Mohon tunggu...
Inovasi

"Tragedy of The Commons" (Tragedi Kepemilikan Bersama)

16 November 2017   07:57 Diperbarui: 16 November 2017   08:51 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.storyboardthat.com/storyboards/.../tragedy-of-the-commons

"The population problem has no technical solution; it requires a fundamental extension in morality."-Garret Hardin. Seiring bertambahnya populasi makhluk hidup di bumi, hak setiap orang untuk menggunakan alam di bumi ini akan semakin berkurang. Tragedi kepemilikan bersama digambarkan dengan sapi yang sedang mencari rumput di ladang. 

Sapi akan terus berkembang biak, sementara ladang tidak akan bertambah luas. Satu ladang yang biasanya hanya dimakan 10 sapi, seiring perkembangan yang pesat akan dimakan 20 sapi. Begitulah gambaran kehidupan di bumi ini dengan adanya perkembangan pesat makhluk hidup. Sama halnya dengan manusia. Populasi manusia akan terus berkembang, tetapi lahan di bumi ini akan tetap dan tidak akan bertambah luas.

Pertumbuhan manusia dan hewan seperti halnya dengan deret angka (2, 4, 6, 8, dst). Tentu saja pertumbuhan ini tidak sebanding dengan persediaan ladang di bumi ini yang sama halnya dengan deret hitung matematika (1,2,3,4,5, dst). Dua manusia dapat berkembang menjadi empat, lima, enam atau lebih manusia. 

Sehingga persediaan di alam akan semakin berkurang untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Tragedi Kepemilikan Bersama merupakan pandangan mengenai keinginan untuk meraih untung yang banyak tetapi hanya untuk kepentingan pribadi, dan bukan untuk kepentingan banyak orang. Seseorang pada awalnya akan merasa diuntungkan karena dapat menikmati kelimpahan sumber daya, namun pada akhirnya sumber daya tersebut akan habis.

Manusia di bumi ini memiliki kecenderungan untuk ingin menikmati sumber daya alam menjadi keuntungannya sendiri. Kalau saja semua orang memiliki anggapan begitu, semua sumber daya alam di bumi ini akan habis. Di Indonesia saja ada 10.000 pertahun bayi lahir setiap harinya atau sekitar empat juta jiwa pertahun. Tingginya tingkat pertumbuhan tersebut tidak sebanding dengan perkembangan sumber daya alam dan lahan di bumi ini.

 Dapat dikatakan dalam hal ini manusia sangat serakah memanfaatkan bumi. Dalam memanfaatkan laut, manusia akan serakah mengambil ikan, dalam memanfaatkan hutan, manusia akan serakah mengambil kayunya, dalam memanfaatkan udara, manusia semaunya sendiri menyebabkan populasi, dan lain sebagainya.

Hardin mengatakan bahwa kebebasan manusia untuk berkembang biak tak tertahankan. Overpopulasi akan merugikan dunia secara keseluruhan. Semakin banyak orang, semakin sedikir sumber daya yang tersedia. Hardin berpendapat bahwa selama kita tinggal di negara yang sejahtera, pertumbuhan anak akan semakin meningkat. Peningkatan yang terjadi di negara sejahtera dikarenakan biaya hidup yang dianggap rendah sehingga tidak terlalu berat bagi mereka untuk membiayai hidup anak-anaknya. Setiap anak merupakan harta berharga bagi orangtuanya, namun berdampak buruk bagi masyarakatnya.

Dalam menanggapi kasus tersebut, di China sudah menerapkan kebijakan satu anak. Rata-rata orang du China hanya memiliki satu anak untuk menanggulangi ledakan penduduk. Hampir seratus negara saat ini memiliki tingkat kesuburan yang rendah (memiliki sedikit anak seperti Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Vietnam, Brasil, Kuba, Khazakhstan, Brunei Durassalam, Rusia, Jepang, China, Thailand, Makau, dan HongKong. Dapat dilihat dari nama-nama negara tersebut, mereka merupakan negara maju. 

Sedangkan pada negara berkembang, ledakan penduduk masih terjadi dan sulit untuk ditangani seperti di Indonesia. Orang-orang di negara maju cenderung memiliki pengetahuan yang luas dan terbuka sehingga mereka mau melakukan perubahan. Sedangkan pada negara berkembang, pengetahuan yang masih sempit dan didominasi oleh kebudayaan justru sulit untuk sadar mengenai ledakan penduduk.

Hongkong merupakan negara dengan tingkat kesuburan rendah yaitu 0,98 anak per wanita. Dapat dilihat bahwa di Hongkong tidak semua perempuan mau memiliki anak. Sedangkan negara dengan tingkat kesuburan tertinggi seperti di Mali, Niger, Uganda, Somalia, Afganistan, Yaman, Burundi, Burkina Faso, Kongo, Angola, Sierra, Leone yang memiliki tingkat kesuburan 6 anak per perempuan. Negara yang tercantum dalam negara yang memiliki kesuburan tinggi dapat diklasifikasikan sebagai negara berkembang. Dijelaskan diatas bahwa negara-negara tersebut memiliki pengetahuan rendak mengenai dampak negatif ledakan penduduk.

Menanggapi kasus ini, Hardin memberikan solusi untuk mengurangi ledakan penduduk. Satu-satunya solusi yaitu dengan paksaan yang telah disepakati bersama. Misalnya dalam suatu negara, pemerintah mengeluarkan undang-undang dan hukuman tegas jika dalam satu keluarga memiliki anak lebih dari dua, dan lain sebagainya. Hidup di dunia ini memang bebas, tapi harus dibatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun