Mohon tunggu...
Midway Writer
Midway Writer Mohon Tunggu... -

Kami adalah sekelompok penulis yang ingin mendukung para pembaca cerdas dengan memberikan artikel-artikel yang berimbang dan terpercaya. Follow akun Instagram kami di @midwaywriter :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Melampirkan Tulisan Eks-Napi Koruptor Di Kertas Suara Adalah Tindakan Diskriminasi?

4 Januari 2019   15:30 Diperbarui: 5 Januari 2019   16:46 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
eks- napi koruptor mencalonkan diri di Pemilu 2019

Sebentar lagi kita akan merayakan pesta Demokrasi yang ditandai dengan Pemilihan Umum atau yang disingkat menjadi Pemilu. Dalam Pemilu 2019 ini, ternyata banyak sekali masyarakat yang berpartisipasi secara aktif untuk maju menjadi calon. Dari berbagai latar belakang calon dari banyak partai politik ini, ternyata tak sedikit juga yang merupakan seorang politikus yang baru saja keluar dari penjara atas tindakan korupsi. Korupsi tentu saja menjadi momok yang besar di negara Indonesia yang sedang berkembang ini. Korupsi tidak hanya menghancurkan tetapi juga bisa membunuh suatu bangsa. Korupsi, jelas adalah musuh kita semua.

Dalam Undang-Undang tidak disebutkan bahwa bekas narapidana korupsi tidak diperbolehkan untuk menjadi calon dalam Pemilu. Artinya, bahkan seseorang yang pernah melakukan tindak kejahatan keji seperti korupsi-pun tetap memiliki hak untuk berpartisipasi secara aktif dengan maju dalam Pemilu. Namun, apa bahayanya jika mereka terpilih kembali?

Baca Juga: Linda Afriani, S.E. Dipinang 5 Partai Politik, Mana Yang Dipilih?

Indonesia berada di peringkat ke-2 dari bawah untuk tingkat literasi. Artinya masyarakat Indonesia mayoritas tidak terbiasa dengan membaca dan belum memiliki komprehensi yang baik untuk memahami sebuah tulisan atau bacaan. Selain itu, hal ini juga didukung dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan pendidikan yang masih rendah. 

Dalam konteks Pemilu, hal ini sangat menghawatirkan mengingat masyarakat dengan tingkat literasi dan pendidikan rendah akan lebih mudah diiming-imingi oleh calon atau kandidat dengan hal-hal yang tidak logis dan bahkan bersifat menutup-nutupi atau menipu.

Dengan kategori masyarakat seperti ini, akan sangat mudah bagi masyrakat Indonesia untuk juga dipengaruhi secara visual misal bentuk wajah, gaya berpakaian, cara berbicara, atau identitas politik tertentu daripada dipengaruhi secara kualitas seperti pengalaman berpolitik, riwayat pendidikan dan pekerjaan, visi dan misi. Ditambah lagi dengan tingkat literasi yang rendah, akan sangat sedikit sekali masyarakat yang mencoba untuk mencari tahu sendiri mana calon yang baik dan kurang baik.  

Lalu, apa yang ditakutkan jika kandidat eks-napi koruptor terpilih? Seseorang bisa melakukan korupsi karena memiliki kekuasaan. Ketika ia kembali terpilih dan memiliki kekuasaan, dikhawatirkan sifat korup dari orang tersebut akan kembali lagi dan bahkan korupsi selanjutnya akan dilakukan lebih strategis mengingat dia pernah ketahuan dan dihukum. Sehingga ini memungkinkan kandidat terpilih tersebut untuk melakukan kecurangan dan perbaikan strategi korupsi di masa depan.

Baca Juga: Apakah Salah Menggunakan Hak Abstain?

Namun disisi lain, negara kita adalah negara hukum. Artinya kita percaya bahwa setiap orang yang melakukan kesalahan akan diberikan hukuman sesuai kesalahannya. Ada tiga fungsi hukum yaitu retribusi, rehabilitasi dan efek jera. Ketika seseorang koruptor diberi hukuman pidana, misalnya, dia telah menjalani 3 fungsi hukum. Dia dipaksa untuk membayar semua kerugiannya baik secara langsung (perdata) maupun tidak langsung (pidana). 

Dia juga diberikan rehabilitasi, pemerintah dengan mekanisme pidananya mengupayakan agar koruptor ini menyadari kesalahannya dan menjadi jera agar mereka kapok dan tidak mengulanginya kembali. Artinya setelah mereka selesai menjalani hukuman itu, orang tersebut layak untuk kembali ke masyarakat dan layak mendapatkan hak yang sama kembali. 

Dengan kata lain, ketika kita takut bahwa eks-napi koruptor tersebut akan melakukan korupsi lagi dimasa depan, berarti secara tidak langsung kita juga telah mempertanyakan keefektifan hukum di negara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun