Di balik tirai kata yang manis,
kau berdiri---diam, tapi tak benar-benar hening.
Matamu sibuk membaca gerak orang,
telingamu lapar pada bisik yang retak.
Kau berselimut dalih kepedulian,
namun jiwamu haus pembenaran.
Langkah orang kau hitung satu-satu,
bukan untuk menemani,
melainkan menanti jatuhnya.
Seolah suci, kau berdiri di menara tinggi,
memakai jubah kebenaran yang kau jahit sendiri.
Lidahmu tajam dalam doa yang pura-pura,
tapi hatimu gemar mencabik dari belakang.
Engkau tidak hadir untuk mengangkat,
melainkan mencatat:
siapa tergelincir, siapa bersalah,
agar kau bisa lebih tinggi,
meski hanya dalam bayanganmu sendiri.
Tapi ingatlah,
kebenaran tak butuh penonton palsu.
Ia tumbuh dalam hening,
di hati yang tak sibuk mencela.
Dan suatu saat,
ketika tiraimu tersingkap,
dunia akan tahu:
yang paling bising bukan selalu yang benar,
dan yang tampak suci, bisa jadi hanya topeng semata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI