Mohon tunggu...
Angelia Yulita
Angelia Yulita Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru

Penikmat matematika, buku, dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manusia Huruf T, Manusia Pembelajar

27 Mei 2020   14:30 Diperbarui: 27 Mei 2020   14:52 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku teringat suatu kejadian yang memalukan. Di sekolah tempatku mengajar, aku cukup dikenal sebagai guru yang galak, namun juga berjiwa muda karena perbedaan usiaku dengan anak-anak SMA itu yang tak terpaut terlalu jauh. Saat itu sekitar pukul 11 siang dan menjelang akhir sesi mengajar di sebuah kelas. Suasana pun agak mencair dan tiga orang siswi tiba-tiba menyeletuk di kelas, "aku melihat Ibu menari lewat video!" 

Aduh malunya... Ternyata aku yang beberapa hari lalu memang sedang mengikuti suatu kelas menari itu terekam dalam video. Itu pun sebabnya karena salah satu sahabat siswi-siswi itu ada di kelas yang sama denganku. Bedanya, aku masih benar-benar pemula dalam tarian itu, sementara kawan mereka sudah mahir. Tentu saja kini rekaman video itu menjadi bahan candaan bagi murid-muridku di kelas. Siapa yang tidak mau melihat kelakuan guru galak mereka di luar sekolah? Aku pun akan bertindak sama.

Aku hanya tertawa lepas mendengar kata-kata lanjutan dari siswi tadi, "Aneh benar cara Ibu menari! Kaku!". Ah, aku mau menyanggah apa... Nyatanya begitulah yang terjadi. Aku tidak merasa tersinggung mendengarnya. Malahan inilah sebenarnya yang ingin aku capai. Salah satu dari sekian banyak hal yang ingin aku ajarkan kepada mereka: tidak perlu merasa malu untuk belajar hal baru.

Tentu saja aku malu, itu wajar sekali. Di kelas menari itu, aku merasa bodoh dan sulit menghapalkan gerakan luwes yang seirama dengan alunan musik yang modern. Terkadang cepat, terkadang lambat, terkadang patah.

Aku sebagai salah satu murid tertua di kelas itu hanya pasrah melihat kemampuan para remaja yang cepat sekali menangkap gerakan yang dimaksud. Memang kadang kecut hatiku ingin menghilang saja terutama kalau kebetulan mendapat instruktur tari yang cukup cuek dengan anak baru dan lebih memperhatikan yang sudah luwes. Ada perasaan terasing sebagai orang luar yang belum bisa apa-apa. Ironisnya, aku menikmati segala proses itu.

Aku merasa, betapa baiknya jika kita bisa jatuh hati dengan perasaan seru kala menjadi amatir dalam suatu bidang. Kemampuan untuk melihat bahwa ketidakbisaan saat awal belajar sesuatu yang baru adalah hal yang sebenarnya menakjubkan. Aku memang seorang guru dan karena itulah aku pun tidak boleh berhenti menjadi murid. Banyak sekali kelas yang aku ikuti. Memang tidak semuanya pada akhirnya benar-benar aku tekuni. Namun aku pun melatih diriku untuk melihat bahwa keberanian menjadi amatir adalah kebiasaan yang baik. Tidak pernah urung menjadi seorang manusia pembelajar.

Ini pula yang ingin aku ajarkan kepada murid-muridku. Jenaka memang bagi mereka melihat aku ada di posisi mereka, sebagai murid. Tetapi sungguh lebih berbahaya jika apa yang mereka lihat dari aku adalah seorang guru yang menjaga gengsi. Menolak belajar. Menolak berkembang. Merasa hebat dan pintar. Dimana? Di duniaku sendiri yang kerdil dan kian ditelan masa. Jangan sampai aku menjadi seperti itu.

Biar mereka melihat aku seperti ini dan semoga kelak bisa mereka teladani juga. Tidak apa di usia berapapun kau mau belajar sesuatu. Kemauan menjadi amatir itu akan memperkaya wawasan dan melatih kita menjadi rendah hati. Banyak kisah jenaka dan penuh makna yang kita alami karena pemikiran yang positif ini.

Pernah kubaca suatu artikel dari majalah bisnis terkenal, Harvard Business Review, bahwa ada tipe manusia yang mereka sebut manusia huruf T. Seperti bentuk huruf T, manusia itu memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang ia suka dan kuasai (bagian huruf T yang mengerucut ke bawah), namun juga panjang minatnya untuk belajar banyak hal baru di luar bidang keahliannya (bagian huruf T yang memanjang ke samping). Baik, tentu saja, aku seorang guru matematika ya aku menekuni matematika. Aku mengambil kuliah lagi pada subjek yang sama. Tetapi di luar itu, terbebanlah aku untuk menelan bulat rasa gengsi dan malu untuk belajar hal-hal lain. Nyatanya aku memang menaruh minat pada berbagai hal. Menulis ini salah satunya.

Manusia huruf T, ah betapa tepat istilah yang mereka pakai untuk menggambarkan orang-orang seperti aku ini. Beberapa kawan melihatku sebagai manusia yang kurang fokus dan seperti kutu loncat. Ya, kutu loncat. Mereka akan lebih setuju jika aku disebut demikian dari pada sebutan abstrak "manusia huruf T". Pada kenyatannya, kebanyakan orang akan menyukai kita untuk bertahan pada satu lini bidang saja. Aneh rasanya ada orang senang sekali berpindah kesana kemari dan untuk apa? Mencari ilmu... Ah untuk apa? Kan sudah punya pekerjaan. Janganlah tidak fokus begini dirimu. Kau harusnya giat bekerja saja, cukup. Sudah lulus sekolah kok masih belajar.

Aku berharap kelak di tengah massa yang tidak mendukung, kau bisa tertawa dan tersenyum saja. Menjadi seorang manusia pembelajar memang tidak semua orang paham. Bersyukurlah jika kau memilikinya dan berdoalah jika kau belum memahaminya. Pikiran yang luwes dan terbuka adalah anugerah Tuhan. Ah, panjang sekali aku menulis. Tetapi semoga lilin kecil yang berusaha dinyalakan oleh penulis amatir ini boleh sedikit memberi cahaya juga bagimu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun