Mohon tunggu...
Angelica
Angelica Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Never stop learning because life never stops teaching

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menghadapi Pandemi Covid-19 dengan Budaya Risiko

16 September 2021   21:30 Diperbarui: 16 September 2021   21:32 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi virus COVID-19 (Sumber : pmb.lipi.go.id)

Tidak sampai di situ, ada juga masyarakat yang terlalu pasrah dengan do nothing. 

Lantas, Bagaimana Cara Menerapkan Budaya Risiko?

Dokpri
Dokpri
Meski ilustrasi di atas itu tampak budaya risiko perusahaan, namun langkah-langkahnya ini tetap relevan untuk menerapkan budaya risiko seluruh masyarakat Indonesia.

Singkatnya, tahu -->  sadar  --> mampu --> mau --> perubahan pola pikir dan perilaku --> budaya risiko

Yang pertama, tahu. Seluruh masyarakat Indonesia supaya memiliki pandangan dan pemahaman yang sama tentang pandemi ini, tentu mereka harus diberikan informasi yang faktual, terpercaya, jelas, dan lengkap. Diupayakan juga untuk "membasmi" atau "menangkal" hoax dengan mensosialisasikan website-website berita terpercaya, cek fakta, dan lainnya. Proses atau langkah pertama ini menjadi dasar atau pemicu yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku.

Yang kedua, sadar. Ketika orang mengetahui tentang pandemi ini, maka orang itu akan menyadari seberapa menakutkannya COVID-19 dan dampak destruktif yang ditimbulkan. 

Dampak merugikan dari COVID-19 ini memiliki efek domino, dimana dampaknya ini merambat ke mana-mana, mulai dari kesehatan, ekonomi, pariwisata, pendidikan, sosial, psikologi, dan masih banyak lainnya. Selain itu orang yang sudah tahu akan menyadari peluang yang tersedia jika risiko ini dapat dikendalikan dengan baik.

Yang ketiga, mampu. Orang yang sudah sadar dan mengetahui tentang risiko, ia sudah bisa membedakan mana hal yang baik dan buruk sehingga ia sudah memiliki kemampuan untuk mengubah pola pikir dan perilakunya.

Yang keempat, mau. Meski orang sudah mampu mengubah pola pikir dan perilakunya, namun semuanya juga tergantung pada kemauan atau niat. Jika ga ada niatan untuk berubah, maka  dia tidak akan pernah berubah.

Dengan demikian, supaya orang bisa berubah, sistem reward and punishment harus digalakkan. Misalnya untuk punishment, orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan mendapat hukuman berupa sanksi sosial atau denda.  

Ketika semua masyarakat sudah sampai di tahap mau, maka terjadilah perubahan pola pikir dan perilakunya hingga mereka memiliki pandangan dan pemahaman yang sama mengenai risiko sehingga dari situ terciptalah budaya risiko yang kuat.

Namun, untuk mencapai hal tersebut sungguh tidak mudah. Menyamakan persepsi, pandangan, pemahaman semua orang itu sulit, apalagi terdapat banyak keanekaragaman di antara kita. Meski demikian, pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya memiliki budaya risiko yang kuat supaya dampak negatif COVID-19 ini tidak semakin menjadi-jadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun