Mohon tunggu...
anggar septiadi
anggar septiadi Mohon Tunggu... -

let's being an absurd

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alay dan Pertentangan Kelas

1 Juni 2010   12:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MENDENGAR telepon genggamnya berbunyi, Nia lantas mengeluarkan telepon genggam dari saku celananya. Satu pesan masuk.

“4pA K48h@r? Qt Jh@lAnd Yuk5,” Isi pesan pendek tersebut.

“Apa sih. Kirim sms(Short Massage Service) gak jelas, Alay banget deh,” kesal Nia.

Nia kembali memasukkan telepon genggamnya ke saku celana jins hitamnya yang ketat. Sebatang Marlboro Black Menthol ia keluarkan dari bungkusnya. Ia juga mengeluarkan korek dari saku kemeja kotak-kotak berwarna merah-hitam. Kancing kemejanya sengaja tak ia masukkan, hingga yang terlihat hanya sebuah kaus tipis berwarna hitam.

Pesan pendek seperti itu bukan yang pertama kali diterima Nia. Nia agak risi menerima pesan pendek seperti itu. Susah dibacanya, norak, kampungan, menurut Nia. Nia menyebut orang seperti itu sebagai Alay, atau akronim dari Anak Layangan. Tidak jelas maknanya apa, munculnya kapan, dan menunjukkan siapa. Namun, biasanya sebutan Alay ditujukan kepada seorang yang taraf ekonominya rendah. Yang terepresentasikan dengan gaya hidup ‘seadanya’ dan ‘memaksa’. Dan, sebutan ALay banyak disematkan oleh seorang yang memiliki taraf ekonomi yang tinggi, seperti Nia.

Kesehariannya Nia selalu hidup Glamour, dari rambut hingga telapak kaki selalu tersemat aksesoris dan pakaian bermerek. Alas kakinya tiap hari berbeda-beda, kadang ia mengenakan Sneakers semata kaki, kadang sepatu slop mangkilap berwarna-warni, dan tak jarang mengenakan sandal yang dililit tali hingga sedengkul. Telepon genggamnya bermerek iPhone. Hamper setiap hari Nia keluar-masuk pusat perbelanjaan, membeli sepatu atau baju, Setiap dua hari sekali, Nia memanjakan tubunya di salon. Dan, Sebuah Mobil Silver mengkilap selalu menemaninya kemana-mana. Tiap akhir pecan pun sering dihabiskan Nia di Bar atau Café sekedar menenggak Tequilla atau Brandy dengan temannya.

Soal selera musik juga, Nia banyak mendengarkan lagu-lagu asing, macam Lady Gaga, Rihanna, Paris Hilton, Justin Bieber. Konser-konser artis internasional pun sering didatangi Nia. Berbeda dengan Alay yang sering mendengar lagu Lokal atau sering hadir di acara musik Primetime di televisi. Penggunaan teknologi pun tak ketinggalan buat Nia, dari mulai akun di berbagai situs jejaring sosial macam, Facebook, Twitter hingga mempunyai banyak Blog pribadi. Berbeda dengan Alay, bila pergi ke Warung Internet mungkin hanya update status Facebook dengan bahasa yang membingungkan, atau sekedar mengunggah foto terbaru.

Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktornya. Televisi, Radio, Internet menjadi sarana untuk menciptakan realitas ini. Siapa yang mengenal Facebook, Twitter sebelum banyak artis Hoolywood mempunyai akun?. Siapa pengguna Blackberry sebelum orang ternama menggunakannya, siapa bergaya rambut lurus ke samping, sebelum banyak personel Band memotong rambutnya bergaya Emo. Siapayang menggunakan celana super ketat sebelum Vino G. Bastian dan Herjunot Ali mengenaknnya di film Realita Cinta dan Rock n Roll.

Media menampilkan citra, yang tidakhanya dapat dilihat sebagai representasi ikonis realitas, (Yasraf Amir Piliang: 2008), tetapi halusinasi, yang dapat dialami sebagai pengalaman seakan-akan nyata. Saat kita menonton, melihat, mendengar, seseorang yang terkenal secara tidak langsung-lewat media, kita bukan lagi berhadapan dengan Aku sebagai subjek yang menetap, tetapi panampakan itu kini melingkupi Aku. Sehingga, ada upaya mempersamakan Aku dengan objek yang nampak.

Beruntung bagi Nia yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi. Dalam upaya mempersamakan Aku-nya Nia dengan apa yang dilihatnya, ia mampu melakukannya tanpa cacat. Ia mampu membeli baju merek Versacce, Celanamerek Channel, Tas merek Gucci. Semua itu juga didapatkannya di pusat perbelanjaan bertaraf internasional, kadang ia membelinya diluar negeri. Bahkan, ia rela menggelontorkanjutaan rypiah untuk mendapatkan replika syal-nya Lindsay Louhan.

Namun, malang bagi seorang yang taraf ekonominya rendah, tak ada sepatu bermerek, tak ada baju import, tak ada belanja tiap bulan di luar negeri. Yang adahanya setiap minggu pergi ke pasar malam, tiap setahun sekali-Lebaran- ke pasar Tradisional membeli baju baru. Yang akhirnya usaha mempersepsikan Aku ­dengan objek yang dilihat hanya menghasilkan ‘seadanya’ hingga timbul terkesan ‘memaksa’

Hal ini memang didukung dengan fase perkembangan Nia dan kelompok Alay. Nia masih berumur 19 tahun, kebanyakan yang disebut Alay pun rata-rata berumur sekian. Dalam fase ini anak-anak muda macam Nia memang dalam tahap pencarian identitas diri. Ada persamaan anatra Nia dan yang disebut Nia sebagai Alay. Keduanya mencoba memproyeksikan Aku mereka untuk menjadi objek yang mereka lihat. Hanya saja, Nia yang lebih mendekati objek dengan dukungan ekonominya.

Basis kehidupan materi seseorang ada pada aspek ekonomi, begitu ucap Karl Marx, sebelum mengenal politik, budaya, ideologi, bahkan agama, manusia lebih dahulu bersinggunan dengan kehidupan ekonomi. Yakni dalam upaya pemenuhan kehidupan lahiriahnya. Pertentangan antara Nia dan Alay pun terjadi pada basis ekonomi. Karena Alay tak bisa mendapatkan akses yang bisa didapat oleh Nia, yakni baju-baju bermerk, tempat-tempat hiburan mewah,.

Dari sini muncul dua kelas baru, Nia, sebagai kelas dengan ekonomi tinggi-, dan Alay dengan kelas ekonomi rendah-. Nia sering menyematkan kata Alay kepada orang yang cara berpakiannya, norak, berlebihan, kampungan, ketinggalan jaman. Padahal ini hanya masala akses ekonomi. Ejekan, sindiran, cibiran sering dialamatkan Nia kepada Alay atas tindak tanduknya. Bila dianalogikan, ini seperti eksploitasi kaum borjuis terhadap kaum proletar. Nia sebagai borjuis, Alay sebagai Proletar dan ejekan sebagai sarana eksploitasinya. Seringkali juga Nia hanya berteman dengan orang yangsederajat dengannya.

Setelah menghabiskan satu batang rokok, telepon genggam Nia kembali berbunyi. Satu pesan masuk.

“n!, k0Q, L0w gu9 Blh3z Mz GuW,” isi pesan pendek tersebut.

“Heh, Dasar Alay!,” balas pesan pendek Nia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun