.

‘apa kabar kau Le?’, akhirnya Robert menyapaku.

‘baik’, ungkapku datar dan sesopan mungkin.

‘aku sudah menduga kalian sudah kenal lebih jauh’, seloroh Sarah.

Robert berusaha membuat Sarah tidak bersikap demikian dengan pandangan matanya yang sedikit memohon kepada Sarah. Aku diam saja. aku berpikir, aku sangat kasihan dengan Sarah karena tak tau apapun tentang Robert. Bahkan mungkin Robert bisa saja mengulang hal yang sama denganku dengan perempuan lain. Bayu memang melihat gejala yang tidak baik dengan hubungan kami berdua. Andi sepertinya juga melihat gejala itu.

‘Le, mau gak kamu aku foto di pinggir kolam itu. Kamu fotoin kita ya Bay’, ucap Andi cuek.

‘mulai deh Ndi. Tapi tidak deket-deket Lea ya’, Bayu kesal lantas menarikku.

‘kami foto dulu ya’, kata Andi polos bicara pada Sarah dan Robert.

Andi emang gila, dia mengajakku berpose ala prewedding. Sesekali Bayu menjitak kepala Andi. Sesekali pula aku tak menduga Andi akan menarik tanganku. Sehingga aku berdekatan dengannya. Bayu jika sudah begini akan sewot menarik tanganku dengan lembut. Kadang aku merasa deg-degan juga waktu Bayu menarik tanganku. Oh tidak, bayangan Sandi begitu mendekat.

Robert dan Sarah hanya melihat dari kejauhan. Sesekali aku mengintip, sepertinya Robert ingin sekali menarik tanganku pula. Aku tau, Robert seperti mati rasa. Aku tak ingin mengatakan apapun kepada Sarah nantinya, ini akan menyakiti kami. Kulihat Robert bergegas, aku tau, sepertinya Robert ada agenda pula di Lampung. Pagi ini dia hanya mampir, aku menduga-duga apa yang Robert kerjakan disini. Aku mengingat apa yang Robert kerjakan seperti akhir minggu yang sering akmi lewatkan berdua.

Sarah mendekati kami dan memanggilku.

‘Le, boleh aku bicara padamu’, akhirnya Sarah memberanikan diri.

Bayu dan Andi kulihat berpandangan. Dengan isyarat mata aku menyuruh Andi dan Bayu untuk menyingkir sejenak. Kuluhat mata Bayu yang tak ingin aku sendiri disitu, tapi aku tersenyum dan mengisyaratkan mereka harus pergi dari sini.

‘kenapa mbak?’, ungkapku sesopan mungkin.

‘aku tau hubungan kalian dulu. Walau Robert tak pernah mengatakannya. Aku minta tolong jauhi suamiku’, kata Sarah.

‘aku tidak pernah mencoba menganggu suami mbak’, ungkapku kesal dan geram.

‘setidaknya jangan pernah hubungi dia lagi’, lanjut Sarah.

‘aku tidak pernah menghubungi suamimu mbak’, kataku lagi.

‘dari aku SMA hingga sekarang, Cuma kau yang diperhatikannya. Aku mohon, sekarang aku mengandung anaknya, jauhi dia’, kata Sarah lagi.

Aku sebenarnya geram sekali dengan ungkapan Sarah, tapi aku kebingungan apa yang harus aku katakan. Haruskan aku teriak, bahwa suaminya lah yang telah menggangguku. Suaminyalah yang setiap kali menghubungiku. Suamninyalah yang telah membohongi kami berdua.

‘aku tau mbak, tapi aku tak pernah sedikitpun ingin menganggu suami mbak. Dulu biarlah dulu, tak ada lagi. Aku tau walau Robert membohongiku, membohongimu pula mbak, tapi aku tak pernah berniat membuat rumah tangga kalian berantakan. Kamu tenang saja mbak, aku tak akan membuat kalian jadi ribut’, ungkapku selembut mungkin.

Kulihat mata Sarah sudah berlinang air mata. Aku juga tak tega sebenarnya, apalagi hingga membuatnya menangis. Bagaimanapun juga aku ini perempuan, yang tau rasanya disakiti oleh seorang laki-laki. Ingin sekali mengambil tanggannya dan memelukknya kali ini. Persis seperti almarhum Rara yang dulu juga menangis karena Robert.

‘aku tak tau harus berbuat apa, Robert begitu kasar padaku akhir-akhir ini. Dia seakan tak yakin anak yang dikandungku ini adalah anakku’, ungkapnya memelas.

Bangsat. Bedebah. Dasar laki-laki buaya, hari ini aku sangat membenci Robert mendengar perkataan Sarah. Rasanya ingin aku hajar laki-laki itu. Membuat tiga perempuan sama gilanya.

‘sudah kau beri pengertian?’, ungkapku.

‘berkali-kali aku bilang padanya. Bahkan kami akan melakukan tes DNA ketika anak ini lahir kelak’, ungkap Sarah.

Astaga, aku ingin sekali membunuhnya kali ini. Apa yang sudah dia lakukan pada Sarah sungguh keterlaluan. Kali ini aku tak mampu menahan perasaanku.

‘Sarah itu sungguh keterlaluan. Robert yang kukenal tidak begitu. Dia sangat manis sekali pada perempuan’, kataku.

‘aku juga dulu diperlakukannya begitu, tapi setelah menikah aku tersiksa sekali Le. Aku harus mengatakan bahwa kau disini Le, supaya aku bisa dijenguk olehnya. Makanya aku sungguh kecewa terhadapnya’, ungkapnya sambil menyeka air matanya.

‘kau yang kuat ya mbak. Aku tak mungkin melakukan apapun. Tapi yakinlah, aku tak akan pernah merebut Robert darimu. Lihat aku mbak, kau harus yakin denganku mbak, supaya kau sehat dan tidak mengganggu janinmu’, ungkapku sambil memegang tangannya.

Sarah menangis dan memelukku akhirnya. Aku tak bisa melepaskan pelukannya. Semua orang sepertinya melihat adegan ini dari kejauhan. Aku tak kuasa Tuhan, sungguh aku bukan perempuan yang berhati baja diam saja melihat semua ini terjadi. Aku harus menghubungi Robert untuk mengatakan hal ini. Tapi aku takut terjebak lagi. Aku sudah berjanji pada Sarah, untuk perempuan yang juga telah menyakiti hati Rara.

Saat dalam pelukanku, Sarah mengaku kesakitan perutnya. Dan tiba-tiba lemas, kulihat darah mencair keluar mengucur lewat kakinya. Aku teriak memanggil semua orang, sepertinya Sarah pendarahan. Jika kuhitung kandungannya masuk usia tujuh bulan. Karena waktu menikah usia kandungan Sarah sudah hampir menginjak tiga bulan lebih. Aku ketakutan, segera semua orang langsung mengangkat Sarah dan membawa Sarah ke Rumah Sakit. Pintu UGD dibuka, tindakan dokter dilakukan. Kata dokter Sarah harus dioperasi segera. Aku panik sekali. Hari itu kami tidak ada kelas akhirnya. Semua peserta menunggu di rumah sakit.

Aku menandatangani berkas operasi. Aku katakan bahwa aku adik sepupunya. Kutelpon Robert tapi ponselnya tak aktif. Aku mengirim pesan singkat agar jika ponselnya aktif dia segera kesini.

Sarah pendarahan.

Segera harus dioperasi

Kami di Rumah Sakit Umum

Sent : 01/02/2012

08:30:01

Perawat keluar ruangan, aku segera menjemput perawan tersebut.

‘pasien butuh darah AB. Stok PMI sedang kosong. Siapa yang berdarah AB’, ungkap perawat.

‘saya darah AB mbak. Saya bisa donor’, ungkapku yakin.

‘sekarang mbak masuk. Tolong yang lain hubungi PMI disudut sana dan cari pendonor golongan darah AB’, ungkap perawat.

Sekarang semua orang panik dan bergerak mencari pendonor. Aku takut sekali masuk ruangan ini, tapi kulihat Sarah terkulai lemas. Aku memberanikan diri. Demi janji kepada Sarah. (J50K 1633)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun